Kecanduan game online merupakan fenomena yang ada dan banyak terjadi di masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Bagi para pecandu, bermain game online adalah segala-galanya, mereka kadang lupa melakukan tugas utama mereka, misalnya bekerja atau belajar, dan yang lebih parah lagi, mereka lupa untuk merawat diri mereka sendiri. Terlalu asyik bermain game online menyebabkan pecandunya menjadi lupa mandi, makan, bahkan tidur. Dalam buku guideline ahli jiwa sedunia edisi terbaru, DSM-5, kecanduan game online atau internet gaming disorder, terdapat pada Section III – Condition for Further Study, yang artinya kondisi kecanduan game online membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menyusun kriteria diagnosis gangguan ini. Preokupasi terhadap game online, kecemasan dan kegelisahan bila tidak bermain game online, kehilangan minat terhadap hal lain, hubungan sosial yang buruk, dan gangguan dalam pekerjaan merupakan contoh hal-hal yang perlu diteliti lebih jauh untuk membuat kriteria diagnosis yang akurat. Kecanduan game online mirip namun berbeda dengan kecanduan judi online maupun kecanduan mengakses situs pornografi. Kecanduan judi online termasuk dalam kecanduan judi yang hingga saat ini merupakan satu-satunya kecanduan yang tidak berkaitan dengan penyalahgunaan zat terlarang. Perbedaan kecanduan game online dan judi online adalah tidak adanya keterlibatan uang di dalamnya. ‘Kecanduan’ game online dinyatakan pertama kali oleh pemerintah Cina dan telah dilakukan terapi terhadap orang-orang yang kecanduan game online. Kasus-kasus serupa belakangan muncul di berbagai jurnal kedokteran, sebagian besar berasal dari negara-negara Asia dan Amerika Serikat. Penelitian menunjukkan terdapat kesamaan perubahan perilaku akibat bermain game online dengan judi dan penyalahgunaan zat tertentu, antara lain toleransi (intensitas bermain yang terus meningkat untuk menimbulkan kepuasan), withdrawal (muncul kegelisahan jika tidak bermain), ketidakmampuan untuk berhenti yang terjadi secara berulang, dan gangguan fungsi kehidupan sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan adanya studi yang menyebutkan adanya aktivitas pada bagian otak tertentu yang dipacu oleh game online persis seperti keadaan pecandu saat terpapar zat yang disalahgunakannya. Pecandu game online akan duduk di depan komputer selama berjam-jam bermain game online dan melalaikan tugasnya yang lain. Umumnya pecandu bermain game online lebih dari 8-10 jam perhari dan paling sedikit 30 jam perminggu. Apabila mereka dilarang untuk menggunakan komputer atau bermain game online, mereka menjadi gelisah dan mudah marah. Pecandu seringkali bermain dalam waktu lama tanpa makan dan tidur. Kegiatan sehari-hari seperti sekolah, bekerja, atau pekerjaan rumah tangga terbengkalai. Game online yang biasa dimainkan oleh pecandu biasanya adalah jenis game yang berkelanjutan dan dimainkan secara berkelompok selama berjam-jam. Pemain dapat berasal dari berbagai negara yang terhubung secara online, mereka membentuk tim dan menyusun strategi, sehingga terbentuk interaksi sosial yang sifatnya virtual namun signifikan selama permainan berlangsung. Di sisi lain, aktivitas ini memutus interaksi sosial pemain dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Akibatnya banyak pecandu game online yang tidak menyelesaikan sekolahnya, kehilangan pekerjaan atau mengalami kegagalan dalam pernikahan. Hingga saat ini, prevalensi pecandu game online belum jelas, namun kemungkinan tertinggi di negara-negara Asia, laki-laki, dan usia 12-20 tahun. Kasus ini banyak dilaporkan di negara-negara Asia, terutama Cina dan Korea Selatan, namun lebih sedikit di Eropa dan Amerika. Faktor risiko yang berpengaruh antara lain ketersediaan koneksi internet yang memungkinkan akses game online, remaja, dan laki-laki. Masih perlu dilakukan penelitian mengenai keterlibatan genetik maupun faktor lainnya untuk menunjukkan mengapa kebanyakan kasus ditemukan di negara-negara Asia.