Pacar Senja
Senja mengajak pacarnya duduk-duduk di pantai.
Pantai sudah sepi dan tak ada yang peduli.
Pacar senja sangat pendiam: ia senyum-senyum saja
mendengarkan gurauan senja. Bila senja minta
peluk, setengah saja, pacar senja tersipu-sipu.
“Nanti saja kalau sudah gelap. Malu dilihat lanskap.”
Cinta seperti penyair berdarah dingin
yang pandai menorehkan luka.
Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya.
Tak terasa senyap pun tiba: senja tahu-tahu
melengos ke cakrawala, meninggalkan pacar senja
yang masih megap-megap oleh ciuman senja.
“Mengapa kau tinggalkan aku sebelum sempat
kurapikan lagi waktu? Betapa lekas cium
menjadi bekas. Betapa curangnya rindu.
Awas, akan kupeluk habis kau esok hari.”
Pantai telah gelap. Ada yang tak bisa lelap.
Pacar senja berangsur lebur, luluh, menggelegak
dalam gemuruh ombak.
(2003)
Joko Pinurbo
Buku: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi