Perkembangan elektronik terutama sekali di dunia telekomunikasi sangatlah cepat. Sebuah ponsel yang fungsi awalnya adalah sebagai alat komunikasi kini berubah. Fungsi-fungsi lain ditambahkan dan semakin lama semakin canggih. Sampai akhirnya kita jadi bingung sebetulnya benda yang kita genggam ini sebuah alat komunikasi ataukah sebuah kamera yang dapat digunakan untuk berkomunikasi?
Rata-rata setiap 6 bulan sekali kita meyaksikan iklan ponsel dengan fungsi baru atau penyempurnaan dari fungsi sebelumnya. Dibombardir iklan dari segala arah, seolah-olah kita harus memilikinya benda tersebut. Padahal ponsel yang kita pegang saat ini baru dibeli kurang dari 1 tahun yang lalu. Ingat, bahwa segala penyempurnaan atau penambahan fungsi baru dari benda-benda ini ada harganya.
Beberapa orang tidak tergoda untuk mengganti ponsel miliknya. Karena mereka tahu ponsel merupakan salah satu benda yang mengalami depresiasi paling cepat. Bahkan harga sebuah ponsel dapat langsung terjun bebas di hari yang sama, padahal baru dipakai hanya dalam hitungan jam. Apalagi dalam hitungan bulan atau tahun. Sebagai contoh, berapa harga sebuah ponsel Blackberry di masa kejayaannya? Tetapi saat ini Perum Pegadaian tidak bersedia menerima BlackBerry sebagai jaminan.
Anda tentu tidak membantah dengan fakta yang dipaparkan di atas. Tetapi mengapa orang-orang yang sudah mengetahui hal di atas tetap saja gonta ganti ponsel bahkan kadang secara sadar menguras tabungan yang dimilikinya?
Atau contoh yang lebih ekstrim. Anak-anak sedari kecil sudah diajarkan tentang nilai-nilai kejujuran. Bahkan dalam ajaran agama, ada begitu banyak contohnya. Secara logika, harusnya semakin banyak orang yang jujur. Tetapi mengapa dalam prakteknya masih saja banyak orang yang tidak jujur. Bahkan sepertinya jumlah orang-orang yang jujur semakin berkurang jumlahnya. Benarkah demikian? Jawabannya ada dalam pembahasan berikut.
Apa Itu Mindset?
Kata Mindset terdiri dari 2 kata yaitu Mind dan Set. Jika ada kata Set yang mengikuti kata Mind, artinya Mind ini beranggotakan lebih dari satu. Disini mulai terjadi kebingungan. Bukankah Mind itu adalah Pikiran?
Menurut kamus Merriam-Webster, kata “Mind” diterangkan sebagai “The element or complex of elements in an individual that feels, perceives, thinks, wills, and especially reasons”.
Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu, Bangsa Cina telah menggunakan simbol karakter “心” (baca: xīn) yang sama; untuk mewakili kata “Heart”, “Mind”, “Soul.”
Lalu mengapa pula dalam kebanyakan literatur Bahasa Indonesia pada umumnya menerjemahkan kata “Mind” hanya sebagai pikiran saja?
Sebenarnya kurang tepat bila menerjemahkan Mind hanya sebagai Pikiran. Karena ada unsur Perasaan di dalam kata Mind ini. Jadi terjemahan yang paling tepat untuk kata Mind adalah merupakan hasil dari pengolahan Pikiran dan Perasaan. Kekeliruan terhadap arti dan makna sebuah kata dapat berakibat pada setiap keputusan yang diambil seseorang dalam berperilaku.
Pernyataan di atas akhirnya saya uji tingkat kebenarannya melalui serangkaian tes dan evaluasi yang berkesinambungan melalui program yang kami diberi nama Mindset With Neuro-Linguistic Programming
Sebagai pekarya dalam lingkungan Pertamina khususnya di Pertamina Learning Centre, kami setiap hari berkecimpung dalam proses penerimaan adik-adik generasi penerus. Karena banyaknya sample yang kami lihat, lama-kelamaan kami seperti mampu mengenali bagaimana tingkah pola seseorang. Dengan memperhatikan bagaimana orang tersebut bersikap, bagaimana orang tersebut berbicara; hingga ke pemilihan kata-kata yang dipergunakan ketika berkomunikasi.
