Pertempuran Arek-arek Suroboyo melawan Inggris mencapai puncaknya pada tanggal 10 November 1945. Latar belakang pertempuran Arek-arek Suroboyo adalah pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato pada tanggal 18 September 1945. Meski Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bukan berarti bangsa ini sudah sepenuhnya bebas dari upaya bangsa lain yang masih ingin menguasai Nusantara. Pertempuran Arek-arek Suroboyo adalah perang pertama bangsa Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sejarah pertempuran Surabaya kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. Baca juga: Kronologi Singkat Pengambilalihan Kekuasaan Jepang di Yogyakarta Kronologi Singkat Pertempuran Lima Hari Rakyat Semarang Melawan Jepang Perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran mangkubumi Latar Belakang dan Kronologi Sejarah Tanggal 31 Agustus 1945 atau kurang lebih setengah bulan setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah menyerukan bahwa mulai 1 September 1945, bendera merah putih dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia. Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, para pemuda dan pejuang di Surabaya menurunkan dan merobek warna biru dalam triwarna bendera Belanda yang dikibarkan di Hotel Yamato 19 September 1945. Bendera tersebut kemudian dinaikkan kembali dengan menyisakan warna merah dan putih yang merupakan warna bendera Indonesia. Sebelumnya, pasukan Sekutu, termasuk ada Inggris dan Belanda (NICA), telah tiba di Jakarta pada 15 September 1945. Pasukan gabungan yang baru saja memenangkan Perang Dunia Kedua atas Jepang ini memasuki Kota Surabaya tanggal 25 Oktober 1945. Pasukan Sekutu termasuk Inggris dan Belanda tergabung dalam Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) atau Bantuan Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan Interniran untuk melucuti senjata tentara Jepang. Perang pertama antara pejuang RI dan arek-arek Surabaya melawan Sekutu atau Inggris terjadi pada 27 Oktober 1945. Tanggal 30 Oktober 1945, dinukil dari Sedjarah TNI-Angkatan Darat 1945-1965 (1965), pemimpin pasukan Inggris di Jawa Timur, Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby, tewas dalam suatu insiden. Akhir dan Dampak Pertempuran Surabaya Posisi Mallaby sebagai pemimpin pasukan di Jawa Timur kemudian digantikan oleh Mayor Jenderal Robert Mansergh yang juga Komandan Divisi 5 Inggris. G. Moedjanto dalam Indonesia Abad ke-20 (1998) menuliskan, tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya, yang isinya antara lain: - Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri. - Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris. - Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Para pemimpin perjuangan, arek-arek Surabaya, dan segenap rakyat tidak mengindahkan ancaman Inggris. Maka, terjadilah pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran ini menelan korban nyawa hingga ribuan jiwa, Surabaya pun hancur lebur. Salah satu tokoh yang berperan besar mengobarkan semangat perlawanan rakyat Surabaya dalam pertempuran ini adalah Bung Tomo. Bung tomo sebagai orator membangkitkan semangat arek-arek suroboyo dalam menghadapi tentara sekutu dengan pidato-pidatonya saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pidatonya yang terkenal yaitu "Merdeka atau Mati" dan "Sekali Merdeka Tetap Merdeka". M.C. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia(1993) mencatat, akibat pertempuran Surabaya ini menewaskan setidaknya 6.000-16.000 orang dari pihak Indonesia. Sedangkan korban tewas dari pasukan Sekutu kira-kira sejumlah 600-2.000 orang. Tak hanya itu. Menurut Stanley Woodburn Kirby dalam The War Against Japan (1965), tidak kurang dari 200.000 orang yang terdiri dari rakyat sipil terpaksa mengungsi dari Surabaya ke daerah-daerah yang lebih aman akibat pecahnya pertempuran tersebut. Akhir pertempuran Surabaya 10 November 1945 memang berakhir dengan kekalahan untuk Arek Surabaya, namun kejadian ini dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Pertempuran Surabaya juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan. Setahun setelah peristiwa itu, yakni pada 10 November 1946, Presiden Sukarno menetapkan bahwa setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan dan diperingati hingga saat ini.