Dalam laporan yang berjudul The Long view: how will the global economic order change by 2050 tersebut, PwC memeringkat 32 negara berdasarkan perkiraan GDP (gross domestic product) dengan kekuatan daya beli atau purchasing power parity (PPP).
PPP digunakan oleh para ahli makro ekonomi untuk menentuka produktifitas ekonomi dan standar hidup sebuah negara dalam jangka waktu tertentu. Hasil yang disimpulkan laporan tersebut cukup mengejutkan dengan beberapa negara berkembang yang kemudian merangsek ke peringkat atas.
Chief Economist, PwC UK, John Hawksworth mengatakan bahwa prediksi optimistik ini didasarkan pendekatan dua hal fundamental pendorong pertumbuhan ekonomi yakni demografi dan produktifitas yang kemudian dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan perdagangan internasional serta investasi. "Pada tahun 2050 kami memprediksi Cina menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia, sementara India mampu melampaui Amerika Serikat yang berada di peringkat dua dan Indonesia mampu naik ke peringkat empat," ujarnya.
Dalam prediksi PwC, pada tahun 2050 nilai ekonomi dunia akan berganda akibat adanya peningkatan populasi dan kemajuan teknologi. Dalam periode ini ada tiga negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat yakni Vietnam, India dan Bangladesh.
Hal menarik lainnya dari laporan tersebut adalah negara raksasa ekonomi seperti Jepang dan Jerman pada tahun 2050 akan merosot tajam. Posisinya kemudian digantikan oleh India dan Indonesia. Secara peringkat Jerman yang pada tahun 2016 menempati peringkat 5 dunia harus turun menempati peringkat 9 dan Jepang yang berada di peringkat 4 pada tahun 2016 turun menempati peringkat 8 pada tahun 2050. Sementara Indonesia naik dari peringkat 8 menjadi peringkat 4 pada tahun 2050.
Melihat pendekatan yang digunakan PwC, demografi dan produktifitas tentu saja Indonesia terbilang mendapat banyak keuntungan karena populasi Indonesia pada periode 3 dekade tersebut didominasi oleh generasi muda. Pada prediksi tahun 2035 yang dilakukan oleh Bapenas misalnya yang memprediksi penduduk Indonesia akan mencapai angka 305 juta penduduk. Sedangkan penduduk Amerika Serikat sendiri diprediksi pada tahun yang sama hampir mencapai 400 juta jiwa.
Tentu analisis PwC tersebut bisa saja meleset dengan adanya dinamika politik dan militer maupun bencana. Negara-negara berkembang yang diprediksi dapat tumbuh menjadi negara maju namun gagal karena adanya gejolak politik dan militer pun tidak sedikit. Argentina, Filipina, Brazil adalah beberapa contoh.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Benar tidaknya prediksi PwC untuk Indonesia tentu saja bergantung pada peran pemerintah dan setiap warga Indonesia. Prediksi hanyalah menjadi selebrasi sesaat bila tidak dibarengi dengan komitmen untuk berkontribusi. Seperti apakah Indonesia pada usia 1 abad? Kitalah yang menentukan.