Ketika pertama kali diberi kepercayaan untuk menangani adik-adik ini, ada banyak sekali pertanyaan yang menghampiri saya. Bagaimana mungkin adik-adik yang menjalani pendidikan sekian lamanya dan dengan biaya yang tidak sedikit, mengapa hasilnya tidak seperti yang diharapkan?
Mengapa generasi yang sekarang mentalnya sangat berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya? Dapatkah mereka disadarkan bahwa mereka berkarya di perusahaan energi yang memiliki nilai sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negeri ini?
Selama 4 tahun terakhir saya berpikir keras di titik-titik mana adik-adik ini perlu mendapatkan perhatian khusus agar semua biaya pendidikan yang telah diinvestasikan oleh perusahaan dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholder di kemudian hari.
Hingga sampailah saya pada sebuah penemuan! Ternyata adik-adik kita ini memiliki Mindset yang keliru terhadap arti dan makna kata Kebangsaan. Salah satu akibat dari kata Mind hanya diterjemahkan hanya sebagai pikiran saja. Maka tanpa sadar mereka dibentuk hanya dari sisi pikiran saja. Sedangkan sisi perasaan kurang tersentuh dengan utuh.
Yang terjadi adalah mereka semua tahu bahwa mereka dilahir dan dibesarkan di tanah air Indonesia sebagai bangsa Indonesia. Mereka juga tahu apa kewajiban mereka sebagai seorang anak bangsa. Tetapi bila ditelusuri lebih jauh lagi, mereka ternyata tidak bangga sebagai bangsa Indonesia.
Bukankah kejadian di atas sama persis seperti ilustrasi kisah tentang orang-orang yang hobi gonta ganti ponsel. Mereka tahu bahwa kebiasaan gonta ganti ponsel adalah tindakan yang sebetulnya kurang bijak. Tetapi mereka tetap melakukan juga. Bahkan sebagian besar sampai rela berhutang demi mendapatkan ponsel idamannya.
Ketika hutangnya sudah bertumpuk, lalu dia akan merasa bahwa gajinya tidak cukup. Selanjutnya menuduh perusahaan tidak memberikan upah dengan layak. Karena sudah merasa tidak diperhatikan oleh perusahaan, maka banyak hal yang dapat terjadi kemudian. Mulai dari prestasi kerja yang menurun hingga yang paling berat adalah melakukan tindakan pelanggaran hukum.
Semua Berawal Dari Kata-Kata
Saya menemukan bahwa semuanya bermula dari penyusunan kata-kata yang keliru terhadap arti dan makna sebuah kata. Yang kemudian kata-kata tersebut dimasukan ke dalam pikiran dan perasaannya (Mindset) sehingga tanpa sadar ia membuat keputusan terhadap tindakan dan perbuatannya.
Sadar akan hal tersebut di atas, maka kami di PLC mulai merancang modul-modul pelatihan soft skill yang berbasiskan perubahan bukan saja pada pikiran semata melainkan juga perasaan melalui penyusunan kata-kata yang dipilih dan disusun sedemikian rupa. Hasilnya adalah penyempurnaan terhadap materi Building Healthy Mindset With NLP yang memasukkan modul Wawasan Kebangsaan sekembalinya adik-adik kita dari pelatihan kewiraaan.
Materi yang sudah mengalami penyempurnaan ini kemudian kami ujikan pada sebuah batch BPA/BPS di akhir tahun 2012. Dan hasilnya sungguh menggembirakan, pada akhir masa pendidikan mereka, sebuah buku kompilasi yang memuat buah pikir mereka terhadap ketahanan energi dan kebangsaan telah lahir. Karya mereka berjudul Merawat Bumi Pertiwi Indonesia.
Bila mereka sudah mampu merangkai kata-kata bermanfaat yang dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan pembacanya, sehingga kemudian mendorong pembacanya melakukan hal-hal bermanfaat maka saya yakin para founding father pun akan merasa tenang di alam baka menyaksikan generasi penerus ternyata mampu membawa Bangsa Indonesia ke level yang lebih tinggi lagi. Ini hanya persoalan waktu saja.
Semoga bermanfaat