Ada cerita panjang di balik terbentuknya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka alias Paskibraka. Cerita panjang tersebut kemudian tertuang dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelanggaran Kegiatan Pengibar Bendera Pusaka. Dalam aturan itu disebutkan bahwa Paskibraka lahir bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, pada Jumat, 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 pagi. Setelah Proklamasi untuk kali pertama secara resmi diperdengarkan, bendera kebangsaan Merah Putih dikibarkan oleh dua orang muda-mudi yang dipimpin oleh Latief Hendraningrat. Namun, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, perjuangan belum usai. Belanda masih tetap ingin menguasai Indonesia sehingga pertempuran dan perjuangan masih berlanjut. Pada 4 Januari 1946, situasi Jakarta sangat genting, Presiden dan Wakil Presiden RI Indonesia meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Bendera Pusaka turut dibawa dan dimasukkan dalam koper pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya, ibu kota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Awal dibentuk Paskibraka Secara resmi, gagasan Paskibraka di Indonesia muncul pada tahun 1946. Hal itu bermula saat Presiden Soekarno memanggil ajudannya yaitu Mayor Husein Mutahar untuk mempersiapkan upacara kenegaraan peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Terbesit dalam benak Mayor Husein Mutahar bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia. Lantaran masih alam keadaan darurat, maka Husein Mutahar hanya menunjuk 5 orang pemuda yang terdiri dari 3 orang putri dan 2 orang putra sebagai perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada pertengahan Juni 1948, setelah misi penyelamatan Bendera Pusaka selesai dilakukan oleh Husein Mutahar, ia tidak lagi menangani masalah pengibaran Bendera Pusaka. Kemudian pada tahun 1967, Husein Mutahar yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan dipanggil oleh Presiden Soeharto untuk menangani kembali masalah pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta. Sejak saat itu, pasukan pengibaran terdiri dari 3 kelompok yakni, kelompok 17 sebagai pengiring depan, kelompok 8 sebagai pembawa bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal. Tiga kelompok tersebut merupakan simbol tanggal Proklamasi Indonesia. Nama pasukan pengibar bendera baru muncul pada tahun 1973. Idik Sulaeman sebagai pembina pasukan pengibar bendera mengusulkan nama Pasukan Pengibara Bendera atau Paskibraka. Gandeng BPIP Adapun suku sakata "pas" berasal dari kata pasukan, paduan ucapan "kibra" berasal dari pengibar bendera, dan suku kata "ka" dari kata pusaka. Sejak itulah penyebutan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan singkatan Paskibraka. Hingga 76 Tahun Indonesia berdiri, Bendera Pusaka dan Paskibraka menjadi komponen penting dan tak bisa lepas dari upacara peringatan Proklamasi. Walau di tengah pandemi, upacara pengibaran bendera tetap digelar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tak hanya sekadar menaikkan dan menurunkan bendera Paskibraka memiliki sejarah panjang, sepanjang usia Republik Indonesia. Dari sejarah tersebut bisa dilihat bahwa kegiatan Paskibraka tidak hanya sekadar menaikkan atau menurunkan Bendera Merah Putih, tetapi lebih dari itu. Kegiatan Paskibraka penuh dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan, cinta Tanah Air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara. Kegiatan Paskibraka merupakan rangkaian dari mata rantai aktivitas yang dimulai dari persiapan, sosialisasi, rekrutmen dan seleksi, pemusatan latihan sampai pelaksanaan pengibaran dan penurunan Bendera Pusaka serta pemberian penghargaan kepada anggota Paskibraka yang telah berhasil menunaikan tugasnya.