Ada malam Isra’ Mi’raj ada suatu kalimat yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mau tahu apa itu?
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِهِ مَرَّ عَلَى إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَنْ مَعَكَ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَذَا مُحَمَّدٌ.فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيمُ مُرْ أُمَّتَكَ فَلْيُكْثِرُوا مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ فَإِنَّ تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ. قَالَ « وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ ». قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’, pernah melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Nabi Ibrahim ketika itu bertanya pada malaikat Jibril, “Siapa yang bersamamu wahai Jibril?”
Ia menjawab, “Muhammad.” Ibrahim pun mengatakan pada Muhammad, “Perintahkanlah pada umatmu untuk membiasakan memperbanyak (bacaan dzikir) yang nantinya akan menjadi tanaman surga, tanahnya begitu subur, juga lahannya begitu luas.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa itu ghirosul jannah (tanaman surga)?” Ia menjawab, “Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah, pen.).”
(HR. Ahmad, 5: 418. Hadits ini secara sanad itu dha’if. Namun kata Syaikh Al-Albani isi atau matan hadits itu shahih karena punya berbagai macam penguat. Lihat Al-Isra’ wa Al-Mi’raj karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hlm. 107-108)
Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas:
-
Peristiwa Isra’ Mi’raj benar adanya.
-
Ketika melakukan isra’, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu para nabi di antaranya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
-
Nabi Muhammad ketika melakukan Isra’ Mi’raj ditemani oleh malaikat Jibril.
-
Umat Nabi Muhammad diajarkan oleh Nabi Ibrahim suatu kalimat yang menjadi tanaman di surga, menjadikan tanahnya di surga subur dan luas, yaitu kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak ada daya dalam menjauhi maksiat dan tidak ada upaya menjalankan ketaatan melainkan dengan pertolongan Allah, pen.).
-
Makna kalimat laa hawla quwwata illa billah menunjukkan sifat pasrah dan tawakkal dalam hal menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan, semuanya dimudahkan hanya dengan pertolongan Allah.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
لاَ حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ
“Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”
Imam Nawawi menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim dan beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 26-27)
Catatan: Kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah bukan menjadi ritual khusus pada malam Isra’ Mi’raj. Pembahasan ini juga bukan jadi dalil bagi kaum muslimin untuk merayakan Isra’ Mi’raj karena mengenai kapan peristiwa besar itu terjadi tidak diberitahukan kepada kita dalam riwayat yang shahih. Generasi terbaik dari umat ini dari para salaf pun tidak pernah merayakannya. Wallahu a’lam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isra’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isra’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isra’ tersebut.” (Zaad Al-Ma’ad, 1: 57)