Tata Surya terdiri dari planet, satelit, planet kerdil, meteoroid, planetoid/asteroid, komet, dan Matahari sebagai bintang sekaligus sebagai pusatnya. Delapan planet berturut dari yang paling dekat Matahari adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Mereka mengedari Matahari pada lintasan masing-masing. Kecuali Merkurius (inklinasi/kemiringan bidang orbit 7o), Sebagian besar massa Tata Surya (± 95%) terkumpul di Matahari. Oleh karena itu, pergerakan planet dan anggota Tata Surya lainnya berada di bawah pengaruh gaya tarik gravitasi Matahari yang besar. Pembahasan mengenai bagaimana sistem Tata Surya ini dibentuk sudah banyak dijelaskan dalam teori - teori pembentukan tata surya. Dalam teori terjadinya tata surya, dijelaskan mengenai bagaimana matahari, planet, serta satelit mampu bekerja secara teratur dalam sistem ini. Baca juga: Ciri-ciri 8 Planet Dalam Tata Surya Teori-teori ini memang tidak mutlak kebenarannya. Namun, teori ini dikemukakan oleh para ahli melalui usaha keras dengan berbagai penelitian, pengamatan dan percobaan, hingga akhirnya ditemukanlah teori pembentukan tata surya dengan dasar yang logis. Ada beberapa teori pembentukan tata surya yang banyak dikenal dan diakui. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut 1. Vortex Model Teori ataupun hipotesis kosmogoni modern yang pertama sebenarnya telah diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli Matematika Perancis Renè Descartes pada tahun 1642-4, di mana justru nantinya argumennya dapat dijelaskan melalui teori gravitasi Newton. Dinyatakan bahwa Tata Surya berasal dari awan partikel yang berputar mirip pusaran air dengan orbit mendekati lingkaran (vortices of swirling particles). Cikal bakal Matahari berada di pusat dan calon planet berada pada pusaran utama (piringan cakram materi pembentuknya), sedangkan satelit ada pada pusaran tambahan di sekitar pusaran calon planet. Adapun penjelasan tentang bagaimana mekanisme partikel awal saling berkumpul membentuk cikal bakal Tata Surya tidak diurai jelas. Pada analisis inilah, pada masa kemudian dijabarkan melalui teori gravitasi. Adapun pusaran materi yang akhirnya mendorong terbentuknya planet atau satelit pada masa kemudian diselisik melalui terbentuknya gerak turbulensi. Bila kita perhatikan aliran air di sungai yang terhalang bebatuan, sering didapati adanya pusaran-pusaran. Kira-kira seperti inilah gerak turbulensi. Pada perkembangan berikutnya, awan partikel cikal bakal Tata Surya lambat laun digantikan dengan adanya nebula (materi antar bintang) yang semakin banyak ditemukan di segenap pelosok alam semesta (walau awalnya tidak terbedakan, apakah yang dijumpai memang benar nebula atau benda langit lain semisal galaksi, yang baru mulai terkuak ketika disadari bahwa Nebula Andromeda ternyata adalah galaksi besar tetangga terdekat galaksi kita Bima Sakti). 2. Hipotesis Nebula Pada tahun 1734 muncul pertama kali gagasan asal muasal Tata Surya dari hadirnya nebula oleh astronom Swedia, Emanuel Swedenborg (1688 – 1772). Ide ini disambut oleh Immanuel Kant (1724 – 1804) dari Jerman tahun 1755 melalui bukunya Allgemeine Naturgeschichte und Theorie des Himmels (pen.: Sejarah Alam Universal dan Teori tentang Langit) dan dilengkapi secara terpisah oleh Marquis Pierre Simon de Laplace (1749 – 1827) dari Perancis tahun 1796 dalam bukunya Exposition du systeme du monde (pen.: Peragaan Langit). Teori mereka dikenal sebagai Hipotesis Nebula. Sebutan lainnya Teori Kant–Laplace atau Teori Kabut. Dalam teori Nebula, diungkapkan bahwa pada awalnya sistem tata surya ini terbentuk dari suatu nebula atau kabut tipis yang sangat luas. Nebula atau massa gas raksasa yang bercahaya ini berputar perlahan -lahan yang kemudian secara berangsur -angsur mendingin, mengecil dan mendekati bentuk bola. Rotasi yang terjadi semakin lama semakin kencang sehingga mengakibatkan bagian tengah dari massa tersebut jadi menggelembung. Akibatnya, lingkaran materi tersebut terlempar keluar. Credit: NASA/JPL-Caltech Lingkaran inilah yang kemudian mendingin, mengecil, hingga akhirnya menjadi planet -planet. Planet -planet yang terbentuk tetap mengorbit mengeliling inti massa. Sementara lingkaran lain terlempar lagi dari pusat massa sehingga menjadi seluruh planet yang kita kenal sekarang ini, termasuk bumi. Pusat massa tersebut adalah matahari. Berikutnya, planet -planet yang ada juga melemparkan massa-nya keluar angkasa sehingga berubah menjadi satelit seperti bulan yang dimiliki oleh bumi. Teori ini secara dinamika ternyata masih banyak kendala, khususnya tentang kaitan antara cepatnya gerak edar planet dengan lambatnya rotasi Matahari. Selain itu, mekanisme pada proses pembentukan cincin-cincin materi pada awal penggumpalan pun masih belum dapat dijelaskan. 