Ada banyak alasan mengapa perubahan iklim belum ditindaklanjuti, itu mungkin karena adanya kepentingan di atas kepentingan. Berapa banyak data perubahan iklim yang bisa dilihat rata-rata setiap orang? Mungkin memang tidak banyak, tergantung pada berapa banyak grafik, dan juru bicara yang terlibat. Agar lebih mengerti, berikut ini ada beberapa fakta dan sejarah tentang penelitian perubahan iklim yang tidak termasuk grafik, statistik, atau Al Gore.
1. Perubahan iklim ditemukan oleh orang Yunani
Sebenarnya, perubahan iklim ditemukan oleh orang-orang Yunani, atau lebih tepatnya dinubuatkan oleh orang-orang Yunani. Menurut American Institute of Physics, seorang pria bernama Theophrastus (mahasiswa Aristoteles) awalnya sudah memperhatikan dampaknya ketika manusia mengandalkan alam, yakni timbulnya kehancuran.
Theophrastus memperhatikan jika tanah rawa yang dikeringkan bisa membuat tanah yang berdekatan lebih rentan terkena dampaknya, mungkin saja hal serupa bisa terjadi dengan alam yang diubah oleh tangan manusia.
Secara khusus, ia berspekulasi bahwa penggundulan hutan dapat membuat suhu bumi naik, dan ia benar, penggundulan hutan dapat mengubah tutupan awan di suatu daerah, yang tidak saja menyebabkan penurunan curah hujan tetapi juga peningkatan suhu. Dan efek global dari deforestasi semakin buruk dari abad ke abad.
2. Ilmu pengetahuan iklim modern jauh lebih tua dari Al Gore
Kita mungkin saja sering mendengar berita tentang perubahan iklim dalam beberapa dekade terakhir, namun bukan berarti itu adalah fenomena atau ilmu baru. Bahkan, ilmu iklim sudah ada lebih dari 150 tahun yang lalu, di era telegraf pra-Al Gore, kereta-penarik, dan penemuan kantong kertas.
Dilansir dari NASA, gagasan mengenai gas-gas yang bisa memerangkap panas pertama kali dikemukakan oleh John Tyndall (orang yang menciptakan respirator pemadam kebakaran). Penelitian Tyndall menunjukkan bahwa uap air, karbon dioksida, dan ozon menyerap udara panas, yang membuatnya berteori bahwa udara panas di atmosfer akan membuat dunia terasa tidak nyaman.
3. Perang Dingin bagus untuk penelitian iklim
Perang Dingin adalah masa-masa terbaik untuk melakukan penelitian iklim. Dikutip dari Climate News Network, penelitian pertama tentang perubahan iklim di kawasan Arktik seperti Greenland dilakukan bukan karena para peneliti peduli akan kenaikan permukaan laut atau ancaman keberlangsungan beruang kutub, tetapi karena militer AS. Mereka ingin tahu bagaimana perubahan atmosfer dapat berdampak pada ketinggian rudal atau apakah suara dari gunung es yang mencair bisa mengganggu kemampuan kapal selam untuk memata-matai Rusia.
Pada akhir 1930-an, seorang ilmuwan amatir bernama G.S. Callendar, percaya kalau aktivitas manusia bisa berkontribusi terhadap pemanasan iklim. Scientific American mengatakan tidak ada yang menganggap perubahan iklim sebagai suatu masalah yang serius ketika itu.
4. Peneliti iklim awalnya berpendapat bahwa pemanasan global itu fenomena yang biasa saja
Satu hal untuk memahami proses di balik perubahan iklim dan memahami implikasinya, yang bahwasannya banyak ilmuwan iklim yang pada awalnya tidak mempermasalahkan tentang gagasan yang menyatakan bahwa planet ini mungkin sedang memanas.
Dilansir dari The Guardian, pada tahun 1938 GS Callendar menutup makalahnya yang terkenal, yakni "Produksi buatan karbon dioksida dan pengaruhnya terhadap suhu" dengan mengatakan, "Dapat dikatakan bahwa pembakaran bahan bakar fosil, yakni gambut atau minyak dari 10.000 kaki di bawah bumi, kemungkinan terbukti bermanfaat bagi umat manusia."
Dia lalu meramalkan masa depan kalau gletser zaman es dapat ditunda.
5. Tak ada yang peduli, toh itu masih lama
Menurut Science Poles, mitos perubahan iklim berjalan lambat dan tidak ada yang menguraikannya sampai pertengahan 1960-an, ternyata dibuktikan secara serius ketika seorang paleoklimatolog Denmark bernama Willi Dansgaard melihat es dan sampel inti sedimen diambil dari batuan dasar di bawah Greenland Ice Sheet.
