Hari-hari terakhir ini muncul berita yang cukup menghebohkan tentang kemungkinan munculnya kabut (dukhan) pada tanggal 15 Ramadhan tahun ini. Sementara sebagian menghubungkan dengan kemungkinan asteroid yang menghantam bumi, bagaimana perspektif astronomi tentang peluang terjadinya peristiwa semacam itu? Ancaman obyek-obyek dekat bumi (Near Earth Objects, NEOs) Saat ini ada lebih dari 20.000 asteroid dekat Bumi yang dikenal dengan Near Earth Asteroid (NEA), dan lebih dari seratus komet periode pendek yang mengorbit dekat dengan Bumi, Near Earth Comet (NEC). Selain itu, terdapat sejumlah pesawat ruang angkasa yang mengorbit matahari dan meteoroid yang berukuran cukup besar yang berada dekat dengan orbit bumi. Obyek-obyek dekat bumi ini dapat dilacak keberadaannya sebelum berpotensi mendekati atau menabrak bumi. Meskipun demikian, masih banyak obyek yang belum dapat dideteksi, terutama yang berukuran kecil, namun tetap memiliki resiko yang besar justru karena keberadaan mereka tidak dapat diketahui sebelum mereka mendekati bumi. Per Januari 2020 tercatat 2.044 obyek-obyek dekat bumi (NEOs) diklasifikasikan sebagai obyek yang berpotensi membahayakan bumi (Potentially hazardous object, PHO). Beberapa syaratnya antara lain mereka memiliki jarak persimpangan orbital minimum dengan Bumi kurang dari 0,05 Satuan Astronomi ( atau 19,5 kali jarak bumi-bulan) dan memiliki magnitudo absolut sebesar 22 atau lebih cerah. Beruntung, 98 persen dari objek yang berpotensi bahaya tersebut tidak akan berdampak pada bumi setidaknya hingga 100 tahun ke depan. Manusia semakin menyadari potensi bahaya dari benda-benda luar angkasa tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa dampak hantaman di masa lalu dipandang berperan penting dalam membentuk sejarah geologis dan biologis bumi. Termasuk kepunahan dinosaurus 66 juta tahun yang lalu, dipercaya akibat hantaman asteroid yang berdampak pada bencana global di bumi. Oleh karena itu, mitigasi terhadap bencana obyek-obyek yang berasal dari luar angkasa terus dikembangkan. Efek kegelapan akibat kabut Lalu, bagaimana dengan kemungkinan terjadinya peristiwa diselimutinya bumi oleh kabut tebal yang mampu menghalangi sinar matahari dan mengakibatkan kegelapan total? Studi terbaru yang dimuat dalam the Proceedings of the National Academy of Sciences mengenai bukti sebab kepunahan dinosaurus bisa menjadi petunjuk mengenai apa yang terjadi saat bencana besar 66 juta tahun yang lalu tersebut. Teori tentang dampak Asteroid besar yang menghantam bumi pada kepunahan dinosaurus adalah skenario yang paling kuat menurut para ahli. Sebuah kawah besar, bernama Kawah Chicxulub, telah ditemukan terkubur di bawah tanah di Semenanjung Yucatan di Meksiko. Asteroid itu cukup besar hingga mampu membuat kawah selebar 7 hingga 50 mil (11-80,5 kilometer). Sebagian ahli menyebutkan lebarnya bahkan mencapai 90 mil (145 kilometer). Selain itu, unsur seperti iridium yang jarang di bumi tetapi lebih umum berada di asteroid, ditemukan tersebar di seluruh permukaan bumi dan tersimpan di lapisan batu yang berasal dari K-PG Boundary atau batas Cretaceous-Paleogene, penanda antara era ketika dinosaurus menjelajahi bumi dan dunia yang lebih mirip hari ini. Kita dapat menelusuri sejarah Bumi untuk mempelajari periode waktu ini dengan menggali lapisan batuan yang lebih dalam di mana masing-masing membawa jejak peristiwa yang terjadi ketika batu-batu itu dulu ada di permukaan. Para ahli mensimulasikan peristiwa pasca jatuhnya asteroid di situs Chicxulub, di mana muncul awan debu yang cukup tebal, menyebar ke seluruh planet. Debu ini mampu menghalangi sinar matahari dan mengakibatkan efek kegelapan di seluruh permukaan bumi. Debu ini saja sudah cukup untuk membunuh secara perlahan. Mula-mula ia membunuh tanaman, lalu hewan yang memakan tanaman, lalu hewan yang memakan hewan-hewan itu. Selain itu, jatuhnya asteroid itu juga menyebabkan gunung-gunung terlempar ke langit lalu puing-puing jatuh ke bumi berupa butiran batu dan kaca. Bukti keberadaan bongkahan kaca ini ditemukan di Hell Creek, situs yang berjarak lebih dari 2.000 mil dari kawah Chicxulub. Di sana, para ahli menemukan kristal kuarsa, lalu mereka juga menemukan tektites, yang merupakan bongkahan kaca yang diperkirakan terbentuk di atmosfer yang berasal dari penggabungan potongan-potongan bumi cair yang disemprotkan ke langit pasca jatuhnya asteroid. Bongkahan kaca itu kemudian menghujani flora dan fauna di bawah, terbukti banyak ditemukan fosil berupa sekelompok ikan yang penuh dengan bongkahan kaca di ingsangnya. Begitu juga pepohonan purba yang bernama amber ditemukan bersama bola kaca. Oleh karena itu, jika pertanyaannya adalah ‘Mungkinkah bumi gelap gulita diliputi kabut (Dukhan)?’, maka jawabnya adalah mungkin saja terjadi, meskipun (mungkin) belum dalam waktu dekat ini.