VOC (Verenigde Oost-Indesche Compagnie) atau Persekutuan Perusahaan Hindia Timur adalah kongsi dagang bentukan Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602. Organisasi ini memperoleh hak-hak istimewa dari parlemen Belanda, seperti hak monopoli dan hak kedaulatan sebagai suatu negara merdeka. Setelah mendapatkan hak tersebut, VOC berhasil melakukan intervensi dalam pemerintahan dan sedikit demi sedikit menguasai Indonesia. Tindakan VOC yang sewenang-wenang menimbulkan perlawanan dari rakyat indonesia di berbagai daerah salah satunya Banten. Banten adalah daerah pesisir Jawa yang memiliki letak yang sangat strategis dalam bidang perdagangan internasional. Banten sebagai sebuah kesultanan sudah sangat menarik bagi para pedagang. Baca juga: Perlawanan Kolonialisme Dan Imperialisme: Latar Belakang dan Kronologis Kejadian Sultan Agung Versus J.P Coen Banyak sekali pedagang yang ingin merapatkan kapalnya di pelabuhan Banten, baik yang berasal dari Eropa maupun Asia termasuk Nusantara. Potensi alam yang dimiliki Banten pun menjadi daya tarik tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Kemudian pada perkembangannya, Banten menjadi pelabuhan yang sangat populer pada masa Sultan Ageng Tirtayasa sekitar tahun 1650 M. Latar belakang Perlawanan Banten Kepopuleran Banten sebagai pelabuhan dagang internasional menarik VOC yang saat itu telah menduduki Sunda Kelapa (Jakarta) untuk menguasai Banten. Latar belakang perlawanan Banten didasarkan pada 2 hal, yaitu: - Adanya Blokade dan gangguan yang dilakukan VOC terhadap kapal dagang dari Cina dan Maluku yang akan menuju Banten. - Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa. Jalannya Perlawanan Banten terhadap VOC Strategi yang dilakukan VOC untuk menaklukan Banten adalah politik adu domba (Devide et Impera). VOC mendapatkan celah kelemahan dari Sultan Ageng Tirtayasa melalui putra mahkotanya yang bernama Sultan Haji. VOC mulai menghasut Sultan Haji agar merebut kekuasaan dari ayahnya (Sultan Ageng Tirtayasa). Sultan Haji yang sangat berambisi untuk berkuasa di Banten akhirnya membuat perjanjian dengan VOC untuk menyingkirkan ayahnya dari tahta Kesultanan Banten. Perjanjian tersebut dilakukan karena Sultan Haji khawatir akan tahta kekuasaan Banten nantinya tidak dilimpahkan kepada dirinya tapi kepada Pangeran Purbaya selaku saudara laki-lakinya. Baca juga: Perlawanan Kolonialisme Dan Imperialisme: Aceh Versus Portugis dan VOC Perlawanan Banten VOC dan Sultan Haji berhasil merebut Istana Surosowan dan menjadi Sultan Banten pada tahun 1681. Pasca direbutnya Istana Surosowan, Sultan Ageng Tirtayasa berpindah ke daerah Tirtayasa (Serang) untuk mendirikan keraton baru dan mengumpulkan bekal untuk merebut kembali keraton Surosowan. Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (1981) karya M.C Ricklefs, disebutkan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa melakukan upaya perebutan kembali Istana Surosowan pada 1682. Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji dalam penyerangan tersebut, sehingga Sultan Haji meminta bantuan VOC. Sultan Haji dan VOC mampu meredam perlawanan dan berhasil memukul mundur pasukan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya hingga ke Bogor. Akhir perlawanan banten Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya berhasil ditangkap oleh VOC pada 1983 dan ia dibawa ke Batavia sebagai tahanan. VOC juga berhasil menjadikan Sultan Haji sebagai ‘’raja boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara tidak langsung VOC dapat menaklukan Banten serta memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa.