Kalau dalam jangka beberapa waktu ke depan kamu berniat menikahi orang Jawa, mungkin kamu bakal beranggapan bahwa prosesinya bakal seperti pernikahan Jawa pada umumnya, pun riasan yang diterapkan. Eh, tapi sebaiknya kamu tahu dulu apakah dia menganut tradisi ala Solo atau Yogyakarta. Jika tak terlalu memperhatikan, sekilas memang pernikahan di Solo dan Yogyakarta ini akan terlihat sama saja, mulai dari prosesi hingga riasannya. Padahal ternyata jika ditilik lebih dalam, terdapat sejumlah perbedaan di antara keduanya lo.
Jumlah jenis tata rias antara Solo dan Yogyakarta saja ternyata berbeda, yang satu ada enam dan yang lainnya lima
Dilansir dari Indonesia.go.id, tradisi upacara pernikahan biasa mengacu pada yang terjadi di keraton karena tatanan hidup merekalah yang dijadikan sebagai pedoman dalam perjalanan hidup termasuk saat menikah. Di Yogyakarta tata rias terdiri dari enam jenis yaitu Paes Ageng, Paes Ageng Jangan Menir, Paes Ageng Kanigaran, Yogya Puteri, Kasatriyan Agung, dan Pura Pakualaman. Sedangkan di Solo, ada lima jenis tata rias yaitu Solo Basahan, Solo Puteri, Solo Langenharjan, Solo Taqwa, dan Solo Mangkunegaran.
Meskipun sekilas terlihat sama, tapi ternyata paes Solo dan Yogyakarta dapat dilihat dari bentuk cengkorongan yang berbeda
Dua riasan ini wajar terlihat mirip karena memiliki akar kebudayaan yang sama. Namun, sebenarnya perbedaan ini bisa dilihat dari bentuk cengkorongan paes, mulai dari bentuk penunggul atau gajahan, pengapit, penitis, dan godheg. Pertama yang membuat kedua paes ini beda adalah bagian tengahnya. Pada pengantin Yogyakarta pola riasan di tengah dahi memiliki bentuk yang mirip dengan daun sirih, titik tengahnya runcing. Sedangkan pada pengantin Solo, bentuknya setengah bulatan telur bebek, biasanya disebut dengan gajahan.
Selain bagian tengahnya yang berbeda, penitis yang merupakan pola rias yang berada di atas godheg juga memiliki bentuk yang berbeda
Pengapit pada pola rias baik ala Solo maupun Yogya berbentuk sama yaitu ngundup kanthil, namun penitis dua tradisi ini ternyata berbeda. Di Yogyakarta, penitis memiliki bentuk seperti potongan daun sirih, namun volumenya lebih kecil daripada penunggul, ujungnya juga runcing layaknya pada bagian tengah. Sedangkan di Solo bentuknya mirip dengan setengah bulatan telur ayam.
Yang terakhir yang membuat dua riasan ini berbeda adalah bagian godheg dan penggunaan prada. Hal inilah yang sebenarnya paling tampak
Godheg pada pengantin Yogyakarta memiliki bentuk seperti pada ujung mata pisau sedangkan pada pengantin Solo bentuknya layaknya kuncup turi atau ngundup turi. Hal lain yang sebenarnya paling menyolok adalah penggunaan serbuk emas atau biasa disebut dengan prada yang ditaburkan di tepian paes. Hal ini bisa ditemui di beberapa riasan Yogyakarta seperti Paes Ageng Jangan Menir dan Paes Ageng Kanigaran.
Sedangkan di Solo biasanya paes tidak menggunakan prada, namun terdapat pula penggunaan pidih dengan warna yang berbeda. Pidih warna hijau digunakan untuk paes Solo Basahan sedangkan pidih warna hitam digunakan pada Paes Solo Puteri.
Ternyata walaupun sekilas tampak sama ternyata perihal paes di dahi saja sudah memiliki beberapa hal yang berbeda ya. Perbedaan antara pernikahan ala Solo dan Yogyakarta ini ternyata bukan hanya perihal riasan saja lo, tapi juga pakaian dan beberapa hal lainnya.