Kalau makanan ada status sosialnya, lobster sepertinya akan menempati level tertinggi di antara banyak jenis makanan lain. Mirip-mirip lah sama truffle atau caviar yang biasanya menghiasi menu restoran-restoran bintang lima. Meskipun sekarang sudah mulai banyak warung-warung seafood yang menyajikan lobster dan dijual dengan harga lebih rendah, tapi tetep aja lobster dianggap sebagai makanan kelas atas yang cukup merogoh kocek yang lumayan. Padahal jauh sebelum jadi primadona, lobster justru dianggap makanan “sampah” yang nggak berharga. Lobster kerap dijadikan makanan para budak dan tahanan di abad ke-19. Para napi zaman dulu hampir setiap hari dikasih makan lobster sampai mereka protes dan minta makan lobsternya seminggu sekali aja. Lalu, gimana ya perjalanan lobster yang dulu identik sama makanan kaum miskin, bisa jadi kayak sekarang yang justru dikenal sebagai makanan mewah? Jauh sebelum ada alat transportasi yang menghubungkan antarkota, lobster cuma bisa ditemui di daerah-daerah pesisir Amerika bagian Timur. Salah satu yang terkenal sebagai penghasil lobster adalah Kota Maine Bagi masyarakat di daerah pesisir, lobster adalah sumber protein yang sering banget ditemui. Setelah badai menerjang, ribuan lobster akan terdampar di bibir pantai. Biasanya orang akan cepat-cepat mengambilnya sebelum dagingnya rusak. Soalnya saat lobster mati, enzim dalam perutnya akan merembes keluar dan membuat dagingnya busuk. Makanya, lobster pasti dimasak hidup-hidup biar dagingnya fresh. Nah, saking banyaknya lobster di laut, orang-orang Maine hampir setiap hari makan lobster. Malah sering juga banyak lobster yang membusuk di bibir pantai dan menimbulkan bau busuk. Inilah yang menyebabkan makanan ini juga dijuluki “makanan sampah” dan identik sama kemiskinan. Bahkan lobster punya julukan sangat buruk: kecoa laut. Sekitar abad 19, lobster dijadikan makanan wajib para tahanan dan budak. Hampir setiap hari mereka diberi makan lobster. Cangkang lobster juga kerap jadi umpan ikan Karena gampang banget buat mendapatkan lobster, orang zaman dulu bahkan nggak perlu mengeluarkan uang untuk bisa makan lobster. Lobster jadi satu-satunya sumber protein orang-orang miskin. Makanan ini juga identik sama makanan tahanan, para budak, kucing, dan juga umpan ikan! Bahkan lobster jauh lebih murah dibanding sekaleng kacang! Titik balik lobster ada saat momen Perang Dunia II. Waktu itu makanan kaleng baru populer karena tentara butuh makanan yang tahan lama. Ditambah alat transportasi mulai berkembang, membuat lobster jadi bisa dinikmati di banyak daerah Saat Perang dunia II para tentara membutuhkan makanan yang bisa tahan lebih lama. Akhirnya dibuatlah makanan kaleng. Waktu itu lobster juga dibuat versi kalengnya. Nah, lobster versi kaleng ini bikin banyak orang dari luar wilayah pesisir jadi bisa menikmatinya. Ditambah waktu itu alat transportasi juga mulai berkembang. Orang bisa bepergian pakai kereta api dari satu kota ke kota lain. Ternyata lobster banyak disukai masyarakat dari daerah lain yang sebelumnya belum pernah mencicipi kudapan ini. Sampai-sampai banyak orang rela mendatangi New England –lokasi Kota Maine dan banyak kota lainnya– hanya untuk menyantap lobster segar. Tingginya permintaan lobster membuat makanan ini kini jadi primadona. Salah satu yang bikin mahal juga karena lobster harus dikirim hidup-hidup sebelum akhirnya dimasak. Ini yang membuat biaya pengiriman dan perawatannya tinggi, sehingga harga jualnya juga harus tinggi. Menarik sih, mengetahui kalau ternyata lobster dulunya adalah makanan kaum duafa. Selang 50 tahunan kemudian, makanan ini justru jadi hidangan kelas atas~