Gadget mengubah cara bermain anak
Permainan Zaman Dulu via http://google.com
“Bro.. Pabji kuyy”
“Ayok kuy lah…”
Kata-Kata singkat yang terucap oleh salah seorang anak yang masih mengenakan seragam sekolah dipelataran rumahnya bersama dengan dua orang temannya. Memang tanpa disadari perkembangan teknologi dari tahun ke tahun sangat luar biasa. Kecanggihan dan fitur yang ditawarkan sangat memanjakan para user-nya.
Lantas kalau perkembangan teknologi ini menguntungkan terus apa dong sangkut paut dengan judul?
Penulis akan mengajak kalian untuk mundur kebelakang sekitar 10 hingga 13 tahun yang lalu, dimana pada saat itu teknologi seperti gadget belum sepamor seperti sekarang ini. Jalan jalan sore bersama teman-temanmu menikmati indahnya sore hari, pergi kerumah teman langsung buat ngajak main bareng tanpa merasakan chat-chatan dahulu untuk janjian, bermain petak umpet, lari-larian sana sini terjatuh dan terluka, bermain bola hingga kotor-kotoran bersama.
Dunia anak pada waktu itu sangat terasa dengan berbagai tantangan dan nilai-nilai yang ada, tantangan seperti berani untuk kotor, berkeringat, hingga tak takut untuk terluka. Sedangkan nilai-nilai yang menjadi pelajaran dalam permainan anak jaman dulu yaitu nilai solidaritas, sportivitas hingga kreativitas, bahkan bisa dikatakan bahwa permainan jaman dulu itu lebih banyak memberikan kesan dan pelajaran selama masa pertumbuhannya
Terus permainan anak jaman sekarang negatif semua gitu? Tidak semua, tapi kebanyakan lebih banyak memberikan efek negatifnya terkhusus dari gadget itu sendiri. Anak yang sekarang sedari kecil sudah dibekali gadget seolah itu sudah menjadikan sebagai teman kesehariannya. Tinggal duduk manis dirumah dan dengan sentuhan jari, mereka sudah bisa merasakan berbagai permainan yang ada di gadget tersebut tanpa takut tak akan kotor dan tak akan berkeringat.
Tanpa disadari gadget yang sudah membuat para anak nyaman menjadikannya malas untuk keluar rumah sebagaimana yang dilakukan anak-anak jaman dulu. Saking nyamannya membuat anak lupa untuk bersosial dengan lingkungan sekitarnya mengubah si anak menjadi individu yang anti sosial karena mereka telah nyaman dengan dunia gadgetnya, hanya dengan sekali sentuh ia sudah bisa mengeksplore dunia.
Permainan anak-anak seperti petak umpet, lompat tali dan lain-lain sepertinya dalam beberapa tahun kedepan hanya akan tinggal nama. Bukan permasalahan karena kurangnya lahan bermain bagi anak, melainkan dampak negatif dari gadget itu sendiri.
Dapat ditarik kesimpulan dari pembahasan ini, bahwa perkembangan teknologi seperti gadget untuk sekarang ini bisa saja kehadirannya kita terima. Hanya saja dibutuhkan peran dan sikap khusus dari orangtua untuk tidak menjadikan gadget sebagai solusi untuk si anak, tak ada salahnya lingkungan sekitar tetap mendukung untuk melestarikan permainan anak jaman dulu yang tak harus menunggu perayaan lomba Agustusan.