Aku tak bisa hidup jika bukan karena kehendak Sang Pencipta dan perjuangan seorang ibu yang dianugrahi untuk merawatku. Bagiku ibu adalah segalanya. Kasih sayangnya yang tak terbatas bagai jurang tanpa dasar atau bumi yang tak berujung. Ibu juga bagai malaikat tanpa sayap.
Tangis kesakitan di tengah malam, membelah kesunyian dan udara dingin yang menusuk kulit. Ibu mempertaruhkan nyawa untukku, walau harus mempertaruhkan hidup dan matinya. Rasa sakit yang tak terbayangkan terkalahkan oleh kebahagiaan saat terdengar suara bayi kecil nan mungil menangis.
Aku adalah anak perempuan pertama dari empat bersaudara dan sekaligus menjadi anak pertama yang mewarnai kehidupannya setelah ibu dan bapak menikah. Karena itulah membuatku begitu diperhatikan dan dimanja sebelum ketiga saudaraku lahir. Semenjak aku lahir, hari-harinya penuh warna. Tawa, canda, dan tingkah lakuku yang menggemaskan menghiasi keluarga kecilnya.
Ibu adalah sosok malaikat tanpa sayap yang selalu bangun tidur lebih awal dari seluruh anggota keluarga di rumah. Pahlawan tanpa pamrih bagi anak-anaknya. Guru terbaik dari seluruh guru yang ada. Pembantu yang tak pernah meminta dibayar sepeser pun. Pelayan yang sangat tulus melayani keluarga. Baby sitter yang paling setia. Dokter yang paling telaten merawat keluarga.
Ibu juga bisa jadi koki yang andal bagi keluarganya. Body Guard yang sangat kuat untuk anaknya dan wanita karier yang sangat lihai mencari nafkah untuk keluarganya. Terkadang, ibuku bisa menjadi harimau yang mampu mengeluarkan taringnya agar tidak ada yang bisa mengganggu anak-anaknya.
Rasa kantuk dan lelah yang menyerangnya tak lagi dihiraukan. Ia terus menguap hingga tanpa sadar mata terpejam. Ketika sedang pulas-pulasnya ia tertidur, aku yang masih sangat mungil menangis. Ibu tersentak dan mau tak mau harus bangun dari mimpi indahnya.
Saat aku lahir, bapakku menjadi kepala keluarga. Ia sangat gencar mencari nafkah kesana kemari. Ibuku hanya menjadi ibu rumah tangga dan bekerja sambilan untuk membantu bapak. Tetapi saat adik ketigaku lahir, bapakku memutuskan untuk tak bekerja lagi, hanya bersenang-senang saja. Pekerjaannya hanya memenuhi kesenangan dirinya sendiri seperti main karambol, main burung dara, dan memancing.
Ketika aku tumbuh remaja ibuku lah yang bekerja untuk mencari nafkah, dengan berdagang sayur-mayur di rumah. Bapakku hanya membantu menjajarkan dagangannya saja. Entah mengapa ia tidak mau bekerja lagi.
Pernah kudengar pembicaraan mereka, “Pak, cari kerja sana, anakmu kan butuh biaya buat sekolah”, ujar ibuku. Mendengar ibuku berbicara seperti itu, bapakku hanya berdiam saja. Aku tak mengerti apa yang dipikirkannya.
Sejak ibuku menjadi wanita karier yang mencari nafkah dan sekaligus menjadi ibu rumah tangga, sikapku mulai berubah. Dari yang malas-malasan menjadi lebih rajin, yang tadinya sering main jadi jarang main, dari yang tadinya suka menghambur-hamburkan uang menjadi belajar menghemat uang dan mencoba memperbaiki perilaku yang terkadang membuatnya kecewa dan sedih. Aku juga mulai membantu sebisa yang aku bisa untuk mengurangi beban berat di pundaknya.
Pernah suatu malam saat kuterbangun dari tidurku, aku mendengar ibu sedang berdoa kepada Tuhan dengan kedua tangan menadah dan suara isak tangis. Ibu berdoa agar Tuhan menjaga, melindungi, memberiku kesehatan, dan mendoakan kesuksesanku nanti agar aku hidup tidak seperti kedua orang tuanya yang serba kesulitan.
Saat mendengarnya tubuhku bergetar, hatiku tersentak, dan tiba-tiba air mataku menetes begitu saja. Aku tak bisa berkata-kata yang kulakukan selama ini hanya membuatnya menangis dan membuat hatinya sakit. Maafkan aku ya Tuhan. Aku tak bisa membayangkan sebesar dan seberat apa beban yang kau pikul ibu. Aku akan patuhi semua perintah dan membantumu semampuku untuk bisa mengurangi bebanmu.
Walau bebanmu yang berat, tetap saja aku tak pernah kekurangan kasih sayangmu. Ibu rela tidak makan demi anak-anaknya supaya anak-anaknya dapat makan. Ibu juga rela tidur hanya dengan beralas karpet tipis supaya anak-anaknya tidur di kasur dengan nyaman. Bahkan, ibu rela tak tidur demi menjaga anaknya agar anaknya tidak diganggu oleh nyamuk.
Oh ibu, betapa kuat dan tabahnya kau hingga rela melakukan apa saja untukku supaya bisa membuatku merasa bahagia.
Belakangan ini ibu lebih gemar marah-marah daripada tertawa. Mungkin, ia kelelahan karena sudah mencari uang dan menghadapi aku yang seenaknya sendiri dan sulit jika diminta tolong olehnya. Maafkan aku ibu, yang terkadang mengabaikan semua kemauanmu.
Terkadang melihat senyum dan tawamu saja sudah membuat hatiku luluh, seperti es krim yang diletakkan dibawah sinar matahari terik.
Saat aku berbicara dengan hatiku, aku berjanji akan menjadi orang yang sukses untuk membuatmu bahagia dan membuatmu lebih banyak tersenyum dan tertawa daripada mengeluh atau marah-marah, Ibu.
Aku belum bisa membahagiakan ibu yang telah melahirkanku. Hanya kata maaf yang bisa kusampaikan kepada ibuku atas semua perbuatanku yang membuatnya kecewa dan menangis. Ibu, terimakasih karena telah melahirkanku, menjagaku, merawatku, mendidikku, dan untuk semua kasih sayang yang telah kau berikan.
Memang aku tidak bisa mengganti dan membalas semua jasa dan waktu yang kau habiskan untukku Ibu. Tetapi aku akan berusaha menjadi apa yang ibu harapkan dan semoga kebaikan dan jasa-jasamu dibalas oleh Sang Maha Pencipta. Aku menyayangimu Ibu, you are my everything.