Aksara Jawa merupakan turunan dari jenis aksara Brahmi. Jenis aksara ini memang sudah lama digunakan oleh lapisan masyarakat di berbagai wilayah di Nusantara. Diantara wilayah yang menggunakan jenis aksara ini adalah Pulau Jawa, Sunda, Melayu, Makasar, Sasak serta umum dipakai untuk penulisan jenis karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa. Awal mula aksara Jawa sendiri digunakan sudah cukup lama bahkan sejak abad ke 17 Masehi pada masa berdirinya kerajaan Mataram Islam. Pada masa tersebut juga ditetapkan abjad Carakan atau Hanacaraka yang dikenal hingga saat ini.
Kemudian pada abad ke 19 Masehi aksara Jawa tersebut barulah dibuat dalam bentuk cetakan. Aksara Jawa sebenarnya merupakan gabungan dari aksara Kawi dan juga aksara Abugida. Berdasarkan pada struktur dari setiap huruf-huruf yang setidaknya mewakili dua buah dari abjad aksara di dalam bentuk huruf latinnya. Faktor inilah yang menjadi bukti bahwa aksara Jawa memang merupakan gabungan dari kedua aksara yang sudah disebutkan diatas.
Diantara salah satu contohnya adalah Ha yang menjadi perwakilan dari huruf H dan juga A. Kedua suku kata yang bisa dibilang utuh dibandingkan dengan kata Hari. Selanjutnya aksara Na yang merupakan gabungan dari huruf N dan A. Itu juga akan menjadi suku kata yang utuh dibandingkan dengan kata Nabi. Oleh sebab itu, cacah huruf yang terkandung pada sebuah penulisan kata yang disingkat bilamana dibandingkan dengan tata cara menulis dalam bentuk aksara latin.
Baca Juga :
Sebagaimana jenis aksara Hindi, dalam bentuk yang orisinil, tata cara untuk menulis aksara Jawa yaitu Jawa Hanacaraka adalah dengan cara menggantung atau diberi garis di sisi bawah. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu terdapat perubahan, tepatnya di jaman modern dimana para guru mengajarkan Hanacaraka dengan penulisan aksara yang berada di atas garis.
Aksara Jawa
Di dalam Hanacaraka atau Aksara Jawa terdapat beberapa tata cara penulisan. Juga terdapat beberapa unsur serta aturan yang lainnya. Dengan menjelaskan masing-masing huruf serta aturan itu, diharapkan nanti bisa memudahkan pembelajaran atau proses memahami tata cara penulisan Aksara Jawa sebelum kemudian praktik menulis. Oleh sebab itu, pada ulasan kali ini akan didahulukan tentang penjelasan dasar dari aksara Jawa terlebih dahulu. Untuk Anda yang belum mengenal aksara Jawa sama sekali, maka dibutuhkan catatan khusus seperti pembahasan berikut ini.
Cara Menulis Aksara Jawa
- Ha menjadi wakil untuk fonem /a/dan/ha/. Jika aksara ini berada pada bagian depan sebuah kata, akan dibaca dengan /a/. Akan tetapi aturan ini tidaklah berlaku untuk nama atau jenis kata bahasa asing selain dari bahasa Jawa asli.
- Da di dalam penulisan Jawa latin digunakan untuk bagian /d/ dental dan meletup dimana posisi lidahnya berada di bagian belakang pangkal gigi seri atas lalu diletupkan. Untuk /d/ ini berbeda sekali dari bahasa Melayu atau Indonesia.
- Dha di dalam bentuk penulisan Jawa latin digunakan untuk jenis d-retrofleks dimana posisi lidah dengan /d/ untuk bahasa Melayu ataupun Indonesia namun dengan bunyi yang diletupkan.
- Tha di dalam bentuk penulisan Jawa latin digunakan untuk t-retrofleks dimana posisi lidahnya sama dengan /d/ namun untuk pengucapannya tidak diberatkan. Untuk bunyi yang satu ini sangat mirip dengan orang yang memiliki aksen Bali di dalam menyuarakan huruf “t”.
Adapun makna dari aksara Jawa adalah sebagai berikut:
Ha adalah hana hurip wening suci yang arti dalam bahasa Indonesianya adalah adanya hidup merupakan kehendak dari Tuhan yang Maha Suci.
