Apa jadinya jika berita yang kita baca sehari-hari ternyata ditulis oleh robot? Hal itu sudah terjadi ketika selatan California diguncang gempa 4,7 SR pada Maret 2014 silam. Menurut kantor berita BBC, tiga menit setelah gempa terjadi, LA Times langsung merilis berita. Karena cepatnya berita tersebut dimuat, LA Times mengaku bahwa si penulis berita bukanlah manusia, melainkan komputer. Dari sinilah tercipta istilah robo-journalism, istilah lainnya automated journalism atau jurnalisme otomatis.
Berdasarkan riset dari Tow Center for Digital Journalism, jurnalisme otomatis sendiri adalah sistem pembuatan berita yang dilakukan oleh komputer beralgoritma yang akan mengurasi berita dari kata kunci tertentu dari berbagai sumber terpercaya, memfilternya, kemudian menciptakan tulisan baru.
Tujuannya, agar berita yang dihasilkan menjadi lebih lengkap, dan memudahkan media dalam merilis berita secara cepat. Jurnalisme gaya baru ini sudah diaplikasikan di Indonesia. Ialah beritagar.id yang digadang-gadang merupakan situs berita pertama di Tanah Air yang menggunakan sistem jurnalisme otomatis.
Manusia tidak akan tergantikan
Peran manusia sudah banyak digantikan oleh mesin. Robot tengah dikembangkan secara masif untuk bisa beraktivitas layaknya manusia. Lantas apakah jurnalisme otomatis dapat menggantikan peran manusia sebagai wartawan? Martin Loffelholz, profesor di bidang ilmu komunikasi asal Jerman ini membagi ilmunya. Menurutnya, jurnalisme otomatis tidak akan bisa menggantikan manusia dalam menghimpun dan membuat berita.
“Pada hakikatnya, sistem kurasi ini tidak akan berjalan tanpa kuasa manusia. Manusia akan tetap mengelola sistem algoritma dalam komputer, dan komputer tetap membutuhkan sumber-sumber tulisan dari berbagai media untuk dikurasi,” jelas lulusan doktoral Ilmenau University of Technology ini.
Ia juga mengungkapkan bahwa tanpa kehadiran manusia, maka tulisan yang dihasilkan robot ini akan membosankan. “Tanpa sentuhan emosi manusia, tulisan-tulisan ini seakan tidak mempunyai ruh di dalamnya. Kalimatnya akan monoton, tidak menarik,” ujar dia.
Martin memadatkan ungkapannya bahwa jurnalisme otomatis tidak akan hidup tanpa adanya manusia sebagai penggerak. “Bagi para jurnalis dan calon jurnalis, ini bukan suatu ancaman. Karena peran manusia sebagai jurnalis akan tetap dibutuhkan,” katanya.