Angka orang dengan asma di Indonesia masih terbilang tinggi. Data dari Kementerian Kesehatan di tahun 2018 menyebutkan bahwa 4,5 persen populasi di Indonesia mengalami penyakit tersebut.
Sayangnya, asma seringkali menjadi kondisi yang diremehkan karena merupakan penyakit yang bisa dikontrol. Namun, kontrol yang tidak baik berpotensi menyebabkan masalah yang lebih buruk, hingga berdampak pada beban masyarakat.
Maka dari itu, puskesmas dinilai punya peran penting dalam perawatan orang dengan asma. Selain karena fasilitas tersebut lebih mudah dijangkau dengan masyarakat, pembiayaan BPJS Kesehatan juga bisa lebih efisien.
"Kita berharap puskesmas bisa menyelesaikan lebih banyak kasus, dengan harapan bisa ditekan di puskesmas agar tidak sampai ke rujukan. Ini berarti biayanya juga berkurang," kata dokter Theresia Sandra Dian Ratih, Kepala Subdirektorat Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Pencegahan Asma Kambuh Tekan Biaya Kesehatan
Sandra mengatakan, ketika asma dikontrol dengan baik, biaya yang dikeluarkan akan lebih sedikit ketika pasien mengalami masalah napas terus menerus.
"Dari sisi masyarakat penderita, tentu mereka yang terkena eksaserbasi terus menerus, misalnya anak-anak kena sebulan dua atau tiga kali, tentu dia tidak sekolah, kemampuan menerima pelajaran juga menurun. Akhirnya kualitas hidupnya menurun," kata Sandra menambahkan.
Sementara itu, bagi orang dewasa yang sering mengalami masalah asma, produktivitasnya juga terganggu.
Karena itu, puskesmas juga dituntut untuk meningkatkan layanannya bagi penderita asma, terutama terkait penyediaan alat terapi pernapasan berupa nebulizer. Selain itu, tenaga kesehatan juga harus memiliki kompetensi yang lebih baik, khususnya agar pasien taat terhadap tata laksana pengobatan serta memberikan edukasi pada masyarakat.