Na artinya adalah Nur Candra atau warsitaning Candara yang berarti pengharapan dari manusia yang selalu mengharapkan sinar dari Ilahi.
Ca merupakan cipta wening, cipta dadi, cipta mandulu yang artinya adalah suatu arah serta tujuan dari Sang Maha Tunggal.
Ra adalah rasaingsun handulusih yang artinya adalah cinta sejati yang muncul dari cinta kasih dalam nurani.
Ka merupakan karsaningsun memayu hayuning bawana yang maknanya adalah sebuah hasrat yang diarahkan untuk sebuah kesejahteraan alam.
Da merupakan dumadining Dzat kang tanpa winangenan yang artinya adalah menerima kehidupan ini dengan apa adanya.
Ta merupakan tatas, tutus, titis, titi lan wibawa yang artinya adalah sesuatu yang mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian di dalam memandang sebuah hidup.
Sa merupakan suram ingsun handulu sifatullah yang artinya adalah pembentukan kasih sayang sebagaimana kasihnya Tuhan.
Wa merupakan wujud hana tan kena kinira yang artinya adalah ilmu manusia yang hanya terbatas akan tetapi untuk implementasinya sangat tidak terbatas.
La merupakan lir handaya paseban jati yang maknanya adalah menjalankan hidup semata-mata hanya untuk memenuhi tuntutan dari sang pencipta.
Pa merupakan papan kang tanpa kiblat yang artinya adalah hakikat Tuhan yang sejatinya ada tanpa arah.
Dha merupakan duwur wekasane endek wiwitane yang artinya adalah untuk bisa mencapai puncak harus dimulai dari dasarnya atau dari bawah terlebih dahulu.
Ja adalah jumbuhing kawula lan gusti yang maknanya adalah senantiasa berusaha untuk mendekati Tuhan dan memahami kehendak Tuhan.
Ya merupakan yakin marang sembarang tumindak kang dumadi yang maknanya adalah yakin terhadap ketetapan dan kudrat Ilahi.
Nya merupakan nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki yang artinya adalah memahami sunnatullah atau kodrat dari kehidupan ini.
Ma merupakan madep mantep manembah maring Ilahi yang artinya adalah mantap di dalam menyembah Tuhan.
Ga merupakan guru sejati sing muruki yang maknanya adalah pembelajaran kepada guru nurani.
Ba merupakan bayu sejati kang andalani yang artinya adalah menyelaraskan diri kepada gerak gerik dari alam.
Tha merupakan tukul saka niat yang maknanya adalah segala sesuatu harus tumbuh dan diawali dengan niat.
Nga merupakan ngracut busananing manungso yang artinya adalah melepas ego pribadi pada manusia.
Aksara Carakan
Aksara Carakan adalah jenis aksara yang paling mendasar dalam mempelajari aksara Jawa. Jika dilihat dari namanya saja sudah bisa dipahami bahwa jenis aksara ini adalah untuk menuliskan kata-kata. Penting untuk menjadi pengetahuan bahwa dari setiap aksara Carakan ini memiliki bentuk beserta pasangannya. Aksara pasangan tersebut digunakan untuk menghilangkan atau mematikan bentuk vokal dari aksara yang sebelumnya. Agar Anda lebih mudah dalam memahami hal tersebut, penting untuk dijelaskan mengenai aturan pasangan di dalam aksara Carakan serta cara untuk pengucapannya. Jenis aksara carakan ini terbagi menjadi beberapa huruf yang pada saat ini dikenal sebagai Hanacaraka.
Aksara Jawa Pasangan
Untuk aksara Jawa berikut pasangannya akan dijelaskan pada kesempatan berikut ini. Aksara pasangan sendiri adalah bentuk khusus yang terdapat pada aksara Jawa untuk mematikan atau menghilangkan suatu vokal dari bentuk aksara sebelumnya. Penggunaan dari Aksara pasangan ini adalah untuk menulis bentuk suku kata yang di dalamnya tidak ada vokal.