Dansgaard dan timnya terkejut ketika mengetahui bahwa perubahan iklim bukan terjadi ribuan tahun kedepan melainkan telah terjadi dan akan memburuk selama beberapa dekade ke depan. Penelitian Dansgaard-lah yang pertama kali membuat politisi duduk untuk merenungkan, yang akhirnya terbentuklah pembicaraan modern yang membahas tentang pemanasan global.
6. Exxon memelopori penelitian iklim modern
Exxon merupakan perusahaan minyak dan gas yang sempat khawatir tentang perubahan iklim. Menurut Inside Climate News, pada pertengahan 1970-an, salah satu ilmuwan senior Exxon memperingatkan perusahaan itu bahwa karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil adalah faktor utama yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global.
Exxon akhirnya menganggarkan lebih dari 1 juta dolar AS untuk penelitian iklim. Mereka mengembangkan model iklim yang canggih. Dan didapati catatan implikasinya seperti, pemanasan rata-rata 3 derajat Celcius dan terjadinya perubahan yang signifikan dalam iklim bumi, termasuk distribusi curah hujan dan perubahan dalam biosfer. Mereka juga bekerja sama dengan Greenpeace.
7. Keseriusan Exxon dipertanyakan
Pada tahun 1988, tajuk berita New York Times berbunyi, "Pemanasan Global Telah Dimulai, Pakar Memberitahu Senat". Dilansir dari Inside Climate News, backpedaling dimulai tak lama setelah itu, ketua dan CEO Exxon menyatakan, "Saat ini, bukti ilmiah tidak dapat disimpulkan apakah aktivitas manusia memiliki pengaruh signifikan terhadap iklim global."
Exxon tak lagi peduli dengan perubahan iklim. Pada 2015, perusahaan Exxon mengeluh kalau mereka tidak memiliki sumber daya untuk melakukan lebih banyak penelitian terkait pemanasan global.
8. Mitos pendinginan global
Pada awal 1970-an, ada desas-desus yang menyatakan kalau planet ini sebenarnya tidak memanas, tapi sebaliknya, zaman es akan datang.
Pada tahun 1972, mantan Sekretaris Energi James Schlesinger menggunakan kutipan dari laporan Dewan Sains Nasional untuk menentang pemanasan global, "Menilai dari catatan zaman interglasial masa lalu, saat ini suhu tinggi harus segera berakhir ... memimpin ke zaman es berikutnya."
Karya Schlesinger hanyalah sebuah mitos belakang terkait "pendinginan global" yang membuat banyak orang takut.
9. Kebanyakan orang Amerika tidak percaya adanya konsensus ilmiah tentang perubahan iklim
Menurut jurnal Theoretical and Applied Climatology, 97 persen makalah ilmiah yang membahas pemanasan global setuju bahwa perubahan iklim itu nyata dan faktor utamanya adalah aktivitas manusia. Singkatnya, angka itu sangat mirip dengan konsensus ilmiah tentang evolusi manusia, teori ledakan besar mengenai populasi manusia.
Terlepas dari konsensus ilmiah tentang perubahan iklim, Program Yale tentang Komunikasi Perubahan Iklim melaporkan bahwa hanya 13 persen orang Amerika yang berpikir adanya konsensus ilmiah mengenai perubahan iklim.
Menurut Alan Leshner dari Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan, masalahnya terletak pada para ilmuwan itu sendiri dan kemampuan mereka (atau lebih tepatnya ketidakmampuan) untuk mengkomunikasikan sains kepada publik.
10. Otak kita diprogram untuk bersikap apatis tentang perubahan iklim
Nenek moyang kita lari dari harimau dan kebakaran hutan, bukan gunung es yang meleleh secara perlahan dan garis pantai yang menghilang. Jika tidak memiliki gigi, cakar, atau potensi untuk segera menyakiti kita, manusia cenderung mengangkat bahu dan tidak peduli. Bener tidak? Menurut pemenang Hadiah Nobel Daniel Kahneman, masalahnya juga ada kaitannya dengan ketidakpastian.
Terlepas dari konsensus bahwa perubahan iklim sedang terjadi dan bahwa manusia adalah faktor utamanya, kita tidak benar-benar tahu berapa banyak pemanasan yang akan terjadi, jenis teknologi apa yang dapat menghentikannya atau bagaimana nasib akhir umat manusia jika dibiarkan berlanjut. Jadi, otak kita cenderung apatis mengenai pemanasan global.
Mungkin setelah membaca artikel ini kamu lebih mengerti terkait sejarah dan fakta mengenai penelitian perubahan iklim yang ternyata sudah dilakukan berabad-abad yang lalu.