Sepanjang 2016, sejumlah film Indonesia menoreh prestasi di kancah festival film internasional. Selain mendapat kesempatan tayang perdana, ada juga yang meraih penghargaan seperti yang dialami Prenjak di Festival Film Cannes.
Tidak hanya mencuri perhatian dunia di Perancis, film Indonesia juga mendapat tempat dan perhatian di festival lainnya, seperti festival film di Singapura, Tokyo, Busan, Locarno, Venesia dan Toronto.
Berikut delapan film di antaranya yang tayang di festival film internasional di sepanjang 2016:
Prenjak
Sutradara: Wregas Bhanuteja
Festival: Cannes Film Festival
Film Prenjak atau In The Year of Monkey mencuri perhatian ketika meraih penghargaan film pendek terbaik di Festival Film Cannes, pada Mei 2016. Prenjak juga kembali meraih penghargaan dengan menyabet kategori Film Pendek Asia Tenggara Terbaik dalam perhelatan Singapore International Film Festival (SGIFF) 2016, awal Desember lalu.
Di dalam negeri sendiri, Prenjak meraih penghargaan fim pendek terbaik di Festival Film Indonesia 2016 pada November. Film sepanjang 12 menit ini adalah film ke-tiga Wregas sebagai sutradara yang tayang di festival internasional, setelah Lembusura di Festival Film Berlin 2015, dan Floating Chopin di Hong Kong Film Festival 2016.
Headshot
Sutradara: Mo Brothers
Festival: Toronto International Film Festival (TIFF)
Film garapan Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel atau Mo Brothers ini dibintangi Iko Uwais, Chealsea Islan, Julie Estelle, dan Sunny Pang. Sebelum tayang di bioskop Indonesia, film ini terlebih dahulu tayang pada sesi Midnight Madness di Toronto International Film Festival (TIFF) ke-41 pada September 2016.
Selain di Toronto, Headshot juga diputar di sejumlah festival film internasional lainnya, antara lain L’Etrange Festival Paris, Fantastic Fest, Austin Texas, Festival Beyond Fest, Los Angeles, Mayhem Film Festival Nottingham Inggris, Irish Film Institute Horrorthon, Rio De Janeiro International Film Festival, dan Busan International Film Festival.
On The Origin of Fear
Sutradara: Bayu Prihantoro Filemon
Festival: Venice Internasional Film Festival
Film pendek Indonesia ini masuk kompetisi Venice International Film Festival 2016 dalam program Orizzonti pada awal September 2016 di Venesia, Italia. Film ini merupakan debut Bayu sebagai sutradara, setelah beberapa film ia tangani sebagai asisten sutradara. Film tersebut adalah produksi kolaborasi dari KawanKawan Film, Limaenam Films, dan Partisipasi Indonesia.
Amerta Kusuma dan Yulia Evina Bhara selaku produser film menyebut film itu adalah upaya generasi muda Indonesia untuk melihat kembali sejarah yang selama ini kabur. Film ini berangkat dari sebuah trauma melihat reproduksi kekerasan dalam film yang pada zaman Orde Baru menjadi film yang terus menerus ditayangkan setiap 30 September. Selain di Venesia, film tersebut juga tayang di Toronto International Film Festival dan Busan International Film Festival.
Istirahatlah Kata-kata (Solo, Solitude)
Sutradara: Yosep Anggi Noen
Festival: Locarno International Film Festival
Film tentang penyair Wiji Thukul ini tayang perdana di Locarno International Film Festival pada Agustus lalu. Mengangkat penggalan kisah hidup dari Thukul, film ini kemudian juga melanjutkan perjalanannya tayang di Pacific Meredien International Film Festival di Vladivostok, Rusia pada September 2016.
Diproduseri Yayasan Muara, KawanKawanFilm, LimaEnamFilms dan Partisipasi Indonesia, film ini dibintangi Gunawan Maryanto, Marissa Anita, Melanie Subono dan Arswendy Nasution. Oktober lalu, film ini diputar di Busan International Film Festival. Istirahatlah Kata-kata dijadwalkan rilis di Indonesia pada Januari 2017.
Nokas
Sutradara: Manuel Alberto Maia
Festival: Singapore International Film Festival
Selain masuk nominasi Festival Film Indonesia 2016 beberapa waktu lalu, film dokumenter Nokas juga masuk ke dalam kompetisi program Screen Awards Singapore International Film Festival 2016. Film yang mengupas tradisi pernikahan dalam adat Timor ini bersaing dengan sembilan film dari negara Asia lainnya, baik fiksi maupun dokumenter.
Dalam pengantar di situs resminya, SGIFF menyatakan Nokas merupakan dokumenter yang menyentuh dalam hal mengungkap tradisi yang jarang terdengar, dan tidak pernah diketahui sebelumnya. Festival film di Singapura menjadi festival film internasional ke-dua bagi Nokas. Sebelumnya, film ini pernah diputar pertama kali di Eurasia International Film Festival di Kazakhstan, pada September lalu.
Salawaku
Sutradara: Pritagita Arianegara
Festival: Tokyo International Film Festival
Masuk dalam program Asian Future, film produksi Kamala Pictures ini tayang untuk pertama kalinya di Tokyo. Mengambil latar Indonesia timur, film ini mengisahkan Salawaku, bocah berusia 10 tahun dengan Saras, gadis 20 tahun asal Jakarta menyusuri pulau. Masing-masing punya misi yang membuat mereka terhubung satu sama lain.
Selain memaparkan keindahan wilayah timur Indonesia, film ini juga sarat muatan kritik akan persoalan perempuan baik yang tinggal di kota maupun di daerah. Film ini menjadi debut sutradara Pritagita Arianegara setelah menjalani peran sebagai penulis naskah dan asisten sutradara untuk beberapa film Indonesia.
Memoria
Sutradara: Kamila Andini
Festival: Busan International Film Festival
Film Memoria pertama kali diputar secara perdana pada gelaran acara Busan International Film Festival 2016, Oktober lalu. Film itu juga berkompetisi dengan film-film pendek lain dalam Wide Angle Asian Shorts Film Competition.
Di Indonesia sendiri, film yang digarap mulai Februari lalu itu masuk menjadi salah satu nominasi Film Pendek Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2016. Lalu pada awal Desember ini, Memoria telah memenangi dua penghargaan dalam Jogja-netpac Asian Film Festival, yaitu Blencong Awards untuk film pendek terbaik, dan Student Choice Awards dari para mahasiswa film.
Surat dari Praha
Sutradara: Angga Dwimas Sasongko
Festival: Wakil Indonesia di Academy Awards
Film yang dibintangi Tio Pakusadwo dan Julie Estelle ini didaftarkan ikut seleksi menjadi nomine Academy Awards 2017 dalam kategori Film Berbahasa Asing atau Foreign Language Film. Sebelum itu, film produksi Visinema Pictures ini tayang perdana di Jepang, lalu Fribourg International Film Festival dan telah dilirik oleh sejumlah distributor internasional.
Surat dari Praha bercerita tentang tahanan politik yang diasingkan akibat terkait kasus Partai Komunis Indonesia pada 1965, dan tidak dapat kembali pulang ke Indonesia. Film ini menonjol dari kekuatan cerita dan musik sehingga juga diganjar penghargaan Usmar Ismail Award