Kota Yogyakarta, salah satu kota yang punya sejuta pesona. Kota terbesar keempat di wilayah Pulau Jawa bagian selatan ini merupakan kota yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun internasional. Tapi, tak cuma dikenal kotanya, warga Jogja juga dikenal kreatif. Kota yang mendapat julukan Kota Pelajar, Kota Budaya hingga Kota Seniman ini diperkirakan memiliki jumlah penduduk 413.961 jiwa. Di tengah gemerlap dan padatnya penduduk, berbagai masalah klise seperti sampah masih sering dijumpai. Sama seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, Yogyakarta juga menghadapi masalah sampah. Mulai dari sampah pabrik atau limbah hingga sampah visual. Hiruk-pikuk kota Yogyakarta yang semakin ramai dan padat setelah menjadi salah satu lokasi stategis membangun bisnis. Kehidupan masyarkat yang semakin modern, membuat kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan masih dianggap kurang. Hal inilah yang disoroti salah satu komunitas kecil di Kota Yogyakarta. Meski hanya berskala kecil, komunitas ini terus secara aktif melakukan aksi nyata untuk mengembalikan Kota Yogyakarta sesuai slogannya, yaitu Berhati Nyaman. Komunitas ini bernama Jogja Garuk Sampah. Bekti Maulana, Sosok yang Terus Lakukan Aksi Bersih-bersih Sampah Kegiatan Jogja Garuk Sampah yang rutin dilaksanakan setiap Rabu malam, (Sumber: Instagram/@garuksampah) Sosok pemuda yang kini masih berusia 21 tahun bernama Bekti Maulana, menjadi sosok inspirasi remaja di Kota Pelajar ini. Bekti Maulana adalah koordinator lapangan di komunitas Jogja Garuk Sampah. Sebelum bergabung dengan Jogja Garuk Sampah, Bekti Maulana memang tertarik dan konsen dalam isu lingkungan. Ia mengawalinya dengan kampanye tentang pentingnya kepedulian terhadap lingkungan di lingkup tempat tinggalnya dan sekolah. Pemuda yang juga punya hobi bersepeda ini mulai berkecimpung di gerakan peduli lingkungan sejak rekannya bernama Mas Windi juga tertarik dengan isu tersebut. Mas Windi, rekannya asal Blora, Jawa Tengah mengajak beberapa teman lainnya untuk menggalakkan aksi bersih-bersih kota. Aksi ini disebut dengan “Resik-resik Kota”. Jogja Garuk Sampah berawal dari pecinta sepeda yang peduli lingkungan kota Yogyakarta. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Mendengar rekannya membentuk sebuah perkumpulan tersebut, ia pun tergugah untuk ikut bergabung. “Secara tidak sengaja kegiatan Garuk Sampah yang dulu bernama Resik-resik Kota. Ternyata ini didinisasi oleh salah satu komunitas sepeda dengan saya yang juga merupakan pendatang dari Blora, Jawa Tengah. Hal ini kemudian menggugah diri saya untuk lebih peduli dan berani mengedukasi masyarakat secara langsung” ungkapnya. “Saya yang warga Jogja asli merasa harus terlibat secara langsung” sambung Bekti. Menjadi Koordinator Lapangan Jogja Garuk Sampah Bekti Maulana, koordinator lapangan Jogja Garuk Sampah. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Bekti Maulana sangat peduli pada gerakan anti sampah. Ia menceritakan bagaimana pergerakan awal orang-orang yang peduli lingkungan bisa membentuk komunitas yang hingga kini terus berfokus pada kebersihan kota Yogyakarta. Bekti Maulana sendiri bergabung komunitas ini setelah 3 bulan berjalan. Saat awal ia bergabung, Jogja Garuk Sampah masih memiliki jadwal kegiatan yang spontan dan hampir setiap hari. Selain itu, kegiatannya dilakukan pada malam hari. “Dulu namanya masih Resik-resik Kota. Belum pakai nama Garuk Sampah. Nama itu dipakai secara spontan karena kita ingin memakai nama yang unik. Mudah diingat tapi ya agak anehlah” jelasnya. Relawan Jogja Garuk Sampah ketika melakukan kegiatan bersih-berih sudut kota Yogyakarta. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Kemunculan Jogja Garuk Sampah didasari adanya keluhan dari pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta. Mereka mengeluhkan kondisi sudut kota terutama spot wisata Yogyakarta yang banyak sampah berserakan. Terutama sampah-sampah visual di ruang publik seperti di tempat wisata hingga jalanan besar kota Yogyakarta. Baginya Jogja Garuk Sampah sebenarnya tidak pas jika disebut sebagai komunitas namun lebih condong ke sebuah perkumpulan. “Ya, saya sebenarnya bukan sebagai pencetusnya atau insiatornya, saya hanya meneruskan saja dan dibantu teman-teman lainnya. Jogja Garuk Sampah juga agak kurang pas kalau disebut komunitas ya. Karena kita tidak mengikat para anggotanya dan tidak ada batas keterlibatan baik dari komunitas maupun masyarakat umum” ucap Bekti Maulana. Kegiatan yang Tak Hanya Berfokus pada Sampah Jogja Garuk Sampah tak hanya membersihkan sampah plastik. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Bekti Maulana selaku koordinator lapangan Jogja Garuk Sampah juga menyebutkan bahwa mereka tak hanya berfokus pada sampah-sampah saja. Ia menyebutkan bahwa komunitas ini juga menangani sampah-sampah visual seperti baliho dan pamflet yang justru membuat pemandangan tak enak. “Walaupun Garuk Sampah bersihin sampah, tapi sebenarnya tidak itu saja. Kita lebih memberikan pengenalan kepada masyarakat sekitar lokasi kegiatan untuk lebih mengenal kegiatan kearifan lokal yaitu kerja bakti atau gotong royong” jelas Bekti Maulana. Garuk Sampah mengagendakan kegiatannya setiap Rabu Malam. Keterlibatan para relawan pun bisa bervariasi. Mulai dari 20 sampai 50 orang dari berbagai kalangan. “Kalau ditanya keterlibatan, saya kira sudah ribuan yang bergabung. Karena setiap sekali kegiatan relawan-relawan yang terlibat tidak selalu sama. Rata-rata keterlibatan relawan dalam satu kali kegiatan bisa mencapai 20 hingga 50. Bahkan pernah juga mencapai 120 orang relawan” tuturnya. “Yang terlibat pun tidak melulu dari kalangan anak muda. Orang tua hingga ibu hamil pun kadang saya dapati turut terlibat dalam kegiatan”. Sampah visual seperti banner dan pamflet juga menjadi incaran komunitas ini. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Namun, Garuk Sampah tak selalu dihadiri relawan yang datang ketika kegiatan diadakan. Ketika ditanya hambatan apa yang dihadapi Garuk Sampah selama berjalan hampir 5 tahun ini adalah cuaca. “Hambatan biasanya dicuaca ya. Kalau hujan gitu relawan yang terlibat sangat sedikit. Bahkan saya pernah berkegiatan hanya sendiri karena hujan lebat dan tidak ada satupun relawan yang hadir.” Mengajak Masyarakat Lewat Media Sosial Relawan dari berbagai kalangan bisa ikut berkegiatan dengan Jogja Garuk Sampah. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Mengajak dan menyebarluaskan kepada masyarakat terutama kaum milenial untuk lebih peduli lingkungan memang bukan perkara mudah. Namun Bekti Maulana menyampaikan bahwa komunitas ini dulu hanya berasal dari mulut ke mulut. “Kalau dulu sebelum mengenal sosial media kami masih dari mulut ke mulut mengajak kawan terdekat, keluarga, juga orang-orang di kampung. Tapi setelah menerima masukan dari beberapa relawan akhirnya kita gunakan sosial media untuk meggandeng lebih banyak relawan yang ternyata antusiasme masyarakat umum besar sekali terlebih dari warga lokal maupun akademisi,” jelasnya. Terbukti, kini Jogja Garuk Sampah sudah memiliki beberapa akun media sosial seperti Instagram, Twitter dan Facebook. Akun-akun ini aktif memberikan informasi lokasi dimana akan diadakan kegiatan rutin Jogja Garuk Sampah. Selain melakukan kegiatan rutin setiap Rabu malam, Jogja Garuk Sampah dalam menyebarluaskan kesadaran masyarakat untuk peduli lingkungan juga lewat event-event besar yang ada di Kota Yogyakarta. “Selain kegiatan rutinnya di setiap Rabu malam, kawan Garuk Sampah juga selalu melakukan pengawalan event-event budaya seperti karnaval dan eventlainnya," terangnya. Hal ini bertujuan untuk menggugah kesadaran masyarakat lokal, wisatawan, juga penyelenggara event agar dapat lebih peduli terhadap lingkungan dan meminimalisir sampah efek karnaval” ungkap remaja yang kini sedang mencoba berwirausaha Mi Ayam ini. Harapan untuk Jogja Garuk Sampah dan Masyarakat Yogyakarta Bersih-bersih di kota Yogyakarta. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Berkiprah cukup lama dengan isu-isu lingkungan, Bekti Maulana memang sosok yang menginspirasi banyak orang. Tak hanya menjabat sebagai Koordinator Lapangan Jogja Garuk Sampah yang selalu aktif berkegiatan. Bekti Maulana bahkan baru-baru ini sempat menghadiri acara Jambore Indonesia Bersih & Bebas Sampah 2019 di Tabanan, Bali. Kegiatan Jambore IBBS adalah acara berkumpulnya seluruh pegiat yang peduli terhadap persoalan persampahan di Indonesia demi menciptakan berbagai solusi pengelolaan sampah berkelanjutan. Bergabung sejak tahun 2015 bersama Jogja Garuk Sampah menjadi wadah Bekti Maulana dan para relawan untuk mengedukasi masyarakat sekitar untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Tak hanya itu, dengan kegiatan bersih-bersih sudut kota ini juga membantu masyarakat di sekitar lokasi. Sampah yang dikumpulkan akan dipilah kembali sesuai jenisnya. Sampah-sampah dipilih sesuai dengan sampah organik dan non-organik. Untuk sampah yang tak bisa dimanfaatkan, akan dibuang di tempat pembuangan sampah di sekitar lokasi kegiatan. Lalu sampah yang masih bisa dimanfaatkan akan diberikan kepada para pemulung agar bisa dijual. Kegiatan Jogja Garuk Sampah pada 21 april 2019 di sepanjang kawasan Malioboro, diikuti oleh lebih dari 300 pelajar dan pemuda Jogja. (Sumber: Instagram/@garuksampah) Saat ditanyai harapan untuk Jogja Garuk Sampah dan masyarakat Yogyakarta, Bekti Maulana memberikan jawaban tak terduga. Kiprahnya dalam isu lingkungan dan ingin membaut Yogyakarta lebih bersih, ia justru mengungkapkan bahwa harapannya yaitu Jogja Garuk Sampah lekas bubar. “Harapannya Garuk Sampah segera bubar. Tergantikan oleh kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan,” tutupnya.