Contoh Penggunaan Aksara Jawa Pasangan
alt="Contoh Penggunaan Aksara Jawa Pasangan" src="https://i1.wp.com/haurgeulis.com/wp-content/uploads/2019/02/Contoh-Penggunaan-Aksara-Jawa-Pasangan.png?resize=825%2C594" style="height:288px; width:400px" />
Berikut ini contoh penggunaan pasangan dalam aksara Jawa adalah kata “mangan sega” (makan nasi). Agar kalimat tersebut tidak dibaca mangan sega, maka perlu mematikan atau menghilangkan huruf na. Adapun cara untuk menghilangkan atau mematikan huruf Na tersebut adalah dengan memberikan pasangan yang ditempatkan pada huruf se. Dengan demikian, cara membaca aksara Jawa tersebut adalah “mangan sega”, Dibawah ini adalah contoh lain dalam penulisan aksara jawa.
Aksara Swara (Aksara Jawa A I U E O)
Aksara Swara adalah jenis aksara yang digunakan untuk menuliskan jenis huruf vokal yang berasal dari bentuk kata serapan dari bahasa asing agar pelafalannya menjadi lebih tegas.
Sandangan Aksara Swara
Setelah memahami apa yang dimaksud dengan aksara Swara, penting untuk dibahas mengenai sandangan aksara Swara karena ternyata masih banyak orang yang kebingungan membedakan antara aksara Swara dengan sandangan. Sandangan adalah bentuk huruf vokal yang tidak mandiri dan digunakan pada saat berada di bagian tengah dari kata. Sedangkan di dalam sandangan akan dibedakan berdasar pada cara membacanya.
Bagi aksara Swara ini tidak sama dengan jenis aksara-aksara yang lainnya. Aksara ini dilengkapi dengan pasangan yang juga memiliki beberapa aturan penulisan penting untuk diperhatikan. Berikut rinciannya: Aksara Swara ini tidak dapat dijadikan sebagai bentuk aksara pasangan. Apabila aksara Swara menemukan sigegan atau konsonan yang ada pada akhir suku kata yang sebelumnya, maka sigegan itu harus dimatikan dengan yang namanya pangkon. Aksara Swara dapat diberikan suatu sandangan wignyan, wulu, cecak, suku, dan lain sebagainya.
Aksara Rekan
Perlu untuk dicatat bahwa berbagai bentuk huruf yang terdapat dalam hanacaraka tidak dapat memenuhi keperluan penulisan sejumlah kata yang berasal dari Negara lain. Sebagai solusi atas hal ini, maka dibuatlah suatu bentuk aksara rekan yang dalam hal ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Hal ini dikenal dengan aksara Rekan. Aksara Rekan sendiri merupakan jenis aksara yang dipakai untuk penulisan huruf serapan yang asalnya adalah dari bahasa Arab. Misalnya saja huruf f, kh, dz dan lainnya.
Aksara jenis ini digunakan untuk menuliskan konsonan yang terdapat pada kata-kata asing yang masih sesuai dengan bentuk aslinya. Aksara Rekan yang terkandung di dalam Hanacaraka ini terdapat lima macam bentuk. Dan semua memiliki pasangan masing-masing. Adapun untuk aturan penulisannya tidak sama dengan yang lain. Berikut rinciannya,
- Tidak seluruh aksara Rekan yang ada memiliki pasangan. Pasangan pada aksara ini hanyalah Fa dan lainnya tidak memilikinya.
- Aksara Rekan sejatinya dalam praktiknya bisa diberikan pasangan.
- Aksara Rekan juga dapat diberikan sandhangan seperti aksara-aksara lainnya di dalam Hanacaraka.
Contoh Aksara Rekan
Dengan mendalami beberapa contoh aksara Rekan, Anda akan semakin mudah dalam memahami langkah penulisan yang benar dari suku kata dan bahasa yang berasal dari Negara lain seperti Arab. Contoh aksara Rekan ini memang cukup rumit dan sulit karena tidak tercover di dalam Hanacaraka. Akan tetapi jika Anda sudah mengetahui contohnya, tentu akan semakin memudahkan Anda, khususnya Anda yang masih pemula dalam memahami aksara Jawa.
