Potensi penyakit tidak menular cukup tinggi, salah satunya gagal ginjal. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Cut Putri Ariane mengatakan, saat ini Indonesia dalam masa transisi. "Mulai dari transisi demografi, di mana penduduk kita juga usia harapan hidup memanjang. Saat ini, wanita sekitar 71 tahun, pria lebih pendek 68 tahun," ujar Cut dalam peringatan Hari Ginjal Sedunia. 1. Kurang gerak jadi salah satu faktor risiko penyakit tidak menular Selain itu, lanjut Cut, terdapat transisi teknologi. Hampir semua kegiatan dapat dilakukan tanpa harus banyak bergerak. Semua sudah dalam genggaman. "Termasuk memesan makan melalui ojek online. Itu merupakan salah satu faktor risiko. Kita juga mengalami transisi ekonomi, pendapatan per kapita seseorang terus meningkat, maka kegiatan banyak ke kuliner," tuturnya. 2. Penyakit tidak menular dapat menghambat produktivitas "Kita juga mengalami burden of disease, jadi penyakit menular belum selesai, tetapi penyakit tidak menular ikut bertambah," lanjut Cut. Hal itu berpotensi hilangnya hari produktif akibat penyakit tidak menular cukup tinggi. Pada pasien stroke, misalnya, ia telah kehilangan hari produktif, lalu ditambah orang yang merawat dan mendampinginya. "Jadi ada dua orang yang kehilangan produktivitas," katanya. 3. Penyakit tidak menular disebabkan berbagai faktor Cut menjelaskan, ada empat penyakit utama tidak menular, yaitu cardioserebrovaskular (jantung, stroke, dan hipertensi), diabetes Melitus, kanker, dan gagal ginjal. Penyakit tidak menular disebabkan berbagai faktor, misalnya merokok dan minum beralkohol. "Kenapa kita melihat faktor risiko? Untuk penyakit tidak menular lebih mudah mencegah di tahap faktor risiko dibanding seseorang sudah menderita penyakit tidak menular. Apabila sudah menderita penyakit tidak menular, seumur hidup harus mendapat pengobatan," jelasnya. 4. Penderita penyakit ginjal kronis kian meningkat Data terkini, penderita penyakit ginjal kronis (PGK) juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, persentase penyakit ginjal kronis (PGK) sebesar 3,8 persen, naik 1,8 persen dari tahun 2013. "Akses layanan yang belum merata di seluruh Indonesia menjadi salah satu permasalahan utama dalam penanggulangan PGK. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian dari berbagai pihak, baik pemerintah, sektor swasta, dan peran serta seluruh masyarakat," ujar Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr. Aida Lydia. 5. Sektor swasta turut berperan mencegah penyakit tidak menular Selain regulasi dari pemerintah, sektor swasta juga dinilai turut berperan dalam mencegah penyakit tidak menular, termasuk gagal ginjal. Managing Director PT Fresenius Medical Care Indonesia dr.Parulian Simandjuntak mengatakan, PT Fresenius Medical Care Indonesia secara simultan melakukan program-program Corporate Social Responsibility (CSR). Misalnya, komunikasi informasi dan edukasi kesehatan ginjal kepada lebih dari 500 siswa sekolah tingkat SD dan SMP, melatih 100 kader, edukasi tata laksana PGK kepada lebih dari 100 perawat hemodialisis setiap tahun, dan peningkatan kapasitas dokter melalui workshop dan seminar. "Di samping itu, kami juga telah melakukan advokasi kebijakan pelayanan pasien gagal ginjal bersama-sama dengan para pemangku kebijakan," tuturnya. Bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, berbagai bentuk kegiatan yang telah disepakati meliputi kampanye The Kidney Kid bagi anak usia sekolah, seminar kesehatan ginjal bagi masyarakat awam dan pasien gagal ginjal, pelatihan kader di 3 kabupaten/kota.