Sudah 34 tahun sejak Esther Gayatri Saleh mengawali kariernya di dunia penerbangan. Perempuan kelahiran Palembang ini, mengaku perjalanan kariernya gak melulu mulus. Ia pernah mendapatkan diskriminasi, bahkan ditolak oleh sekolah penerbangan lokal.
Berikut kisah Esther Gayatri Saleh, pilot uji perempuan Indonesia yang pertama. Semoga bisa jadi inspiramu, ya!
1. Esther nyaris memendam mimpinya jadi pilot karena lulusan IPS & dianggap tak memenuhi kriteria tinggi badan di sekolah transportasi
Seragam pilot berwarna biru tua dengan emblem bordir bendera Indonesia pada bagian kiri bahu yang dikenakan oleh Esther, merupakan kebanggaannya. Siapa sangka untuk dapat berdiri di panggung sambil menceritakan pengalaman terbangnya dengan mengenakan seragam itu, Esther harus melalui banyak rintangan?
Setelah lulus SMA, Esther yang sempat menjadi pewarta foto cilik, bersikeras untuk mendaftarkan diri sebagai pilot di salah satu sekolah transportasi di Indonesia. Singkat cerita, ia ditolak karena dianggap tidak memenuhi persyaratan. Sebab, Esther merupakan siswa jurusan IPS dan dianggap kurang semampai. Saat itu, tinggi badannya 157 cm.
"Saat itu, aku yakin kalau Tuhan memberi aku peran dan aku gak boleh menyerah begitu saja," kenang Esther. Kabar baik datang setelah Esther berhasil pergi belajar ke Amerika, tepatnya di Sawyer School of Aviation, Phoenix, Amerika Serikat (1983).
2. Character building bagi seorang pilot itu penting. Dengan inilah Esther digembleng hingga sesukses sekarang
"Kalau sekarang saya ceritakan, seolah-olah kayak mudah ya. Padahal di dalam hati, saya sering mengeluh. Tapi, saya yakin Tuhan gak ingin saya menyerah," ujar Esther.
Perempuan berusia 57 tahun ini yakin bahwa untuk bisa menjadi dirinya sekarang, diperlukan pembentukan karakter yang dimulai dari masa mudanya dan melalui proses yang panjang nan sulit.
Seraya tersenyum simpul, Esther mengatakan, "Saya memang bukan orang lulusan universitas. Karena itu, saya harus tekun. Kekuatan sudah lama diproses dan saya selalu mengingat bahwa Tuhan menciptakan kita itu dengan tujuan khusus".
Baginya, sangat penting untuk setiap orang mencari misi tersebut sepanjang perjalanan hidupnya. "Minimal, kita harus menjadi berkat bagi satu orang. Intinya, kehadiran kita itu membawa dampak," tambah Esther.
3. Sebelum belajar menjadi pilot, orangtuanya sempat menyarankannya untuk masuk sekolah hukum
Saat remaja, kedua orangtua Esther menyarankannya untuk menempuh pendidikan di sekolah hukum. Akan tetapi, berkat passion dan ketekunannya yang membara, Esther berhasil meyakinkan mereka kalau jalan yang ia pilih sudah tepat.
Selain itu, perempuan yang berulang tahun pada tanggal 3 September ini, mengatakan bahwa membangun kepercayaan itu sangat penting untuk perjalanan karier seseorang di masa depan.
Esther mengaku bahwa ada banyak risiko tersembunyi dari pekerjaannya. Ia mengatakan, "Setiap kali terbang, setiap saat juga nyawa saya terancam. Tapi, itulah mungkin kontribusi saya kepada masyarakat. Supaya nanti bagian dari pesawat itu bisa disertifikasi."
Tekanan yang berat serta risiko yang besar, membuat Esther selalu membiasakan ritual berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing pada seluruh kru. Doa itu dilafalkan sembari memegang harapan uji coba pesawat terbang itu berjalan baik.
