Bawoi merupakan mamalia air payau yang telah melegenda di Kalimantan Timur. Faktanya, saat ini populasi mamalia tersebut berada di ambang kepunahan. Oleh karena itu, memerlukan upaya konservasi untuk menjaga keberlangsungan hidup bawoi.
Tahukah Anda, bawoi sama dengan pesut. Kedua nama tersebut merupakan nama dari satu jenis hewan yang sama. Habitat alami pesut di Indonesia adalah Sungai Mahakam yang terletak di Kalimantan Timur. Oleh karena itu, mamalia ini diberi nama pesut mahakam.
Pesut atau bawoi merupakan mamalia air yang mirip lumba-lumba. Berdasarkan legenda masyarakat setempat, mamalia ini merupakan jelmaan dari kakak-beradik yang ditelantarkan oleh orangtuanya. A
Perbedaan antara bawoi dan lumba-lumba terletak pada bagian moncong yang mengerucut seperti paruh. Moncong bawoi cenderung lebih pendek.
Setelah dewasa, ukuran tubuh mamalia air payau ini bisa mencapai 2—3 meter dengan bobot tubuh mencapai 130 kg. Tubuhnya didominasi oleh warna abu-abu hingga biru tua, tetapi di bagian bawah perutnya cenderung lebih pucat dari bagian tubuh lainnya.
Bawoi sama seperti paus dan lumba-lumba yang membutuhkan oksigen untuk bernapas. Oleh karena itu, mamalia ini sering terlihat menyembulkan bagian atas tubuhnya di permukaan air. Terkadang, Anda bisa menjumpai hewan air tawar ini menyemburkan air dari dalam mulutnya.
Daya pandang mamalia air payau ini terbilang lemah karena habitatnya di perairan berlumpur. Namun, bawoi memiliki gelombang ultrasonik yang dapat mendeteksi halangan yang berada di depannya. Dengan begitu, mamalia ini mampu menghindar dengan gerakannya yang lincah.
Pertumbuhan populasi bawoi terbilang cukup lambat. Hal ini karena bawoi hanya mampu melahirkan satu anak dalam kurun waktu tiga tahun dengan masa menyusui selama 1,5 tahun.
Salah satu penyebab mamalia ini berada di ambang kepunahan adalah perubahan habitat alaminya. Jika dahulu di kawasan Sungai Mahakam terdapat banyak pepohonan dan rawa, kini daerah tersebut berubah menjadi kawasan perkebunan dan tambang.