Konsumsi kertas yang sangat tinggi di Indonesia harus diimbangi dengan daur ulang. Daur ulang kertas dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Jika kertas dibuang tanpa didaur ulang, kertas akan terurai secara anaerob dan menghasilkan gas metana. Seperti kita ketahui bersama, gas metana dapat mengakibatkan pemanasan global. Jika dibandingkan dengan gas karbondioksida, gas metana 20 kali lipat lebih signifikan dalam meningkatkan suhu bumi.
Sebelum menjadi sampah, kertas diproduksi dengan membutuhkan banyak energi dan air. Untuk menghasilkan satu kilogram kertas, dibutuhkan air sebanyak 324 liter yang artinya dibutuhkan seliter air untuk menghasilkan tiga lembar kertas. Satu rim atau 500 lembar kertas A4 membutuhkan satu batang pohon berusia lima tahun. Belum lagi limbah yang dihasilkan dari produksi kertas, tak main-main mencapai satu ton limbah padat dan 72.200 liter limbah cair. Selain itu, produksi satu ton kertas juga menghasilkan gas karbondioksida sebanyak kurang lebih 2,6 ton, setara dengan emisi gas buang yang dihasilkan oleh mobil selama enam bulan.
Sampah kertas mengisi 28% dari sampah padat yang ada di tempat pembuangan sampah (TPA). Satu ton sampah kertas membutuhkan ruang TPA sebesar 3,3 km3. Pemerintah beranggapan bahwa produksi sampah yang tinggi mengakibatkan banyak TPA baru harus dibuat. Sedangkan realita di lapangan adalah banyak penolakan dari masyarakat terhadap pembangunan TPA di dekat tempat tinggal mereka. TPA hanya akan menghasilkan bau yang menyengat dan menjadi sarang penyakit. Belum lagi resiko kebakaran yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah TPA perlu dilakukan daur ulang sampah kertas.
Sampah kertas dapat didaur ulang sebanyak 5-7 kali. Sekali kertas didaur ulang, serat yang terkandung di dalamnya akan memendek. Serat yang telah terlalu pendek tidak dapat digunakan untuk produksi kertas. Meskipun demikian, limbah serat kertas yang terlalu pendek dapat dijadikan kompos. Produksi kertas dari daur ulang kertas membutuhkan energi yang jauh lebih sedikit. Satu ton sampah kertas yang didaur ulang menjadi kertas baru menghemat air sebanyak 7.000 galon 628,5 galon bahan bakar, dan 4000 Kwh listrik (Onondaga Resource Recovery Center). Selain itu, mendaur ulang satu ton sampah kertas akan menyelamatkan 17 batang pohon (Purdue Research Foundation and US Environmental Protection Agency, 1996).
Faktanya, setiap tahun Indonesia kehilangan hutan setara dengan luas Pulau Bali karena penebangan pohon untuk produksi kertas. Jika Indonesia memiliki pusat daur ulang kertas di setiap daerah, jumlah sampah kertas akan jauh menurun.
Diatas telah disebutkan bahwa konsumsi kertas per orang di Indonesia adalah sebanyak 11 rim/tahun. Artinya, rakyat Indonesia memproduksi sampah kertas sebanyak hampir tiga miliar rim per tahun. Sungguh jumlah yang sangat fantastis. Jika Indonesia memiliki pusat daur ulang kertas di setiap daerah, jumlah sampah kertas akan jauh menurun. Selain itu, penghematan energi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
> Sebanyak 375.000 pohon terselamatkan, artinya Indonesia akan bebas dari bencana banjir dan tanah longsor yang diakibatkan oleh hutan yang gundul.
> Hemat 2.750.000 kiloliter minyak, artinya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui akan tertampung lebih banyak.
> Hemat 218.487.500 kiloliter air, artinya Indonesia akan bebas dari bencana kekeringan dan kesulitan air bersih.
> Hemat 366.437.500.000 Kwh listrik, artinya akan jauh menakan biaya listrik di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, pada tahun 2017 luas hutan di Indonesia sebesar 133.300.543 hektar. Luas hutan di Indonesia pada tahun 2045 akan bertambah sebanyak 16.148.000 hektar akibat produksi kertas dari daur ulang, bukan dari penebangan batang pohon. Positifnya, julukan Indonesia sebagai paru-paru dunia akan melekat abadi dengan total luas hutan sebesar 149.484.543 hektar pada tahun 2045.