4. Berbeda dengan pilot komersial, pilot uji terbang dengan pesawat yang belum terverifikasi. Bahkan, mesin pesawat akan dimatikan saat diuji
"I'm not like commercial pilot karena kalau pilot komersial itu, mereka terbang dengan pesawat yang sudah terverifikasi. Sedangkan saat bekerja menjadi pilot uji, Anda merasakan hidup berada di ujung tanduk," tutur Esther dengan raut muka serius. Perempuan yang pernah menjadi pilot di PT Merpati Nusantara Airlines ini, mengakui bahwa pekerjaannya sebagai pilot uji sangat sulit.
"Saat kita menguji itu, mesin pesawat akan dimatikan. Lalu diuji lagi. Setelahnya, kita membuat manuver. Jadi benar-benar semuanya tergantung skill & knowledge," tambah Esther. Walaupun begitu, Esther ingin mendorong generasi muda untuk mencari tahu lebih banyak tentang profesi ini. Hal tersebut dikarenakan pilot uji jumlahnya masih terbatas.
5. Esther pernah mendapatkan diskriminasi dan diragukan kemampuannya selama 10 tahun pertama. Semua lantaran ia perempuan
Esther mengaku, ia pernah menerima verbal bullying dari para senior terdahulunya. Kalimatnya berbunyi seperti, "Wah, perempuan! Gak cocok ini pekerjaan laki-laki, nih! Kamu kayaknya lebih cocok di dapur aja." Meski dirundung seperti itu, Esther menanggapinya dengan positif. Ia mengaku berterima kasih karena kalimat itu malah memicunya untuk meneruskan impiannya. Perempuan ini menerima perilaku tersebut selama 10 tahun pertama kariernya. "Bayangin, deh! Saya sempat merasa mau keluar pada tahun 1992. Tapi, setelah saya pertimbangkan lagi, saya ingin melanjutkan karier ini," ujar Esther.
6. Pernah menjadi wartawan foto cilik, ternyata Esther sempat ingin jadi jurnalis
Punya rasa penasaran yang tinggi, sempat membawa Esther pada impiannya menjadi jurnalis. Ia pernah menjadi wartawan foto cilik yang bekerja di bawah naungan Kementerian Pariwisata. "Saya waktu itu ingin menjadi jurnalis karena pengen wawancara presiden. Part of the journalist is still in me, yaitu komunikasi," ujar Esther.
Saat ditanya apa rahasia suksesnya untuk terus bahagia menjalani profesi terbangnnya, Esther menjawab dengan senyuman lebar. "First, know your calling. Lalu, caranya adalah harus ada suka cita dalam hati! Karena kalau hati kamu gak bahagia, udah keburu murung dan gak enak bekerja. That's flying! You have to feel peace and joy in your heart," tambahnya.
7. Esther mengidolakan dua tokoh dalam bidang penerbangan. Mereka adalah Habibie dan Neil Amstrong
Sosok Habibie memegang peranan penting di dalam perjalanan karier Esther. "Dia menerima saya secara pribadi dan dia terus terang untuk menitipkan perusahaan penerbangannya. Saya bilang, it is my pleasure," ujarnya.
Selain Habibie yang menjadi panutannya, Esther juga mengidolakan Neil Amstrong. Ia masih memimpikan untuk bisa terbang ke luar angkasa. Sebagai sosok perempuan pertama yang menjadi pilot uji di Indonesia, Esther mendefinisikan perempuan hebat sebagai seseorang yang tahu panggilan hidupnya dan bisa berdampak baik kepada orang lain.
"Jangan sampai mimpi Anda, apa pun itu, Anda lupakan. Jangan sampai Anda meninggal tanpa berhasil menggapai mimpi Anda. Mimpi saja, gak bayar kok! Tapi, kita tetap harus pasrah kepada kehendak Tuhan," kata Esther sembari menutup wawancara.