Mengapa Seseorang Merokok atau Jadi Perokok?

Oleh : Rizki Anugrah Ramadhan - 01 July 2017 08:53 WIB

Merokok adalah suatu aktivitas yang kini tidak asing lagi kita dengar atau lihat. Di mana pun, khususnya di Indonesia, merokok menjadi suatu aktivitas yang lumrah bahkan biasa. 

Penggunanya pun tak memandang gender. Menurut healthkompas.com, angka pengguna rokok di Indonesia sejumlah 58.750.592 orang yaitu sejumlah 10 kali lipat penduduk Singapura. Dalam angka lain diungkap bahwa 56.860.457 perokok laki-laki dan 1.890.135 perokok perempuan. 

Hasil penelitian pun menunjukkan, setiap hari ada 616.881.205 batang di Indonesia atau 225.161.640.007 batang rokok dibakar setiap tahunnya. Jika harga 1 batang rokok Rp 1.000, maka uang yang dikeluarkan lebih dari Rp225 triliun. Bayangkan bagaimana besarnya pengguna rokok dan perputaran uang oleh sebatang rokok.

Bahkan penelitian menurut antaranews.com, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak se-Asia Tenggara dengan jumlah perokok 51,1 persen dari total penduduknya. 

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi perokok menurut pendapatan, yakni pendapatan termiskin sebesar 43, 8 persen, sedangkan pendapatan terkaya sebesar 29,4 persen. 

Bayangkan betapa banyaknya hingga setengah dari masyarakat Republik Indonesia merupakan perokok. Apakah ini sebuah prestasi? Sebetulnya hal ini adalah hal aib yang harus segera ditanggulangi mengingat merokok adalah aktivitas yang menyebabkan keburukan baik bagi kesehatan pengguna dan non-pengguna, bahkan lingkungan global. 

Lalu bagaimana posisi anak muda dalam kaitannya hal ini?

Lembaga swadaya masyarakat Lentera Anak Indonesia mengemukakan jumlah anak dan remaja yang menjadi perokok di Tanah Air jumlahnya terus meningkat akibat gencarnya iklan rokok menyasar segmen anak dan remaja. Berdasarkan survei anak perokok jumlahnya terus naik, 45 persen remaja berusia 13-19 adalah perokok. 

"Sementara data Global Youth Tobacco Survey menyebutkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah remaja perokok terbesar di Asia," kata Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia Herry Chariansyah di Jakarta, baru-baru ini.

Umur tersebut adalah umur di mana seseorang sedang mengalami masa remaja dan transisi menuju kedewasaan. Dari kacamata seorang dewasa yang berpikiran kompleks, apakah merokok itu baik? Namun apabila kita melihat banyak orang dewasa di luar sana, tentu akan banyak melihat mereka merokok.

Masyarakat kampus adalah masyarakat tertinggi dalam menempuh pendidikannya. Di kampus, mahasiswa dituntut untuk dapat menunjukkan sikapnya sebagai mahasiswa, tentunya mahasiswa yang dewasa, yang mengerti mana yang baik mana yang tidak. Bagaimana dengan merokok? 

Sebelum kita membahas mengenai berbagai faktor mahasiswa untuk merokok, ada baiknya kita membahas mengenai faktor apa saja yang membuat seseorang ingin merokok. Leventhal & Cleary (1980) menyatakan bahwa perilaku merokok terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap preparation, initiation, becoming a smoker, dan maintenance of smoking.

Preparation
Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Anak-anak mengembangkan sikap terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan kebiasaan merokok nantinya. Sebelum menjadi perokok tetunya, seseorang akan diberikan gambaran atau bahkan dicekoki oleh rokok. Mengenai enaknya merokok bahkan melalui doktrin bahwasanya merokok adalah hal yang keren. Hal ini kadang menjadi alasan pertama kali mengapa seseorang ingin melakukan merokok untuk pertama kalinya sehingga membuatnya ketagihan.

Initiation
Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar-benar merokok untuk pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang individu akan memutuskan untuk melanjutkan percobaannya atau tidak. 

Meskipun rasa serak yang timbul ketika pertama kali mencoba rokok merupakan faktor penting yang mendasari keputusan ini, tampaknya tidak mungkin bahwa perbedaan individu dalam hal respon fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang sebagai alasan utama bagi mereka yang ingin berhenti dan tidak menginginkannya. 

Dalam tahap ini, seseorang telah memutuskan untuk merokok atau tidak. Setelah mencoba merokok untuk pertama kalinya, mereka pun akan memutuskan apakah aktivitas ini cocok dan layak untuk dilanjutkan, karena tidak semua orang dapat mentoleransi asap rokok. Menurut penelitian, setidaknya 80-90 persen pemuda mencoba untuk merokok setidaknya sekali seumur hidup.

Becoming a Smoker
Salber dkk dalam Leventhal dan Cleary (1980) menyatakan bahwa merokok empat batang rokok sudah cukup membuat orang untuk merokok pada masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan berulang dan pemakaian secara teratur. 

Data menunjukkan bahwa 85-90 persen orang yang merokok empat batang rokok akan merokok secara teratur yang secara tidak langsung berarti bahwa percobaan merokok pada masa remaja akan mendorong mereka untuk merokok ketika dewasa, baik ketika usia muda mereka ingin atau tidak ingin menjadi perokok. 

Dalam tahap ini seseorang dapat dikatakan bahwa ia adalah perokok. Apabila seseorang melanjutkan untuk merokok saat di tahap initiation, seseorang cenderung untuk meneruskan merokoknya hingga ketagihan. Persentase pelajar yang merokok bertambah secara bertahap (7 persen pada kelas 7 menjadi 46 persen pada kelas 11) dan jumlah rokok yang dikonsumsi juga meningkat secara bertahap (1 batang seminggu 20 batang sehari), dengan peningkatan yang cukup tinggi pada kelas 10, perempuan merokok 5-9 batang per hari dan pria merokok 10-19 batang per hari.

Maintenance of Smoking
Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan (Leventhal & Cleary, 1980). Efek dari perilaku merokok terutama berkaitan dengan relaksasi dan kenikmatan sensoris. 

Dalam tahap ini seseorang sudah mengangap bahwa merokok adalah bagia dari hidupnya sehingga tanpa adanya rokok, mereka akan stres. Daniel Horn, Direktur The National Clearing House for Smoking and Health yang melakukan survei atas 5000 orang untuk mengetahui alasan-alasan mereka merokok menemukan bahwa sebagian besar perokok (40-50 persen) merokok untuk meringankan kecemasan dan ketegangan, sedangkan lainnya karena ingin memunculkan efek stimulan (perangsang), iseng-iseng, dan merasa santai (Psikologi Indonesia Forum, 2006).

Biasanya bagi yang merokok khususnya mahasiswa mengapa merokok dalam lingkungan kampus, yaitu karena sudah ketagihan dan susah untuk tidak merokok. Itu membuktikan bahwa para perokok sudah memasuki tahap maintenance of smoking. Mahasiswa pun mengeluh bahwa tanpa merokok akan merasa pusing dan stres, yang membuat seseorang bisa merokok hingga berbatang-batang di kampus setelah belajar di kelas. Adapun alasan lainnya karena agar terlihat keren. Tidak jarang mahasiswa yang terang-terangan mengungkapkan bahwa merokok adalah sesuatu yang kekinian dan keren, yang membuat banyak orang juga akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan merokok.

Tag

Artikel Terkait

Kuis Terkait

Video Terkait

Cari materi lainnya :