Kebanyakan dari kalian pasti sepakat dengan anggapan kalau tulisan seorang dokter itu sulit dibaca. Cara mereka menulis terkesan seperti diseret-seret, membuat rangkaian kata demi kata itu justru terlihat seperti tanda tangan yang sangat panjang, alih-alih seperti tulisan pada umumnya. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak dulu. Tapi anehnya, nggak pernah ada gerakan protes dari suster atau apoteker yang setiap hari bergelut dengan tulisan-tulisan abstrak dokter saat membaca resep yang ditulisnya. Sebagai pasien, saya pun sering banget bertanya-tanya, apa sih yang membuat tulisan para dokter –setidaknya yang pernah saya temui selama hidup– begitu jelek dan sulit dibaca? Sampai-sampai saya pernah suudzon, jangan-jangan dokter sengaja nulis pakai tulisan cakar ayam biar nggak bisa kebaca pasien, karena ada kode-kode rahasia yang cuma bisa dibaca sesama tenaga medis? Tapi kalau alasannya itu, kenapa mereka nggak sekalian berkomunikasi pakai sandi-sandi atau istilah kedokteran aja, toh, pasien atau orang awam juga nggak bakal tahu, kan? Tapi ternyata, ada alasan lain yang lebih logis terkait misteri terbesar abad ini lo, Guys! Simak, yuk~ Ternyata, semua fakta di atas ada hubungannya sama kebiasaan mereka saat masih menimba ilmu di jurusan kedokteran. Para calon dokter sering berhadapan sama situasi yang mengharuskan mereka membuat catatan dengan cepat Banyak yang bilang kuliah di jurusan kedokteran itu sulit, salah satunya karena banyak banget materi yang mesti dipelajari. Para calon dokter juga kerap didorong untuk selalu cepat, termasuk dalam hal menulis catatan, rangkuman, atau materi pelajaran. Gary Larson, seorang direktur medis, mengatakan kalau kebiasaan itu bikin kemampuan menulis para dokter memburuk seiring perjalanan waktu. Meski nggak semua, tapi faktanya, kebanyakan dokter memang punya tulisan tangan ala cakar ayam, alias jelek sekali huhuhu. Selain itu, ternyata jumlah pasien yang membludak, membuat para dokter nggak punya waktu buat bagus-bagusin tulisan. Jadi ya wajar kalau nulisnya jadi ala kadarnya Celine Thum, direktur medis di ParaDocs Worldwide, mengatakan kalau semua hal di dunia medis harus ada dokumentasinya. Para dokter nggak cuma diharuskan menulis resep aja, tapi juga keluhan pasien, riwayat kesehatan, pokoknya semua informasi tentang pasiennya deh. Semua itu dilakukan agar si pasien punya rekam medis. Jadi kalau suatu hari pasien datang lagi ke sana dengan gejala yang sama atau berbeda, daftar riwayat si pasien yang tertulis jadi data yang sangat penting untuk diagnosis dokter. Dengan jumlah pasien yang bisa mencapai puluhan sehari, jam kerja dokter bisa sangat panjang. Karena udah capek, mereka jadi nggak sempat mikirin tulisannya bagus atau enggak Seorang dokter bisa bekerja belasan jam dalam sehari. Belum lagi kalau ada operasi atau tindakan-tindakan medis lain di samping memeriksa pasien reguler. Rasa lelah luar biasa ini bikin mereka jadi nggak sempat mikirin tulisannya bagus atau nggak. Yang penting pasien tertangani, dapet obat, sembuh. Bayangin aja kalau para dokter nulisnya lama, sedangkan di luar ruang praktiknya, pasien-pasien udah pada antri. Kan kasihan… Meski ada sejumlah alasan logis kayak di atas, tapi sekarang udah banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan dokter memasukkan data atau menulis resep di komputer, bukan tulisan tangan lagi Tulisan dokter yang kayak cakar ayam itu ternyata berisiko tinggi salah dibaca. Kalau yang salah baca pasien sih mungkin masih nggak masalah. Tapi apa jadinya kalau yang salah menafsirkan adalah apoteker? Padahal apoteker bertugas memberi atau meracik obat untuk pasien sesuai resep dari dokter. Risikonya bisa fatal banget misal mereka salah membaca dosis yang ada di resep. Misalnya satuan mikogram terbaca miligram, atau sebaliknya, dosisnya bisa kurang atau kelebihan! Karena itu, sekarang banyak dokter yang mulai meninggalkan cara lama tersebut dan beralih ke komputer. Saat pasien datang, menceritakan keluhannya, dokter udah siap dengan keyboard-nya. Semua ditulis di komputernya, sampai resep pun juga ditulis di sana dan langsung dikirim ke apoteker di bagian farmasi. Dengan begitu, kesalahan membaca tulisan dokter jadi bisa lebih diminimalisir.