Dari sekian banyak efek yang ditimbulkan, tahukah Anda bahwa penggunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya dapat mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai pusat kendali tubuh? Akibatnya hal ini akan berpengaruh terhadap seluruh fungsi tubuh Anda. Lantas, seperti apa efek narkoba pada otak? Efek narkoba pada otak yang harus Anda waspadai 1. Memanipulasi perasaan, mood, dan perilaku Karena narkoba berpengaruh pada kerja otak, narkoba bisa mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah sebabnya narkotika disebut zat psikoaktif. Ada beberapa macam efek narkoba pada otak, seperti menghambat kerja otak, yang disebut depresansia, hal ini akan menurunkan kesadaran sehingga timbul rasa kantuk. Contohnya adalah golongan opioida seperti candu, morfin, heroin, petidin), obat penenang (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK, Lexo, Rohyp, MG dan alkohol. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas ‘kehidupan’ perasaan, yang disebut sistem limbus. Hipotalamus sebagai pusat kenikmatan pada otak adalah bagian dari sistem limbus. 2. Memacu kerja otak berlebihan Narkoba juga dapat memacu kerja otak atau yang sering disebut stimulan, sehingga timbul rasa segar dan semangat, percaya diri meningkat, dan hubungan dengan orang lain menjadi akrab. Namun, hal ini bisa menyebabkan Anda tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang terdapat dalam tembakau. 3. Memicu halusinasi Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal, atau yang juga sering disebut halusinogen. Contoh adalah LSD. Selain LSD, ada ganja yang menimbulkan berbagai pengaruh, seperti berubahnya persepsi waktu dan ruang, serta meningkatnya daya khayal, sehingga ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenika. Dalam sel otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Sejumlah neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamin. Pengaruh narkoba terhadap sistem saraf Penyalahgunaan narkotika memiliki pengaruh terhadap kerja sistem saraf. Apa saja? Berikut penjelasannya. Gangguan saraf sensorik. Gangguan ini menyebabkan rasa kebas dan penglihatan buram hingga bisa menyebabkan kebutaan. Gangguan saraf otonom. Gangguan ini menyebabkan gerakan yang tidak dikehendaki melalui gerak motorik. Sehingga orang yang dalam keadaan mabuk bisa melakukan apa saja di luar kesadarannya. Misalnya saat mabuk, para pemakai ini bisa mengganggu orang, berkelahi dan sebagainya. Gangguan saraf motorik. Gerakan ini tanpa koordinasi dengan sistem motoriknya. Contohnya seperti orang lagi ‘on’, kepalanya bisa goyang-goyang sendiri, gerakannya baru berhenti jika pengaruh narkobanya hilang. Gangguan saraf vegetatif. Hal ini terkait bahasa yang keluar di luar kesadaran. Tak hanya itu, efek narkoba pada otak bisa menimbulkan rasa takut dan kurang percaya diri jika tidak menggunakannya. Dalam jangka panjang, narkoba secara perlahan bisa merusak sistem saraf di otak mulai dari ringan hingga permanen. Saat penggunaan narkotika, muatan listrik dalam otak berlebihan, jika sudah kecanduan, maka lama kelamaan saraf bisa rusak. Apakah Anda ingin menjadi buta, gangguan kesadaran, atau dipenjara secara sengaja hanya karena narkoba? Bagaimana pengguna narkoba bisa jadi ketergantungan? Lalu, apa yang terjadi pada seseorang yang ketergantungan? Ketergantungan adalah semacam ‘pembelajaran’ sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Ketika Anda mencoba mengonsumsi narkoba, otak akan membaca tanggapan tubuh Anda. Jika merasa nyaman, otak mengeluarkan neurotransmitter dopamin dan akan memberikan kesan menyenangkan. Otak merekamnya sebagai sesuatu yang dicari sebagai prioritas karena dianggap menyenangkan. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah orang itu memerlukannya sebagai kebutuhan pokok dan terjadi kecanduan atau ketergantungan. Dalam keadaan ketergantungan, pecandu merasa sangat tidak nyaman dan kesakitan. Untuk mendapatkan narkoba, dia akan melakukan segala cara seperti mencuri, bahkan membunuh. Pada kasus ketergantungan, seseorang harus senantiasa memakai narkoba, jika tidak, timbul gejala putus obat (atau disebut juga sakau), jika pemakaiannya dihentikan atau jumlahnya dikurangi. Gejalanya bergantung jenis narkoba yang digunakan. Gejala sakau opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit tidur. Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh lain, seperti jantung, paru-paru, hati dan sistem reproduksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit. Pengguna narkoba akan terus meningkatkan dosis pemakaian sampai overdosis Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari oleh pemakai narkoba, harus dibayar mahal oleh dampak buruknya, seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman, rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya. Mengonsumsi narkoba secara terus-menerus menyebabkan peningkatan toleransi tubuh sehingga pemakai tidak dapat mengontrol penggunaannya dan cenderung untuk terus meningkatkan dosis pemakaian sampai akhirnya tubuhnya tidak dapat menerima lagi. Hal ini yang disebut dengan overdosis. Saraf merupakan salah satu organ penting pada manusia yang mengatur sistem tubuh. Jika ia mengalami kerusakan maka bisa menyebabkan kecacatan yang permanen dan sulit untuk diperbaiki. Anda tidak mau bukan, cacat hanya karena narkoba?