Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 yang dikelola Alvara Research Center dengan persentase 34 persen, milenial tengah jadi pasar menjanjikan di berbagai bidang, tak terkecuali traveling.
Apalagi, traveling masuk dalam top 3 kegemaran mereka yang lahir antara 1981 sampai 2000 tersebut. Generasi ini nyatanya punya kebiasaan tersendiri dalam merencanakan perjalanan, terutama keluar kota.
Peneliti Alvara Research Center Lilik Purwandi menjelaskan, berdasarkan studi, perencanaan keuangan milenial berada dalam jangka pendek. Habit ini membuat traveling masuk dalam kegiatan yang dilakukan secara spontan.
"Apalagi, dengan semua bidang yang bisa diakses secara online, rencana perjalanan bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Lagi kumpul, misal. Langsung ada ajakan, 'Ayo pergi!'," tuturnya di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Oktober 2019.
Kebiasaan tersebut, sambung dia, lebih sering diadopsi late millennial. Sementara, early millennial yang kebanyakan sudah berkeluarga biasanya akan lebih mempersiapkan liburan dari beberapa bulan.
"Bakal ada perubahan pola konsumsi nantinya semisal (milenial) sudah berkeluarga," kata Lilik. Soal jumlah biaya yang dikeluarkan, Lilik menyambung, belum ada studi dari Alvara Research Center yang menunjukkan angka tertentu
"Tapi, kalau secara rata-rata ada di golongan low-cost," sambungnya. Seiring tahun, ada pergeseran faktor pemilihan berbagai elemen perjalanan, tak terkecuali akomodasi.
Spesifik di akomodasi, selain memenuhi unsur fungsional dan emosional, spiritual juga dicari sebagai penggenap. Karenanya, banyak bermunculan akomodasi Muslim friendly untuk memenuhi kebutuhan pelancong milenial, baik Muslim maupun bukan.
Destinasi Favorit
Ilustrasi traveling. (iStockphoto)
Berdasakan data yang dikelola Alvara Research Center soal destinasi favorit milenial, tempat-tempatnya hampir sama dengan canangan tujuan destinasi halal dari pemerintah.
"Yang jelas ada di data itu Yogyakarta, Bandung, Malang, Lombok, dan Bali," tutur Lilik. Biaya yang dikeluarkan dianalisis sebagai alasan tempat-tempat tersebut muncul sebagai destinasi langganan.
Kemunculan tempat-tempat tersebut sekaligus jadi bukti bahwa wisata dalam negeri masih lebih disukai. "Sekalipun ada data ke luar negeri itu didominasi negara-negara Asia Tenggara," kata Lilik.
Di samping soal jarak yang masih terbilang dekat, biaya tak terlalu mahal dan tak memerlukan visa jadi sebab di balik munculkan kebiasaan pergi ke sederet negara tetangga.
"Lagipula, bisa sekaligus. Misal, rute ke Malaysia dan Thailand itu kan sekali pergi bisa langsung ke dua-duanya, atau Malaysia-Singapura juga begitu," tutupnya.