Om Bob Sadino suka ngajarin biar kita belajar goblog, Mas Ippho Santosa suka bilang jangan kebanyakan mikir, Robert Kiyosaki yang bilang kuliah itu membuat kita miskin¹, dan orang sukses lainnya yang cenderung menganggap kuliah itu nggak relevan dengan karier.
Nah, setelah membaca banyak buku biografi, mempelajari karakter orang-orang sukses, dan mempraktekkan sendiri tips-tips dari mereka, kira-kira ini lah alasan supaya kita jangan jadi orang yang terlalu pintar;
A) Kebanyakan Mikirin Tugas Kuliah, Lupa Mikirin Masa Depan
Orang yang pinter akademik, biasanya karena mereka sangat focus sama tugas-tugas kuliah. Pinter sih pinter, tapi karena kebanyakan mikirin tugas dan laporan, mereka nggak sempet mikirin masa depan. Hasilnya, banyak mahasiswa pada bingung abis wisuda mau ngapain.
Kecuali, orang-orang yang memikirkan kuliah memang desire-nya menjadi saintis, maka wajib bagi dia untuk sangat focus terhadap akademiknya, tapi bagi orang yang nggak mau jadi saintis, belajar nggak selalu di bangku kuliah.
Penting atau tidaknya kuliah itu relatif. Gue yang saat ini bekerja tanpa ijazah kuliah, maka kuliah beserta tugas, laporan, dan skripsi itu, ya maaf, nggak semuanya penting.
So, bagi kamu yang nggak desire jadi saintis, jangan terlalu focus sama nilai kuliah, focus sama hal yang kamu senangi dan menghasilkan.
B) Makin Tinggi Kuliah, Makin Pengin Jadi Pegawai
Bukan berarti jadi pegawai itu jelek, seperti yang orang-orang bilang ‘mental karyawan’. Jadi pegawai itu baik dan juga bisa sangat berhasil. Tapi coba baca cerita gue ini,
Banyak temen gue yang ketika lulus S1, akhirnya lanjut S2 karena alasan susah nyari kerja. Padahal kalo mereka sadar, udah punya ijazah S2 juga belum tentu akan mempermudah nyari kerja. Banyak juga temen gue yang S2 kemudian dapet kerja, tapi digaji selevel S1. Keki? Iyalah. Perusahaan akan lebih prioritas kepada recruitment berpengalaman daripada level kuliahnya.
Nggak sedikit juga orang-orang kuliah S2 atau S3, cuma buat dapet sertifikasi atau pangkat. Padahal jika performa di perusahaan atau institusi kita bagus, nggak akan lama juga dapet promosi.
C) Kuliah Itu Mesin Fotocopy
Kalo dalam 1 kelas ada 100 orang mahasiswa, maka 100 mahasiswa itu dalam 4 tahun kuliah akan dicekokin pelajaran yang sama, template ilmu yang sama, dan dari dosen yang sama juga. Ketika mereka lulus, menyandang gelar yang sama, dan berkompetisi ngelamar lowongan kerja yang sama.
Mahasiswa yang nggak mencari pengetahuan lain di luar kuliah, sudah dipastikan punya ‘cetakan’ yang sama, yang membedakan hanya nilai kuliah yang berbeda, di mana kecenderungan dapet kerja selalu mereka yang nilainya lebih tinggi. Mahasiswa yang nggak segera sadar soal ini, akan ke-kick sendiri di kehidupan ini (iya ini lebay).
Dan perusahaan-perusahaan saat ini udah nggak kayak dulu ketika jaman-jaman orang tua kita. Makanya orang tua tuh bilangnya, “Kuliah yang bener, nilai lu harus bagus, biar gampang nyari kerja.”, mungkin pas jaman mereka modelnya begitu, tapi sekarang sudah berbeda.
Orang-orang HRD sekarang, jauh lebih cermat merekruit pegawai baru. Nggak percaya? Baca point berikutnya,
D) Dikira Nilai Makin Tinggi, Makin Dicari
Nggak. Titik. Berdasarkan National Association of College and Employees in USA (2002), IPK ada di urutan 17 dari 20 kriteria yang dipilih oleh 457 pimpinan dari berbagai perusahaan, berikut urutannya;
- Kemampuan Komunikasi
- Kejujuran/ Integritas
- Kemampuan Bekerja Sama
- Kemampuan Interpersonal
- Beretika
- Motivasi/ Inisiatif
- Kemampuan Beradaptasi
- Daya Analitik
- Kemampuan Komputer
- Kemampuan Berorganisasi
- Berorientasi pada Detail
- Kepemimpinan
- Kepercayaan Diri
- Ramah
- Sopan
- Bijaksana
- IPK > 3,00
- Kreatif
- Humoris
- Kemampuan Berwirausaha
E) Orang Yang Terlalu Pintar, Biasanya Individual Dan Kurang Sosial
Berdasarkan data di point (d) di atas, empat kriteria urutan teratas biasanya nggak dimiliki orang-orang yang nilai kuliahnya tinggi —imho. Mohon maaf banget gue harus bilang begini, karena hal ini biasa gue temui di lingkungan kuliah gue, kecenderungan mungkin bervariasi.
Tapi harus gue akui, orang-orang pintar yang gue temui (dan kebanyakan) biasanya self oriented, individual, sulit berkomunikasi interpersonal, dan kurang inisiatif memulai percakapan. Kakak-kakak kelas gue yang dah kerja –kebanyakan jadi manager, juga bilang begitu.
F) Orang Makin Pintar, Ternyata Kurang Bahagia
Seperti yang dijelaskan oleh penelitian di UCL di atas, orang yang makin pintar ternyata kurang bahagia. Ditambah lagi jika mereka nggak bekerja di pekerjaan yang tidak disenanginya. Udah stress, puyeng, gaji kecil, berangkat pagi, pulang malem, gimana nggak bahagia?
Banyak orang bilang, hidup di dunia ini yang penting kebahagiaan. Tapi bukan berarti kita harus jadi goblog supaya bahagia. Kalo bisa pintar, dapet pekerjaan yang cocok, juga bahagia, kenapa nggak.
Bagi kamu yang udah stress karena salah jurusan, jangan sampe setelah kamu lulus nanti salah pekerjaan.
Orang Yang Pintar, Jangan Cuma Jadi Pegawai, Jadilah Saintis Dan Pengusaha
Gue terinspirasi sama The Flash (serial di tipi kabel), ada karakter namanya Harisson Wells. Dia itu saintis dan pengusaha, orangnya jenius, dan punya dreams membuat dunia lebih baik. Maka, dia membangun perusahaan teknologi dan STARS Lab, dengan merekruit ilmuan-ilmuan terbaik.
Seandainya saintis-saintis kita bisa begitu, efeknya akan luar biasa. Contohnya guru-guru besar di kampus kita yang nggak berhenti meneliti penemuan baru, sayangnya beberapa diantaranya kurang disupport pemerintah (misal Dr. Warsito, dst).
Nah, orang-orang seperti Dr. Warsito ini kurang banyak di Indonesia, karena kebanyakan pada ngelamar kerja, pft —kidding. Atau banyak anak-anak kita yang berpotensi luar biasa, sayangnya malah dibina dan direkruit sama negara lain.
Maksudnya, ketika aja dulu mereka berpikir untuk menjadi pegawai swasta, mungkin mereka nggak akan jadi guru besar seperti sekarang. Intinya focus pada passion. Jangan setengah-setengah.