Aksara Murda
Mengenal lebih mudahnya, aksara Murda merupakan sejenis huruf kapital di dalam jenis aksara Jawa. Aksara Murda ini secara khusus dipakai untuk menulis jenis huruf depan suatu nama orang, nama tempat, atau kata-kata lain yang awalnya memakai huruf kapital. Selain itu, jenis aksara ini juga digunakan di awal sebuah paragraf atau awal sebuah kalimat. Di antara kegunaan dari aksara ini adalah untuk menuliskan nama gelar, nama orang, nama geografi, nama lembaga pemerintahan, serta nama lembaga yang berbadan.
Karena kata-kata tersebut di dalam bahasa Indonesianya menggunakan huruf besar, maka dalam bahasa Jawa menggunakan aksara khusus yang dikenal dengan aksara Murda ini.Namun, penting untuk dijadikan catatan bahwa tidak semua aksara yang terdapat di Hanacaraka terdapat bentuk aksara Murdanya. Setidaknya hanya ada delapan buah aksara Murda. Aksara ini juga memiliki bentuk pasangan tersendiri yang fungsi atau kegunaannya sama dengan pasangan di dalam aksara Jawa.
Contoh Aksara Murda
Dalam penulisan Aksara Murda memang tidaklah begitu sulit. Jika dilengkapi dengan contoh tersendiri, ini akan membantu Anda dalam mempelajari aksara Jawa sehingga menjadi lebih paham. Khususnya saat menemui berbagai huruf kapital atau suku kata yang menggunakan huruf besar. Untuk aturan penulisannya sendiri, aksara Murda ini sebenarnya hampir mirip dengan penulisan aksara pokok di dalam Carakan. Namun ada beberapa aturan tambahan, berikut aturannya.
- Aksara Murda tidak bisa dijadikan sebagai sigeg atau yang biasa dikenal dengan konsonan penutup untuk jenis suku kata.
- Bilamana menjumpai bentuk aksara Murda yang menjadi sigeg, maka harus dituliskan bentuk aksara pokoknya.
- Bila di dalam satu suku kata atau kalimat terdapat lebih dari satu bentuk aksara Murda, maka terdapat dua aturan yang dapat digunakan. Yaitu dengan mencantumkan aksara murda untuk yang terdepan saja atau dengan menuliskan semua aksara Murda yang ditemui.
Aksara Wilangan (Aksara Jawa Angka)
Adapun pengertian dari aksara wilangan atau yang dikenal dengan bilangan merupakan sebuah aksara yang dipakai untuk menulis jenis angka di dalam aksara Jawa. Angka sendiri dipakai untuk menyampaikan suatu lambang bilangan atau nomor. Angka disini bisa berjenis ukuran, luas, panjang, satuan berat, nilai uang, satuan waktu dan lain sebagainya. Berbagai jenis kuantitas penulisan angka ini dilakukan dengan mengapitkan tanda yang ada pada pangkat pada bagian awal serta akhir dari penulisan angka. Untuk aturan penulisan satuan pada sebuah bilangan, satuan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk kata lengkapnya. Misalnya saja kilometer, kilogram, centimeter, milimeter dan lain sebagainya.
Tanda Baca Aksara Jawa
Setelah mengarti secara mendetail tentang huruf dan juga bilangan dalam aksara Jawa, berikutnya akan dibahas mengenai aturan di dalam penulisan aksara Jawa sendiri. Pradhata atau tanda baca dalam aksara Jawa sangat dibutuhkan untuk penulisan aksara Jawa. Aksara Jawa sendiri mempunyai beberapa macam bunyi yang berbeda ketika diucapkan. Hal tersebut tergantung pada masing-masing kata yang ditulis memakai aksara itu sendiri.
Misalnya saja a bisa dibaca a pada jenis kata dapat dan bisa juga dibaca a pada kata lara. Aturan ini juga diberlakukan pada bunyi e yang mempunyai beberapa varian bunyi di dalam pengucapannya. Pada aksara hanacaraka sendiri, ada beberapa tanda baca di dalam penulisan aksara tersebut. Pada perangkat lunak, ada empat buah tanda baca yang perlu Anda ketahui, diantaranya:
- Pada adeg-adeg
Yang digunakan pada adeg-adeg adalah di bagian depan kalimat di masing-masing alineanya.
