Sebentar lagi akan tiba salah satu dari dua hari raya Muslim, dan takbir pun akan berkumandang di hari tersebut. Namun, tahukah kalian bedanya takbir Idul Fitri dan Idul Adha tersebut?
Setiap memasuki hari raya umat Islam, kumandang takbir selalu menggema di mana-mana. Antara masjid satu dengan masjid lainnya terus mengumandangkan kalimat takbir hingga pagi buta. Lantunan takbir itulah yang membakar semangat para muslim untuk selalu ingat pada Penciptanya –Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kini, suara merdu dari lantunan takbir segera terdengar kembali. Hari raya umat Islam sudah di depan mata, yakni hari raya Idul Fitri. Inilah hari kemenangan umat Islam.
Tapi tahukah bahwa, meski kalimat takbir yang dilantunkan pada hari Idul Fitri dan Idul Adha itu sama, namun terdapat perbedaan lho! Apa itu?
Dalam sebuah buku berjudul Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, karya Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dikatakan bahwa pada hari Idul Adha takbir dilanjutkan hingga akhir hari tasyrik. Sedang pada hari Idul Fitri, hingga imam keluar untuk shalat dengan mereka.
Takbir dianjurkan dengan sangat ketika kaum Muslimin keluar menuju tempat shalat dan setelah shalat-shalat wajib pada hari-hari tasyrik. Mengapa?
Sebab, Allah Ta’ala berfirman, “Dan berdzikirlah kepada Allah dalam beberapa hari yang berbilang,” (QS. Al-Baqarah: 203).
Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat,” (QS. Al-A’la: 15).
Selain itu, Allah pun berfirman, “Dan hendaklah kalian mengagungkan (bertakbir) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian,” (QS. Al-Baqarah: 185).
Selengkapnya dalam waktu mulai dan berakhirnya takbiran
a. Takbiran Idul Fitri
Takbiran pada saat idul fitri dimulai sejak maghrib malam tanggal 1 syawal sampai selesai shalat ‘id.
Hal ini berdasarkan dalil berikut:
1. Allah berfirman, yang artinya: “…hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (Qs. Al Baqarah: 185)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadlan maka disyariatkan untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir.
2. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 5621)
Keterangan:
1. Takbiran idul fitri dilakukan dimana saja dan kapan saja. Artinya tidak harus di masjid.
2. Sangat dianjurkan untuk memeperbanyak takbir ketika menuju lapangan. Karena ini merupakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Berikut diantara dalilnya:
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf)
- Dari Nafi: “Dulu Ibn Umar bertakbir pada hari id (ketika keluar rumah) sampai beliau tiba di lapangan. Beliau tetap melanjutkan takbir hingga imam datang.” (HR. Al Faryabi dalam Ahkam al Idain)
- Dari Muhammad bin Ibrahim (seorang tabi’in), beliau mengatakan: “Dulu Abu Qotadah berangkat menuju lapangan pada hari raya kemudian bertakbir. Beliau terus bertakbir sampai tiba di lapangan.” (Al Faryabi dalam Ahkam al Idain)
b. Takbiran Idul Adha
Takbiran Idul Adha ada dua:
1. Takbiran yang tidak terikat waktu (Takbiran Mutlak)
Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja, dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.
Takbir mutlak menjelang idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah, kaum muslimin disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dst. Dalilnya adalah:
a. Allah berfirman, yang artinya: “…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)
Allah juga berfirman, yang artinya: “….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (Qs. Al Baqarah: 203)
Tafsirnya:
- Yang dimaksud berdzikir pada dua ayat di atas adalah melakukan takbiran
- Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Yang dimaksud ‘hari yang telah ditentukan’ adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ‘beberapa hari yang berbilang’ adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.” (Al Bukhari secara Mua’alaq, sebelum hadis no.969)
- Dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas, bahwa maksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 9 Dzulhijjah, sedangkan makna “beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Disebutkan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari 2/458, kata Ibn Mardawaih: Sanadnya shahih)
b. Hadis dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)
c. Imam Al Bukhari mengatakan: “Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.969)
d. Disebutkan Imam Bukhari: “Umar bin Khatab pernah bertakbir di kemahnya ketika di Mina dan didengar oleh orang yang berada di masjid. Akhirnya mereka semua bertakbir dan masyarakat yang di pasar-pun ikut bertakbir. Sehingga Mina guncang dengan takbiran.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.970)
e. Disebutkan oleh Ibn Hajar bahwa Ad Daruqutni meriwayatkan: “Dulu Abu Ja’far Al Baqir (cucu Ali bin Abi Thalib) bertakbir setiap selesai shalat sunnah di Mina.” (Fathul Bari 3/389)
2. Takbiran yang terikat waktu
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan shalat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Beriku
a. Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dluhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Al Albani)
b. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: “Shahih dari Ali radhiyallahu ‘anhu“)
c. Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih)
d. Dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al Hakim dan dishahihkan An Nawawi dalam Al Majmu’)
Itulah perbedaan dalam pelantunan kalimat takbir di dua hari raya umat Muslim. Jadi, meski sama-sama hari kebesaran Islam, dalam pengagungan kalimat Allah, lebih lama dilontarkan di hari Idul Adha. Mengapa? Sebab, pada hari-hari tasyrik, umat Muslim masih diperbolehkan untuk berqurban. Maka, sama halnya dengan takbir, yang perlu untuk dilantunkan di hari-hari tersebut.