Orang dewasa yang sering kentut mungkin dianggap wajar, bahkan bisa jadi bahan ejekan. Namun jika bayi yang sering kentut, ini normal atau tidak? Pada dasarnya, tiap harinya manusia mengeluarkan gas, tak terkecuali bayi. Faktanya, menurut penelitian bayi cenderung lebih sering kentut dibandingkan dengan orang dewasa. Ini karena berbagai hal membuat bayi banyak menelan udara. Misalnya saat ia menangis, menyusu, atau makan. Dikatakan oleh dr. Muhammad Iqbal Ramadhan dari KlikDokter, bayi yang sering kentut masih masuk dalam kategori normal. “Kalau intensitas kentutnya jarang, malah justru perlu diwaspadai. Bayi, kan, mudah k menelan angin. Kalau anginnya tidak dikeluarkan, perut bayi bisa kembung dan membuatnya tak nyaman, lalu menangis kesakitan,” dr. Iqbal menjelaskan. Bayi kentut akibat perut kembung memang banyak dialami oleh bayi, terutama jika usia bayi masih kurang dari 3 bulan. “Ini karena pencernaannya belum sempurna, makanya perut jadi lebih banyak mengandung angin dan bayi harus kentut,” tambah dr. Iqbal. Jika suatu hari Anda mendapati bayi kentut lebih sering dari biasanya dan menimbulkan bau tak sedap, inilah saatnya Anda harus waspada. Penyebab bayi sering kentut Ada beberapa penyebab bayi sering kentut, dari yang normal hingga yang perlu Anda waspadai. 1. Tergantung apa yang dimakan ibu menyusui Menurut dr. Iqbal, seberapa sering serta bau atau tidaknya kentut bayi bisa dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu menyusui atau makanan bayi (MPASI) yang diberikan. “Kalau ibu suka mengonsumsi makanan yang mengandung gas atau memberikan anak makanan seperti kol, brokoli, mangga, atau makanan bertepung lainnya, tak jarang bayi jadi lebih sering kentut dari biasanya. Untuk itu, hindari makanan yang mengandung gas tinggi, termasuk minuman bersoda,” jelas dr. Iqbal. 2. Tidak menyimpan ASI perah (ASIP) dengan benar Penyimpanan ASIP yang kurang benar juga bisa menimbulkan masalah perut kembung bayi. Karenanya, dr. Iqbal menyarankan agar wadah yang digunakan untuk menyimpan ASIP ditutup rapat agar tidak ada angin yang masuk dan letakkan di ruangan tertutup. 3. Posisi latching kurang pas Menurut sebuah artikel yang dipublikasikan di jurnal medis “Clinical Lactation” tahun 2011, kondisi tongue-tie (tali lidah pendek) bisa menyebabkan masalah terkait gas pada bayi. Selain itu, bayi dengan tongue-tie juga akan kesulitan melekatkan payudara ke dalam mulutnya, atau mulutnya tidak melekat sepenuhnya saat menyusu. Jika cara bayi menyusui tidak benar, diasumsikan mereka menelan banyak udara saat menyusu. 4. Mencoba makanan padat pertama kalinya Hal lain yang menyebabkan bayi jadi sering kentut adalah mencoba makanan padat pendamping ASI (MPASI) untuk pertama kalinya. Bayi yang sedang belajar mengonsumsi makanan padat kerap mengalami perut kembung. Makanan baru dianggap sebagai sesuatu yang “asing”, sehingga bisa menyebabkan perut kembung dan membuatnya sering kentut. 5. Menyusu dari botol Menyusu dari botol diketahui dapat menyebabkan gas pada bayi. Jika bayi menyusu dari botol, berarti derasnya susu yang keluar lebih cepat, sehingga bayi juga menelan lebih banyak udara. Anda bisa mencoba beberapa posisi untuk mengurangi aliran susu. Beberapa merek botol susu bayi juga memiliki fitur untuk mengurangi aliran susu tersebut. 6. Masalah pencernaan Bisa yang sering kentut juga mungkin mengalami masalah pencernaan akibat produk susu diberikan mengandung laktosa. Ini bisa jadi tanda intoleransi, atau bisa juga alergi makanan jika bayi mengalami gejala lain seperti ruam, mual, muntah, diare, atau adanya darah dalam tinja. Penyebab lain bayi kentut berlebihan adalah gastroenteritis (radang pada lambung dan usus). Selain bayi jadi kentut lebih sering, penyakit tersebut juga disertai demam, tidak nafsu makan, serta jumlah tinja bayi yang lebih banyak. Kalau sudah begini, Anda harus membawa bayi ke dokter. Karena gas yang masuk ke tubuhnya dalam berbagai kesempatan membuat bayi jadi sering kentut, dan itu normal. Yang tergolong tidak normal adalah kentut yang beraroma kuat, bayi rewel, sulit makan, demam, serta gejala tak biasa lainnya. Jika itu terjadi, segera bawa si Kecil ke dokter anak untuk mendapatkan penanganan yang tepat.