- Pada adeg
Untuk pada adeg ini digunakan untuk menandakan bagian yang tertentu pada sebuah teks yang perlu untuk diperhatikan, untuk hal ini hampir sama dengan jenis tanda baca kurung.
- Pada lingsa
Adapun pada lingsa sendiri digunakan di akhir bagian kalimat sebagai sebuah tanda intonasi yang masih setengah selesai. Tanda ini setara atau sesuai dengan tanda koma.
- Pada lungsi
Selanjutnya adalah pada lungsi yang digunakan pada akhir sebuah kalimat. Tanda baca yang satu ini sangat sebanding dengan tanda titik.
- Pada pangkat
Pada pangkat ini terdapat beberapa fungsi di dalamnya. Diantaranya adalah untuk akhir pernyataan lengkap jika diikuti dengan beberapa jenis rangkaian. Selain itu juga digunakan untuk pangkat yang mengapit suatu petikan langsung.
Belajar Membaca Aksara Jawa
Perlu untuk dicatat bahwa aksara Jawa mempunyai banyak sekali bunyi yang tentu saja akan berbeda dalam hal pengucapannya. Hal tersebut ditentukan atau tergantung dengan masing-masing kata yang dituliskan dengan aksara tersebut. Contohnya a dapat dibaca dengan a pada kata lara dan bisa juga a pada kata papat. Aturan yang serupa juga terdapat pada huruf e. Dalam membaca aksara Jawa ini tentu jauh lebih sulit dibandingkan dengan belajar membaca bahasa Inggris. Sehingga Anda harus benar-benar jeli dan bersabar selama proses berlatih membaca aksara Jawa.
Dan untuk memperlancar di dalam proses membaca aksara Jawa, Anda harus berlatih membaca setiap hari dengan sesering mungkin. Keterbiasaan membaca akan membantu Anda untuk mengingat berbagai komponen di dalamnya, termasuk tanda baca dan lain sebagainya. Alangkah baiknya jika proses belajar membaca aksara Jawa ini diimbangi dengan banyak menulis sehingga akan semakin mempermudah proses belajar sehingga bisa menjadi lebih lancar.
Sejarah Asal Usul Aksara Jawa
Begitu banyak orang yang penasaran dengan sejarah dari aksara Jawa itu sendiri. Sebenarnya, ada beberapa legenda dari aksara Jawa yang hingga saat ini masih dikenal bahkan diajarkan di sekolah-sekolah dasar. Berikut ini akan diulas tentang beberapa sejarah munculnya aksara Jawa. Terdapat seorang kesatria hebat yang asalnya dari tanah Jawa. Namanya adalah Aji Saka. Ia mempunyai seorang abdi yang sangat setia kepadanya. Abdi tersebut bernama Sembada dan Dora. Pada suatu masa, Aji Saka melakukan sebuah perjalanan ke salah satu kerajaan bernama Medang Kamulan yang saat itu tengah diperintah oleh seorang raja yang suka memakan daging manusia. Ada pun nama dari raja tersebut adalah Prabu Dewata Cengkar.
Prabu Dewata Cengkar setiap harinya meminta kepada para pelayan beserta prajuritnya untuk senantiasa menghidangkan daging manusia sebagai makanan pokok setiap hari. Ini membuat masyarakat resah dan karena itu, Aji Saka memiliki inisiatif untuk melawan sang saja tersebut dengan keduanya abdinya. Cerita lebih singkatnya, Aji Saka telah sampai di pinggiran hutan dan sudah memasuki kawasan kekuasaan Medang Kamulan. Sebelum ia benar-benar masuk ke kawasan kerajaan tersebut, Aji Saka memerintah kan kepada abdi yang namanya Sembada untuk tetap tinggal di sana dengan menjaga keris pusaka yang dimiliki Aji Saka.
Ia berpesan supaya keris tersebut dijaga dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh diberikan kepada siapapun kecuali kepada Aji Saka. Sedangkan Dora yang merupakan abdi kedua diajak oleh Aji Saka untuk menghadap ke Prabu Dewata Cengkar. Setelah berjumpa dan menghadap langsung ke Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka membuat suatu kesepakatan dengan raja tersebut. Ia bersedia dimakan oleh sang raja dengan sebuah syarat. Syaratnya adalah Sang Prabu harus menyerahkan daerah kekuasaannya seluas sorban yang dikenakan oleh Aji Saka.
