Mendidik dan Mengajar, Apa Bedanya?

Oleh : Rizki Mumpuni - 20 February 2018 11:00 WIB

Guru merupakan salah satu sosok penting yang mengawal tumbuh kembang anak-anak. Bukan sekadar memberikan pelajaran dan uji kompetensi di kelas, kepribadian guru justru lebih penting dalam membantu mewujudkan akhlak mulia para muridnya. Guru yang cerdas, menyenangkan, memiliki selera humor yang baik, serta mampu menempatkan diri tentu akan menjadi guru yang dikenang sepanjang masa. Guru yang baik tidak hanya mengajar, namun juga mampu mendidikn muridnya dengan bijaksana. 

Perbedaan Mendidik dan Mengajar?

Secara harafiah, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mendidik sebagai memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, dan pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sementara kata ajar diartikan sebagai petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diikuti. 
 
src="https://2.bp.blogspot.com/-jMXvWzoQU3Q/VnZtRjXe9_I/AAAAAAAAAfE/vdZnd3pJCEk/s400/2.jpg" style="border:none; width:400px" /> 
 
Dengan demikian, kita tentu bisa menyimpulkan bahwa mengajar hanyalah memberikan petunjuk kepada murid. Petunjuk untuk menguasai suatu standar kompetensi tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan. Sedangkan mendidik memiliki makna yang lebih luas lagi. Mendidik berarti memberitahukan makna dari setiap kompetensi yang dikuasai oleh murid-murid. Bahwa ternyata kompetensi yang dipelajari di bangku sekolah masih harus dipadukan dengan akhlak mulia, kecerdikan, serta kemampuan untuk menjalin komunikasi sosial yang baik.
 

Makna Mendalam dari Sepenggal Lirik Lagu Tulus

“Kau selalu memuji apa pun hasil tanganku, yang tidak jarang payah.”
 
Penggalan lirik dari lagu Tulus yang berjudul Jangan Cintai Aku Apa Adanya tersebut bukan cuma soal pasangan kekasih atau suami istri. Nyatanya, guru yang baik dan bisa mendidiknya muridnya adalah guru yang mahir memuji hasil karya murid-muridnya. Sekecil atau seburuk apa pun karya yang dihasilkan, apresiasi tetap harus diberikan kepada si pemilik karya. Setelah itu, barulah apresiasi tersebut diiringi dengan saran dan pendapat yang sifatnya membangun dan memacu semangat.
 
src="https://3.bp.blogspot.com/-sNRnftzs7fs/VnZtqGsWO2I/AAAAAAAAAfM/PFSk0kfn-bs/s400/1.jpg" style="border:none; width:400px" />  
 
Mari kita pilih salah satu yang lebih baik dari dua kalimat berikut ini :
 
“Ini bentuk gambarnya gak kayak bebek, Dre. Malah lebih mirip angka 2 yang gak jadi.”
“Wah, gambar bebeknya Andre bagus juga, nih. Tapi menurut Ibu kayaknya lebih ok kalo gambarnya digedein trus dikasih sayap-sayapnya gitu. Iya gak, Dre?”
 
Manakah kalimat yang lebih baik dan dapat memicu kepercayaan diri seorang murid?

Sang Pendidik Berhati Mulia Itu Selalu Dirindukan

Sorak sorai bergema di seluruh penjuru kelas saat guru yang galak, cara mengajarnya membosankan, atau terlalu otoriter berhalangan hadir di sekolah. Setidaknya ada waktu bebas selama 1 hari untuk tidak merasakan pengalaman belajar yang menyebalkan. Namun hal ini tidak akan terjadi seandainya yang berhalangan masuk kelas adalah guru yang selalu berkomitmen untuk mendidik muridnya.
 
Rasa senang karena pelajaran kosong tentu tetap ada, namun euforianya tidak sehebat ketika yang berhalangan hadir adalah guru yang membosankan. Sebaliknya, murid-murid akan selalu tertarik menantikan kejutan apa yang akan dihadirkan sang pendidik berhati tulus ketika masuk ke kelas. Tak akan ada lagu lirik lagu Nidji yang berkumandang di hati ketika mengharapkan guru berhalangan hadir.
 
“Oh Tuhan ampunilah aku. Niat buruk di doa.” 
Karena yang ada hanyalah penantian untuk menyapa kembali sang guru kesayangan di pintu kelas keesokan harinya.
 
Itulah hal-hal yang membedakan aktivitas mendidik dan mengajar. Guru yang mengajar mungkin masih diingat suatu hari nanti, tetapi guru yang mendidik akan selalu lekat di hati.

Tag

Artikel Terkait

Kuis Terkait

Video Terkait

Cari materi lainnya :