Para pemuda di Pulau Santen, Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi punya inovasi menarik untuk menarik minat wisatawan. Ratusan botol bekas air mineral dirangkai menjadi perahu yang bisa dinaiki manusia. Harapannya, selain bisa mengurangi volume sampah di Pulau Santen dan menarik minat wisatawan, inovasi ini juga bisa membantu nelayan memiliki perahu dengan ongkos murah.
Pulau Santen adalah salah satu destinasi wisata pantai di Banyuwangi yang memiliki savana pohon santen dengan wilayah konservasi seluas 30 hektare. Hanya saja para nelayan seringkali kuwalahan menangani sampah dari tiga sungai besar yang bermuara di Pulau Santen. Ide membuat perahu dari susunan botol plastik bekas air mineral, merupakan upaya melestarikan wilayah konservasi.
“Di sini ada tiga sungai besar yang bermuara di Pulau Santen. Perahu botol ini 50 persen dikumpulkan dari muara, sebagian dari masyarakat sini sendiri,” Adi Irawan (23) ketua Karangtaruna Pulau Santen, kepada Merdeka Banyuwangi, Kamis (2/2).
Dalam waktu tiga hari, Adi bersama para pemuda berhasil membuat empat perahu dari botol bekas air mineral. Masing-masing perahu memiliki panjang sekitar dua meter dengan lebar satu meter. Proses pembuatannya semua botol air mineral cukup ditutup dengan rapat agar bisa menjadi pelampung. Kemudian dirangkai dan diikat dengan kerangka bambu yang sudah berbentuk desain perahu.
Satu perahu membutuhkan sekitar 100 botol air mineral dan sudah bisa menampung beban sampai 70 kilogram. Ke depannya Adi punya gambaran perahu-perahu dari botol air mineral ini bisa digunakan wisatawan untuk menyusuri sungai atau pantai di Pulau Santen. “Rencananya wisatawan bisa menggunakan dan dilengkapi jaket pelampung,” ujarnya.
Selain pemuda dan nelayan, ide kreatif memanfaatkan sampah ini juga dibantu oleh para Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Uniba, Banyuwangi. Sejak tahun 2016 Mapala Uniba berupaya membantu upaya konservasi nelayan di Pulau Santen. Tidak hanya memberi edukasi tentang dampak sampah terhadap sektor wisata, upaya penyelamatan telur penyu juga dilakukan untuk membantu konservasi.
“Selama tahun 2016 kemarin, sudah ada sekitar 500 tukik yang berhasil diselamatkan dan akhirnya dilepas-liarkan ke laut,” kata salah satu anggota Mapala Uniba, Andre Saputra.
Dari 30 hektare wilayah konservasi di Pulau Santen, ada dua jenis penyu yang sering mendarat untuk bertelur, penyu hijau dan belimbing. Dua jenis penyu ini cenderung memilih tempat yang bersih dan bebas dari sampah. “Rata-rata bertelur mencari tempat yang bersih. Kalau yang di dekat muara ya ada, tapi sedikit,” ujar Andre.
Andre berharap kesadaran nelayan atas konservasi penyelamatan telur penyu ini perlu didukung. Dari yang sebelumnya saling berburu mencari telur penyu untuk dikonsumsi atau dijual. Apalagi dengan inovasi perahu dari sampah botol air mineral ini juga bisa mengurangi volume sampah.
“Pemanfaatan sampah jadi perahu ini bisa dipakai nelayan mancing di sungai. Karena kalau perahu dari kayu dan fiber kan harganya mahal,” ujar dia.