Akhirnya Prabu pun mengiyakan dan menerima syarat tersebut. Lalu Aji Saka pun memohon kepada Prabu Dewata Cengkar untuk mengukur tanah yang dijanjikan dengan cara memegang salah satu bagian ujung sorban. Dan bagian ujung sorban yang lain dipegang oleh Aji Saka. Prabu Dewata Cengkar mulai menarik sorban tersebut dan kemudian menjadi terbentang. Sang Prabu terus bergerak meluncur dan memanjangkannya. Ia mulai membuka sorban supaya menjadi terbentang.
Dengan kesaktian yang dimiliki, ternyata sorban tersebut tak habis-habis ketika dibuka. Prabu pun terus berjalan untuk membentangkannya. Kemudian sampailah sang prabu di tepi sebuah laut jurang batu yang terjal dan juga dalam. Dengan sangat cepat, Aji Saka pun menggoyangkan sorban yang ia miliki tersebut dan akhirnya sang Prabu terlempar ke tengah laut. Akhirnya dia pun mati setelahnya. Semua rakyat bersuka cita dan menjadikan Aji Saka sebagai rajanya. Setelah beberapa saat menjadi seorang raja, Aji Saka pun lupa akan kerisnya yang ia tinggal dan titipkan kepada Sembada. Ia pun meminta Dora supaya mengambil keris tersebut. Akhirnya, Dora berangkat untuk mengambil kerisnya dan sampailah di tempat Sembada berada.
Pada awal pertemuan, mereka berbincang saling mempertanyakan kabar masing-masing. Kemudian pembicaraan pun berlanjut kepada Dora yang meminta keris pusaka tersebut untuk diberikan kepada Aji Saka. Namun, Sembada ingat betul bagaimana pesan yang disampaikan oleh Aji Saka kepadanya bahwa ia tidak boleh memberikan keris tersebut kepada siapapun kecuali Aji Saka. Akhirnya, Sembada pun menolak permintaan Dora untuk menyerahkan keris tersebut. Sementara Dora sendiri harus taat kepada perintah rajanya. Dan akhirnya mereka berdua sama-sama tidak mau mengalah satu sama lain demi menjaga amanah yang diterima.
Mereka Pun bertengkar dan adu kekuatan satu sama lain. Karena kekuatan serta kesaktian mereka sma, keduanya pun mati bersama-sama. Sesudah itu, kabar kematian tersebut akhirnya didengar oleh Aji Saka. Karena kecerobohan yang dibuat olehnya, dua abdinya harus mati. Ia sangat menyesal atas hal itu. Agar bisa menghormati dua abdi yang mati karena menjaga amanah tersebut, Aji Saka pun membuat barisan huruf dan juga alphabet yang saat ini dikenal sebagai aksara Jawa.
Ha Na Ca Ra Ka (terdapat dua orang utusan atau carakan)
Da Ta Sa Wa La (saling berperang untuk mempertahankan sebuah amanah)
Pa Dha Ja Ya Nya (lantaran keduanya sama-sama dalam tingkat kesaktian)
Ma Dha Ba Tha Nga (maka keduanya mati menjadi bangkai)
Aksara Jawa memang memiliki cakupan yang luas dan cukup rumit untuk dipelajari. Namun harus terus dipelajari supaya aksara Jawa ini tidak punah dan senantiasa hidup di tengah-tengah kekayaan budaya Nusantara. Pengajaran aksara Jawa sendiri juga harus dilakukan secara intens agar anak-anak usia sekolah memiliki perhatian besar terhadap aksara ini.
Itulah beberapa ulasan mengenai aksara Jawa dan beberapa pasangannya serta ulasan sejarah munculnya. Dengan mempelajari aksara Jawa, tentu Anda mempertahankan budaya yang sudah muncul sejak dahulu kala. Dan budaya tersebut tidak akan punah dan tetap lestari sampai nanti. Semoga bermanfaat.