Kita semua pasti akrab dengan kata stres. Stres dapat terjadi setiap hari dan bisa datang dalam berbagai bentuk. Stres di lingkungan keluarga, pekerjaan ataupun sekolah dapat terjadi mungkin karena masalah kesehatan, keuangan ataupun hubungan interpersonal. Saat kita menghadapi sebuah masalah atau ancaman, tubuh dan pikiran akan ikut bereaksi antara keduanya berusaha untuk menghadapi masalah tersebut ataupun menghindari masalah.
Anda mungkin pernah mendengar bagaimana efek samping dari stres terhadap tubuh dan pikiran seseorang. Stres dapat menimbulkan permasalahan pada fisik seperti sakit kepala dan nyeri dada. Stres uga dapat merusak mood seseorang seperti menimbulkan kecemasan atau kesedihan. Bahkan jika stres berada di level yang sudah cukup parah dapat mempengaruhi masalah perilaku dari makan secara berlebihan hingga marah yang meledak-ledak.
Apa yang Anda mungkin tidak tahu adalah bahwa stres juga dapat memiliki dampak serius pada otak. Saat mengalami stres, otak Anda akan berjalan melalui serangkaian reaksi (beberapa reaksi baik dan yang lainnya berdampak buruk) yang secara otomatis akan bekerja untuk melindungi seseorang dari potensi ancaman.
Para peneliti telah menemukan bahwa kadang-kadang stres dapat membantu mempertajam cara berpikir dan meningkatkan kemampuan untuk mengingat tentang apa yang terjadi. Dalam kasus lain, stres dapat menghasilkan berbagai efek negatif pada otak mulai dari masalah penyakit mental hingga menyusutnya volume otak.
Mari kita lihat lebih dekat 5 hal buruk yang dapat terjadi pada otak akibat stres.
Stres kronis membuat Anda lebih rentan terhadap penyakit mental
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Molecular Psychiatry, para peneliti menemukan bahwa stress kronis dalam jangka panjang mempengaruhi terhadap perubahan pada otak. Perubahan pada otak ini, menurut para peneliti, berperan penting dalam menjelaskan mengapa orang-orang yang mengalami stres yang kronis lebih rentan terhadap gangguan mood dan masalah kecemasan.
Para peneliti dari University of California, Berkeley melakukan serangkaian percobaan untuk melihat dampak stres yang kronis pada otak. Mereka menemukan bahwa stres menciptakan sel mielin lebih banyak, tetapi neuron yang lebih sedikit dari biasanya. Gangguan karena kelebihan mielin pada otak menyebabkan gangguan pada masalah keseimbangan dalam berkomunikasi seseorang.
Secara khusus, para peneliti ingin melihat bagaimana stres mempengaruhi hippocampus otak. Mereka mengatakan bahwa stres mungkin berperan dalam perkembangan gangguan mental seperti depresi dan berbagai gangguan emosional.
Stres mengubah struktur otak
Hasil percobaan oleh para peneliti dari University of California - Berkeley mengungkapkan bahwa stres kronis juga dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi otak.
Otak terdiri dari neuron dan sel pendukung lainnya, yang dikenal sebagai "gray matter" yang bertanggung jawab pada pekerjaan yang sangat penting seperti pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Tetapi otak juga mengandung apa yang dikenal sebagai "white matter" yang terdiri dari berbagai akson yang menghubungkan setiap bagian pada otak untuk berkomunikasi berbagi informasi.
White matter dinamakan demikian karena sebuah selubung putih yang dikenal sebagai mielin yang mengelilingi akson memiliki tugas mempercepat sinyal listrik yang digunakan untuk berkomunikasi informasi di seluruh otak.
Kelebihan produksi myelin karena stres yang kronis tidak hanya mengakibatkan perubahan otak dalam jangka waktu pendek (keseimbangan antara white matter dan gray matter) tetapi juga dapat menyebabkan perubahan dalam struktur otak.
Dokter dan para peneliti sebelumnya telah mengamati bahwa orang yang menderita gangguan stres pasca-trauma juga memiliki kelainan pada otak termasuk ketidakseimbangan dalam gray matter dan white matter.
Psikolog Daniela Kaufer, mengatakan tidak semua stres berdampak buruk pada otak. Ada juga stres yang baik yang justru membantu seseorang untuk bekerja lebih baik dalam menghadapi tantangan, dan membuat seseorang lebih tahan banting. Namun, pada kasus stres yang kronis dan dalam waktu yang panjang, yang terjadi adalah sebaliknya.
Stres membunuh sel di otak
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Rosalind Franklin University of Medicine and Science, para peneliti menemukan bahwa acara stres karena masalah sosial bisa membunuh neuron baru di hippocampus otak.
Hippocampus adalah salah satu bagian otak yang sangat terkait dengan memori, emosi, dan belajar. Bagian otak ini juga adalah salah satu dari dua area otak dimana neurogenesis, atau pembentukan sel-sel otak baru, terjadi.
Dalam percobaan, tim peneliti ditempatkan tikus muda dalam kandang dengan dua tikus yang lebih tua selama 20 menit. Tikus muda itu kemudian mengalami ancaman dari tikus yang lebih dewasa. Pemeriksaan selanjutnya dari tikus muda ditemukan bahwa mereka memiliki tingkat hormon kortisol hingga enam kali lebih tinggi daripada tikus yang tidak mengalami stres.
Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa tikus muda yang mengalami stres yang memiliki jumlah neuron yang sama dengan yang tidak mengalami stres, mengalami penurunan jumlah sel saraf seminggu kemudian. Dengan kata lain, stres dapat berdampak pada pembentukan neuron baru
Jadi, betul bahwa stres bisa membunuh sel-sel otak, tapi apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak dari stres?
Langkah selanjutnya yang ingin di lakukan eksperimen oleh para peneliti adalah mereka ingin mengetahui apakah obat anti depresi atau kegiatan seperti meditasi dapat menjaga neuron baru tetap hidup atau tidak saat menghadapi stres.