3. Tabrakan dengan Komet Menyimak vortex model dan hipotesis nebula, sebenarnya secara garis besar beranjak dari landasan dan mekanisme yang mirip. Penelitian ini terus berlanjut dan bersamaan muncul gagasan pada tahun 1749 yang sama sekali baru dan berbeda dalam landas acunya dari Georges-Louis Leclerc Comte de Buffon, ahli Matematika Perancis. Planet, satelit, atau benda kecil lainnya terbentuk dari puing-puing atau reruntuhan tumbukan sebuah komet besar dengan Matahari. Yang menjadi pertanyaan pada penelitian selanjutnya adalah seberapa besar ukuran komet, karena saat itu mulai diketahui bahwa ukuran Matahari luar biasa besar dan komet teramat sangat kecil (beberapa puluh km saja). Baca juga: Susunan Tata Surya dan Fakta- fakta Uniknya Teori ini tahun 1796 telah diruntuhkan oleh Laplace melalui permodelan Matematika dan Fisika. Sejak saat itu hingga kini telah menjadi sekedar catatan sejarah ilmu pengetahuan saja dan sudah ditinggalkan. Namun demikian, bahwa terjadinya penggumpalan dari remah-remah akibat tumbukan sebenarnya dipakai juga pada pendapat yang muncul kemudian, yaitu hipotesis planetesimal. Lebih lanjut kalau ditelaah, pada sebagian proses pun sejalan dengan vortex model dan hipotesis nebula. Bagaimana pun materi tadi harus menggumpal atau berakumulasi membentuk sesuatu (proses akresi) karena adanya gaya tarik menarik (gaya gravitasi) yang kala itu telah dikembangkan oleh Newton. 4. Hipotesis Planetesimal Astronom Amerika Serikat Forest Ray Moulton (1900) menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian antara hipotesis nebula dengan hasil observasi berbasis penelitian momentum sudut benda yang berpusar. Pada tahun 1904-5 bersama pakar geologi yang juga dari negaranya, Thomas Chrowder Chamberlain menawarkan ide baru, yaitu hipotesis planetesimal. Pengamatannya terhadap bentuk nebula spiral makin menguatkan pandangannya. Namun, nyatanya nebula ini bukanlah nebula. Diteliti oleh astronom Amerika Serikat Harold Shapley (1885 – 1972, yang menyimpulkan bentuk galaksi kita adalah spiral) dan Heber Doust Curtis (1872 – 1942, Amerika Serikat) bahwa nebula yang dilihat ternyata sebuah galaksi spiral. Inipun butuh waktu observasi dan ragam perhitungan hingga 16 tahun kemudian. Secara umum bahwa ide dasar hipotesisnya memunculkan gagasan hipotesis pasang surut yang muncul kemudian. 5. Teori Pasang Surut Teori pasang surut atau teori pasang ini juga terkadang disebut sebagai teori ide benturan. Dalam teori pasang surut atau teori ide benturan ini, disebutkan bahwa planet -planet awalnya terbentuk secara langsung oleh gas asli matahari yang tertarik oleh bintang yang melintas sangat dekat dan nyaris bersinggungan dengan matahari. Teori ini memang hampir sama dengan teori planetesimal. Hanya bedanya, pada teori pasang surut ini planet tidak terbentuk oleh planetesimal. Teori ini menyebutkan bahwa saat bintang berada sangat dekat dengan matahari, ada tarikan gravitasinya yang menyedot filament gas yang berbentuk cerutu panjang. Filament ini membesar di bagian tengah dan mengecil di kedua ujungnya. Dari filament inilah, kemudian terbentuk sebuah planet. Pendapat ini dicetuskan pertama kali oleh Sir James Jeans dan Sir Harold Jeffreys dari Inggris pada tahun 1918. Jeans dan Jeffreys beranggapan bahwa kelahiran Tata Surya adalah suatu peristiwa langka. Sebab, peristiwa ini terjadi saat matahari nyaris bersinggungan dengan sebuah bintang. Peristiwa yang menyebabkan lidah matahari jadi berbentuk seperti cerutu ini juga menjadi penjelasan logis tentang ukuran planet yang berbeda satu sama lain. 6. Teori Bintang Ganda Pada tahun 1937 – 1941, Ray Lyttleton menyimpulkan bahwa Matahari awalnya merupakan sistem bintang ganda (berdua atau