Tari Pakarena adalah salah satu tarian adat yang populer di kalangan masyarakat Suku Bugis di Sulawesi Selatan. Suku yang satu ini sudah dikenal selalu menjunjung tinggi dan melestarikan kebudayaan dari para leluhurnya, salah satunya Tari Pakarena.
Tidak ada yang tahu persis sejarah tarian ini. Namun menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.
Secara umum, ada 6 keunikan Tari Pakarena yang menarik untuk digali, berikut ulasannya.
Ada beberapa aturan yang cukup unik dalam Tari Pakarena. Selain gerakannya yang lemah gemulai, para penari tidak diperbolehkan untuk membuka mata terlalu lebar dan mengangkat kaki terlalu tinggi saat menari.
Berbeda dengan tarian adat lain, Tari Pakarena hanya boleh diperagakan dan dibawakan oleh wanita saja. Hal ini berhubungan dengan mitos asal usul Tari Pakarena ini yang dibawakan oleh bidadari – bidadari dari kahyangan untuk mengajarkan cara berhias dan menenun kepada wanita – wanita di bumi. Sehingga pada praktiknya, gerakan Tari Pakarena di dominasi dengan gerakan seperti berhias dan menenun.
Tidak ada aturan khusus yang mengatur jumlah penari yang membawakan Tari Pakarena. Dalam setiap pertunjukan, jumlah penari disesuaikan dengan besar – kecilnya panggung pementasan tari.
Memang banyak tarian adat yang diiringi dengan alat musik gendang dan suling. Namun yang membedakan Tari Pakarena dengan yang lain adalah tempo musik yang digunakan cepat dan semangat, namun gerakan tarian tetaplah lemah gemulai. Ini merupakan cerminan dari wanita Bugis yang setia, sopan, dan hormat pada kaum pria.
Gerakan awal Tari Pakarena adalah duduk, kemudian diikuti gerakan memutar searah jarum jam yang menggambarkan siklus kehidupan. Setelah itu ada gerakan naik turun yang mencermikan kehidupan yang penuh suka dan duka dan kemudian berakhir dengan posisi duduk lagi.
Pakaian yang digunakan dalam Tari Pakarena diantaranya ada baju bodo merah, kalung (tokeng), anting (bangkara), ikat pinggang, hiasan kepala, dan juga karo-karo tedung sebagai pelengkap. Dan aksesoris yang menjadi khas tarian ini yaitu para penari yang memegang kipas dan juga memakai sarung sutra yang warnanya senada dengan warna kostum utama.