Wabah virus corona telah berdampak pada banyak sekali aspek dalam kehidupan manusia; ekonomi, bisnis, transportasi, sosial, hingga kesehatan mental. Tapi dari semua efek corona itu, kebanyakan yang dibahas cuma yang negatif-negatif aja, kayak corona yang secara nggak langsung sudah bikin perekonomian dunia lumpuh, bisnis-bisnis merugi, karyawan banyak yang nggak digaji, bahkan sampai di-PHK. Menjamurnya pemberitaan soal corona sejak awal tahun ini juga diam-diam telah memengaruhi kesehatan mental banyak orang. Akhirnya, nggak sedikit yang jadi benci sama corona, acuh tak acuh, dan yang terparah, sampai nggak peduli sama imbauan pemerintah.
Kondisi di atas membuat wabah ini tuh seolah jadi kayak semacam “kutukan”. Bukannya mau “membela” corona, tapi saya sih percaya bahwa selalu ada hikmah di balik setiap musibah. Di tengah physical distancing besar-besaran akibat virus corona ini, bumi, tempat kita berpijak saat ini, bisa jadi perlahan mulai bisa bernapas lagi. Polusi berkurang, seiring berkurangnya jumlah kendaraan yang lalu-lalang, pesawat yang beroperasi, hingga aktivitas di pabrik-pabrik. Karena menurut ilmuwan, kegiatan-kegiatan tersebut telah menyumbang kerusakan bumi yang cukup besar!
Kalau kata Kimberly Nicholas, peneliti dari Pusat Studi Keberlanjutan Lund University, Swedia, ada tiga aktivitas manusia yang menyumbang emisi karbon terbesar di bumi; naik pesawat, naik mobil, dan mengonsumsi produk hewani
Naik pesawat dan naik mobil jadi aktivitas yang jarang banget dilakukan manusia di tengah masa-masa isolasi seperti sekarang ini. Banyak orang akhirnya jadi membatalkan jadwal terbangnya setelah melihat situasinya memang lagi nggak mendukung, apalagi nggak sedikit negara yang sudah memberlakukan lockdown. Kondisi lalu lintas di jalur darat juga relatif lebih sepi dari biasanya. Sejumlah titik yang hampir selalu macet, jadi lengang. Tentu saja situasi ini jadi kabar baik bagi bumi, karena polusi dan emisi gas rumah kaca jadi berkurang.
Lumpuhnya transportasi, seiring dengan orang yang lebih sering berdiam diri dalam rumah, juga memaksa industri atau pabrik-pabrik mengurangi produksinya. Itu artinya, jumlah gas emisi karbon dari asap industri juga ikut berkurang
Di Cina, konsentrasi nitrogen dioksida –polutan yang dilepaskan dari pembakaran fosil– dilaporkan menurun sekitar 40% semenjak negara itu mengumumkan lockdown di beberapa wilayah. Kemungkinan hal yang sama juga terjadi di wilayah-wilayah yang menyerukan kebijakan serupa. Di Jakarta misalnya, walaupun nggak ada lockdown, tapi masyarakat mulai aware sama imbauan buat tetap di rumah aja. Banyak juga perusahaan yang memberlakukan WFH. Dari sektor bisnis, permintaan jadi berkurang, membuat mereka jadi mengurangi produksinya. Malah ada juga yang sampai menghentikan operasionalnya karena situasi yang terombang-ambing.
Tapi benarkah dalam kondisi seperti saat ini, bumi kembali bisa “bernapas” lagi?
Sejauh ini kayaknya belum ada penelitian yang menjawabnya secara pasti. Karena… Oke lah jalanan sekarang jadi lengang, nggak macet lagi, polusi berkurang, aktivitas pabrik menurun, tapi dengan kita berada di rumah dalam waktu yang lebih lama, bisa jadi konsumsi listrik kita bertambah. Durasi kita menyalakan AC dan perlengkapan lain ikut meningkat juga. Kalau kata Christopher M. Jones, lead developer di CoolClimate Network, penduduk yang tinggal di negara dingin akan lebih banyak menyalakan pemanas ruangan saat mereka dipaksa berada lebih lama di dalam rumah. Padahal aktivitas itu bahkan lebih nggak ramah lingkungan dibanding mengemudikan kendaraan.
Physical distancing juga kayaknya nggak bisa menghentikan kebiasaan kita makan produk hewani. Malah mungkin jadi lebih sering karena kita dipaksa buat masak terus tiap hari…(?)
Kayak yang udah dibahas sebelumnya, peternakan hewan juga ternyata menyumbang emisi karbon yang lumayan besar bagi bumi. Nah, kondisi yang memaksa kita buat berada di rumah kayak sekarang ini nyatanya nggak bisa menghentikan kebiasaan kita buat makan produk hewani, seperti daging, susu, keju, dan banyak lainnya.
Jadi, apakah bumi saat ini membaik atau tidak, sebenarnya jawabannya belum bisa dipastikan. Soalnya ilmuwan pun masih berselisih pendapat. Kalau pun memang kondisi bumi membaik, sepertinya itu hanya akan berlangsung sementara, karena kalau wabah sudah berakhir, bisa jadi orang di seluruh dunia akan “balas dendam” dengan bepergian secara serentak, booking tiket pesawat buat liburan, dan pabrik-pabrik kembali menggenjot produksi untuk mengejar ketertinggalan. Hmm.. kalau menurutmu gimana nih?