pasangan bintang). Pasangan Matahari mengalami tabrakan dengan bintang lain. Sisa ledakannya membentuk planet. Alternatif berikutnya adalah sistem bintang bertiga dan dua bintang teman Matahari bertumbukan yang akhirnya menjadi planet-planet. Hal ini mirip dengan Teori Bintang Ganda yang dikemukakan Russel 2 tahun sebelumnya (1935) yang menyatakan bahwa Matahari awalnya merupakan bintang kembar, salah satu komponennya meledak dan hancur. Sisa-sisa materi ledakan tersebut tidak terlontar jauh akibat tarikan Matahari. Sisa materi inilah yang kembali bergumpal membentuk planet dan satelit. Hal ini menjadi sulit ketika kita harus membahas komposisi jumlah massa Matahari dibandingkan dengan jumlah massa seluruh planet dan satelit. 7. Teori Awan Antar Bintang Dalam pendapat Interstellar Cloud Theory yang ditawarkan pada tahun 1943 oleh astronom Soviet, Otto Schmidt, dinyatakan bahwa Matahari melewati daerah awan materi yang padat. Melalui proses penarikan materi akhirnya terbentuk cakram materi di sekitar Matahari, berpusar (seperti teori sebelumnya), kemudian terbentuklah planet. Banyak astronom Soviet yang bergabung untuk fokus pada teori ini, bahkan Lyttleton pun berkenan turut memodifikasinya berbasis mekanisme penggumpalan awan materi (mirip planetesimal). Kombinasi ini pada akhirnya menyangkut ragam teori, baik pasang surut, pasangan bintang (sebut pada kasus di sini adalah adanya awan materi), proses akresi massa, planetesimal, dll. Demikian pula pengembangannya oleh Bondi dan Fred Hoyle sejak tahun 1944. 8. Hipotesis Ledakan Nova/Supernova Fred Hoyle (1915 – 2001), astrofisikawan dan kosmolog Inggris yang terkenal dengan teori steady state dalam pembentukan Jagad Raya, pada tahun 1944 mengemukakan teori mirip teori bintang ganda, namun lebih fokus dan berlandas acu pada mekanisme ledakannya. Awalnya Matahari merupakan sistem bintang ganda, bintang pasangan Matahari meledak sebagai supernova. Ledakan tersebut cukup kuat untuk melontarkan sebagian besar massanya ke luar sistem Tata Surya, meninggalkan sisanya yang sedikit dan hanya cukup untuk membentuk planet-planet dan satelit (mempertimbangkan kendala bintang gandanya Lyttleton). Permodelan mekanisme ledakan inilah yang belum tuntas sedemikian komposisi ataupun distribusi materinya belum sesuai dengan kondisi sekarang. Teori yang sempat muncul di atas hingga kini sulit dibuktikan baik secara analisis teori maupun secara pengamatan. Namun, detail perhitungan kasus per kasus masih tetap dipertahankan. Pada akhirnya mulai tahun 1944, berdasar kehadiran materi antar bintang dengan segala jenis sifat dan kandungannya, serta gerak acak (turbulensi) yang dimiliki materi tersebut – teori Kant-Laplace disempurnakan oleh Carl Friedrich von Weisszacker, seorang filsuf dan ahli Fisika Jerman. Gagasannya sebenarnya juga merupakan pengembangan gagasan Descartes (Vortex Model). Landasannya adalah masalah turbulensi pada materi antar bintangnya. Teorinya disempurnakan kembali tahun 1948 oleh Dirk Ter Haar, ahli fisika Belanda. Namun, bagaimana kala waktu terbentuknya planet masih belum sesuai hasil penelitian bidang ke-planet-an. Hasilnya, kala waktu terbentuknya planet terlalu singkat, beberapa juta tahun. Sementara itu, hasil telaah usia batuan (Bumi) mencapai orde milyard tahun (juga teori yang ada sekarang, termasuk usia Bulan). 9. Standard Masa Kini Dari hasil penelitian yang dikombinasikan dengan data pengamatan, pada akhirnya teori kabut ataupun lainnya diracik ulang dan dikembangkan Gerard Peter Kuiper (1905 – 1973, astronom Amerika Serikat kelahiran Belanda, yang juga mendeteksi pertama kali adanya atmosfer di Titan, satelitnya Saturnus) sejak 1944 hingga 1950. Berawal dari hadirnya materi purba atau materi antar bintang dan merupakan teori yang paling memenuhi syarat (kala itu) karena dapat menjelaskan lahirnya Tata Surya kita maupun Tata Surya lain setelah dibandingkan dengan data pengamatan yang salah satunya dibantu dengan ditemukannya planet-planet di luar Tata Surya. Namun, teori ini sebenarnya merupakan gabungan ragam penelitian yang menyangkut antara lain mekanisme planetesimal, adanya protoplanet, analisis pusaran, turbulensi, pertimbangan momentum sudut (dinamika Tata Surya secara keseluruhan), dll.