<div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Popularitas teh sebagai minuman papan atas dunia sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Disamping mempunyai rasa dan aroma yang atraktif, belakangan kemampuannya sebagai minuman kesehatanpun acapkali menjadi buah bibir sejumlah ahli. Berdasarkan cara pengolahannya, teh dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong dan teh pouchong) serta teh tanpa fermentasi (teh hijau). Istilah fermentasi sebenarnya bukanlah istilah yang tepat untuk menggambarkan proses pengolahahan pada teh. Istilah diatas akan lebih tepat bila menggunakan istilah oksidasi-enzimatis (disingkat: oksimatis).</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Baik teh hitam, teh hijau maupun teh oolong dan teh pouchong dapat diolah dari bahan baku yang sama yaitu daun teh atau Camellia sinensis. Berdasarkan varietasnya Camellia sinensis dibagi menjadi dua yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var. Sinensis. Di Indonesia, sebagian besar tanamannya berupa Camellia sinensis var. Assamica. Salah satu kelebihan dari varietas Assamica ini adalah kandungan polifenolnya yang tinggi, sehingga sangatlah beralasan bila teh Indonesia lebih berpotensi dalam hal kesehatan dibandingkan teh Jepang maupun teh China yang mengandalkan varietas Sinensis sebagai bahan bakunya.</span><br /> </div> <div style='margin-left: 18pt; text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>A. </strong><strong>Pengolahan Teh Hitam</strong></span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Secara umum, pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dikategorikan dalam dua sistem, yaitu sistem Orthodox dan sistem baru seperti CTC (Crushing-Tearing-Curling) dan LTP (Lowrie Tea Processor). Meski sistem yang digunakan berbeda, secara prinsip proses pengolahannya tidaklah jauh berbeda.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Pelayuan</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Tahap pertama pada proses pengolahan teh hitam adalah pelayuan. Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan pada alat Withering Trough selama 14-18 jam tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Penggilingan dan Oksimatis</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Secara kimia, selama proses pengilingan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya polifenol dan enzim polifenol oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar di permukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama 90-120 menit tergantung kondisi dan program giling pabrik yang bersangkutan. Mesin yang biasa digunakan dalam proses penggilingan ini dapat berupa Open Top Roller (OTR), Rotorvane dan Press Cup Roller (PCR) untuk teh hitam orthodox dan Mesin Crushing Tearing and Curling (CTC) : untuk teh hitam CTC.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Pengeringan</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Proses ini bertujuan untuk menghentikan proses oksimatis pada saat seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal terbentuk. Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5-4%. Keadaan ini dapat memudahkan proses penyimpanan dan transportasi. Mesin yang biasa digunakan dapat berupa ECP (Endless Chain Pressure Dryer) maupun FBD (Fluid Bed Dryer) pada suhu 90-95°C selama 20-22 menit. Sebenarnya output dari proses ini sudah dapat dikatakan sebagai teh hitam meski masih memerlukan proses lebih lanjut untuk memisahkan dan mengklasifikasikan teh berdasarkan kualitasnya. Untuk itu diperlukan proses sortasi dan grading.</span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Sortasi and Grading</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Sortasi bertujuan untuk memisahkan teh kering berdasarkan warna, ukuran dan berat. Sedangkan grading bertujuan untuk memisahkan teh berdasarkan standar mutu yang telah disepakati secara nasional maupun internasional.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Pengemasan</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Teh yang telah disortasi dan digrading dimasukkan dalam peti miring yang selanjutnya dimasukkan ke dalam tea bulker untuk dilakukan pencampuran (blending). Proses ini untuk menghomogenkan produk teh dalam grade yang sama. Mengingat produk pertanian senantiasa mengalami fluktuasi kualitas, maka produk teh dari batch ke batch dari hari ke hari senantiasa berbeda. Untuk menghilangkan perbedaan tersebut dilakukan pencampuran.</span><br /> </div> <div style='margin-left: 18pt; text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>B. </strong><strong>Pengolahan Teh Hijau</strong></span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Diantara ketiga jenis teh, yakni teh hitam, teh oolong dan teh pouchong, serta teh hijau, teh hijau boleh dinobatkan sebagai teh yang memiliki potensi aktivitas kesehatan yang paling baik. Hal tersebut dikarenakan katekin yang merupakan komponen bioaktif, selama pengolahan teh hijau dipertahankan jumlahnya dengan cara menginaktivasi enzim polifenol oksidasi, baik itu melalui proses pelayuan maupun pemanasan. Pada proses pengolahan teh lainnya, katekin dioksidasi menjadi senyawa orthoquinon, bisflavanol, theaflavin dan thearubigin yang kemampuannya tidak sehebat katekin.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Pengolahan teh hijau Indonesia menganut serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau sedikit mengalami proses oksimatis terhadap daun teh melalui sistem panning (sangray). Tahapan pengolahannya terdiri atas pelayuan, penggulungan, pengeringan, sortasi dan grading serta pengemasan.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Pelayuan</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, pelayuan disini bertujuan menginaktifasi enzim polyphenol oksidase agar tidak terjadi proses oksimatis. Akibat proses ini daun menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayuan dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah daun teh kedalam mesin pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas (80-100°C) selama 2-4 menit secara kontinyu. Penilaian tingkat layu daun pada pengolahan teh hijau dinyatakan sebagai persentase layu, yaitu perbandingan daun pucuk layu terhadap daun basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu yang ideal untuk proses pengolahan teh hijau adalah 60-70%. Tingkat layu yang baik ditandai dengan daun layu yang berwarna hijau cerah, lemas dan lembut serta mengeluarkan bau yang khas.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Penggulungan</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Pada proses pengolahan teh hijau, penggulungan merupakan tahapan pengolahan yang bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik. Selama proses penggulungan daun teh akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini dilakukan segera setelah daun layu keluar dari mesin pelayuan. Mesin penggulung yang biasa digunakan adalah Open Top Roller 26" type single action selama 15-17 menit.</span><br /> </div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'><strong>Pengeringan</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Pengeringan bertujuan untuk mereduksi kandungan air dalam daun hingga 3-4%. Untuk mencapai kadar air yang demikian rendahnya, pengeringan umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan mereduksi kandungan air dan memekatkan cairan sel yang menempel pada permukaan daun. Hasil pengeringan pertama masih setengah kering dengan tingkat kekeringan (kering dibagi basah) sekira 30-35%. Mesin yang digunakan pada proses pengeringan pertama ini adalah ECP dengan suhu masuk 130-135°C dan suhu keluar 50-55°C dengan lama pengeringan sekira 25 menit. Disamping memperbaiki bentuk gulungan, pengeringan kedua bertujuan untuk mengeringan teh sampai kadar airnya menyentuh angka 3-4%. Mesin yang digunakan dalam proses ini biasanya berupa Rotary Dryer type repeat roll. Lama pengeringan berkisar antara 80-90 menit pada suhu dibawah 70°C.<br /> <br /> <strong>Sortasi dan grading</strong></span></div> <div style='text-align: justify;'><span style='color:#000000'>Seperti halnya pada proses pengolahan teh hitam, proses ini bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan membentuk jenis mutu agar teh dapat diterima baik dipasaran lokal maupun ekspor.</span></div>