Makanan Indonesia yang dibungkus biasanya menggunkan kertas nasi, wadah plastik, kertas kardus, atau ada beberapa yang masih menggunakan styrofoam. Meski sebenarnya penggunaan styrofoam sudah dilarang di beberapa daerah. Namun, yang paling sering kita temui adalah pembungkus makanan berupa kertas nasi berwarna coklat.
Selain murah dan praktis, pembungkus makanan ini juga tahan minyak sehingga sangat cocok digunakan pembungkus makanan. Namun, tahukah kamu ada bahaya mengintai yang didapat jika kita menggunkaan bungkus nasi berwarna coklat ini?
Pembungkus makanan yang biasa digunakan pedagang pinggir jalan ini berasal dari boks karton bekas.
Hal ini menyebabkan pembungkus makanan yang biasa kita sebut kertas nasi ini mengandung berbagai macam zat kimia berbahaya yang seharusnya tak dikonsumsi manusia. Bisa dibayangkan jika kita terus menerus mengonsumsi makanan yang dibungkus kertas nasi tanpa memindahkannya terlebih dahulu ke piring, zat dalam kertas nasi akan ikut menempel pada makanan.
Pernyataan adanya kandungan zat berbahaya dalam kertas nasi sudah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Hasil penelitian yang dilakukan LIPI ini menunjukan bahwa terdapat sekitar 1,5 juta koloni/gram dalam kertas nasi. Hal ini dikarenakan sebelum benda tersebut diproses di pabrik, karton selalu terpapar oleh sinar matahari, kotoran, air hujan, dan debu.
Bukan hanya itu, kertas nasi juga bisa merupakan hasil daur ulang dari bahan karton yang sudah tercemar seperti tinta cetak, lilin, hingga perekat. Proses daur ulang akan membuat jamur-jamur jahat berkembang biak dan saat masuk ke dalam tubuh, jamur-jamur ini akan terus berkembang dalam tubuh.
Mengonsumsi makanan yang telah dibungkus kertas nasi terus menerus dapat memberikan efek jangka panjang tergantung kondisi tubuh seseorang.
Beberapa bahan kimia mungkin akan memunculkan penyakit baru pada tubuh. Beberapa efek samping yang mungkin dialami seseorang yang serong mengonsumsi makanan berbungkus kertas nasi ini diantaranya adalah kerusakan pada organ hati, kanker, asma, hingga memicu penyakit pada bagian kelenjar getah bening.