Salah satu buku yang populer sejak lama berjudul Men from Mars, Women from Venus, ditulis oleh John Gray pada 1992. Buku ini ditujukan untuk memahami hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan sikap antara perempuan dan laki-laki membuat sering terjadi salah paham antara kedua belah pihak. Namun, benarkah otak perempuan dan laki-laki bekerja dengan cara yang berbeda?
Pada pertengahan abad ke-19, para peneliti dapat membedakan perempuan dan laki-laki hanya dengan melihat otaknya, meski penelitian terbaru menyebutkan bahwa otak secara fisik tidak ada perbedaan antara otak perempuan dan laki-laki. Namun, menurut Ragini Verma, PhD dosen pada University Pennsylvania di Philadelphia, penelitian mereka menemukan adanya perbedaan signifikan antara sirkuit otak perempuan dan laki-laki, bahkan ketika mereka melakukan hal yang sama.
Pada tahun 2015, Tel Aviv University melakukan riset yang menarik dalam membandingkan otak laki-laki dan perempuan. Para peneliti melakukan riset terhadap 1400 orang pada lokasi gray matter di otak. Peneliti menyebutkan pola berpikir ini sebagai brain road maps. Dari penelitian ini, cara kerja otak perempuan dan laki-laki ini disebut sebagai female end zone dan male end zone.
Apa perbedaan pola berpikir perempuan dan laki-laki?
Perempuan lebih sering menggunakan otak kanannya, hal tersebut yang menjadi alasan perempuan lebih mampu melihat dari berbagai sudut pandang dan menarik kesimpulan. Masih berdasarkan penelitian Ragini Verma, otak perempuan lebih bisa mengaitkan memori dan keadaan sosial, ini yang menjadi alasan perempuan lebih sering mengandalkan perasaan. Menurut kajian Tel Aviv, perempuan dapat menyerap informasi lima kali lebih cepat dibandingkan laki-laki. Ini menjadi alasan perempuan lebih cepat menyimpulkan sesuatu dibanding laki-laki.
Berbeda dengan perempuan, laki-laki memiliki kemampuan motorik yang jauh lebih kuat dibandingkan perempuan. Kemampuan ini dapat digunakan untuk kegiatan yang memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata. Ini menjadi salah satu alasan laki-laki lebih baik dalam olahraga yang mengandalkan lempar-melempar bola. Menurut
Daniel Amen, MD, penulis Unleash the Power of the Female Brain, otak laki-laki 10% lebih besar dibanding perempuan, tetapi bukan berarti laki-laki menjadi lebih pintar dibandingkan dengan perempuan. Ukuran otak tidak mempengaruhi kepintaran atau pun IQ seseorang. Menurut Witelson yang dikutip CBC News, otak laki-laki lebih rentan dibandingkan dengan otak perempuan. Selain itu, otak laki-laki mengalami perubahan seksual yang dipengaruhi oleh hormon testoterone.
Meskipun biasanya ukuran otak laki-laki lebih besar dibanding ukuran otak perempuan, faktanya hippocampus pada perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hippocampus adalah bagian otak yang menyimpan memori, salah satu alasan perempuan bisa mengolah informasi lebih cepat seperti yang sudah disebutkan di atas. Adanya perbedaan respon antara perempuan dan laki-laki terjadi karena perempuan memiliki verbal center pada kedua bagian otaknya, sedangkan laki-laki hanya memiliki verbal center pada otak bagian kiri. Biasanya ini yang menyebabkan perempuan lebih suka berdiskusi, bergosip, bercerita panjang lebar dibanding laki-laki.
Laki-laki lebih suka melihat sesuatu yang mudah, mereka tidak memiliki ‘koneksi’ yang baik tentang hal-hal yang melibatkan perasaan, emosi, atau curahan hati. Itu sebabnya, perempuan suka mengeluhkan bahwa laki-laki tidak cukup peka, melupakan hal-hal yang dianggap penting oleh perempuan seperti ulang tahun pernikahan. Hal ini dipicu karena otak laki-laki tidak didesain untuk terkoneksi pada perasaan atau emosi. Laki-laki biasanya ketika memutuskan sesuatu jarang melibatkan perasaan. Laki-laki juga jarang menganalisis perasaannya dibandingkan dengan perempuan yang biasanya selalu melibatkan perasaan dalam memutuskan sesuatu.
Stereotip dan cap sosial mempengaruhi perilaku laki-laki dan perempuan
Stereotip merupakan suatu konsep yang dilekatkan pada diri seseorang dan belum tentu benar. Saat kecil kita sering menemukan tentang apa yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki. Contohnya, laki-laki tidak boleh terlihat lebih banyak bicara atau cerewet, karena cerewet itu identik dengan perempuan. Perempuan tidak boleh sering bermain bola, karena bola hanya dimainkan oleh laki-laki. Konsep seperti ini yang melekat pada masyarakat tentang bagaimana perempuan dan laki-laki seharusnya bersikap.
Otak laki-laki memang tidak didesain untuk melibatkan perasaan, namun bukan berarti laki-laki tidak memiliki rasa empati. Menurut Dr. Brizendine yang dikutip Livescience, empati pada laki-laki bekerja ketika ada seseorang yang menunjukkan perasaannya. Faktanya laki-laki lebih memiliki respon yang emosional dibanding perempuan, hanya saja ketika laki-laki menyadari perasaannya, laki-laki memilih untuk tidak memperlihatkannya, karena stereotip yang muncul di masyarakat.
Laki-laki akan memilih untuk lebih diam dan terlihat keren. Begitu juga dengan perempuan, muncul stereotip bahwa harus laki-laki yang memiliki inisiatif maju dalam hubungan. Perempuan memang cenderung lebih perasa dibanding laki-laki, namun bukan berarti perempuan tidak bisa mengambil inisiatif untuk maju lebih dahulu dalam sebuah hubungan.
Stereotip membedakan mana karakter laki-laki dan perempuan, seperti yang sudah disebutkan bahwa laki-laki harusnya lebih diam, berwibawa, cepat mengambil keputusan dibanding perempuan dan lebih tangguh dibanding perempuan. Seperti halnya hanya laki-laki yang boleh mengerling atau mengedipkan mata pada perempuan, karena hal tersebut sudah ‘disepakati oleh masyarakat’ turun temurun, jadi identik sebagai kebiasaan laki-laki. Ketika perempuan melakukan hal yang sama, akan dianggap kurang pantas. Tentunya kita harus lebih bijaksana dalam menilai sesuatu. Begitu juga tidak asal menilai laki-laki tidak peka ketika keinginan perempuan tidak dapat dibaca olehnya.