Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membantah mengeluarkan kebijakan mengangkat guru SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Ahmad Budi Cahyono, sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Budi meninggal dunia karena dianiaya seorang muridnya saat mengajar.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Plt. Dirjen GTK), Hamid Muhammad, menegaskan bahwa pesan berantai yang mencatut namanya merupakan informasi tidak benar atau hoaks.
"Pesan yang beredar mengatasnamakan Dirjen Dikdasmen seolah-olah menjanjikan tiga hal, dua di antaranya adalah tidak benar," kata Hamid Muhammad usai taklimat media Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2018 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pegawai Kemdikbud, Sawangan, Selasa (6/2/201,8) .
Adapun dua kabar yang dinyatakan tidak benar yakni Kemendikbud akan mengangkat almarhum guru Ahmad Budi Cahyono menjadi CPNS dan mendapatkan hak pensiun. Kedua, tidak benar bahwa Kemendikbud akan mengangkat orang tua almarhum, Satuman, yang tercatat sebagai guru honorer sebagai Pegawai Negeri Sipil
Ia menyatakan bahwa sumber dari informasi tersebut tidak jelas. Hamid mengaku dirinya tidak pernah memberikan pernyataan dan tidak pernah dimintai keterangan sebagaimana informasi yang beredar di berbagai grup percakapan, media sosial, dan media daring.
"Yang benar, Kemendikbud akan mengupayakan beasiswa bagi putra atau putri Pak Budi yang saat ini masih di dalam kandungan sampai S-1," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya almarhum Ahmad Budi Cahyono.
Ia berharap media massa dan masyarakat dapat menghormati azas praduga tak bersalah dan mengedepankan hukum yang berlaku dalam memandang perkembangan kasus kekerasan di sekolah yang melibatkan siswa.
Kuantitas dan kualitas guru
Salah satu organisasi profesi guru di Indonesia yakni Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai pemerintah sangat terbuka terhadap informasi terkait persoalan guru.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi, mengatakan pemerintah telah menyampaikan data terkini kekurangan jumlah guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mencapai lebih dari 988 ribu.
Selama ini, sejumlah pihak menilai kekurangan guru yang terjadi di banyak wilayah di Indonesia disebabkan distribusi yang tidak merata. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah karena memang kekurangan guru akibat moratorium guru PNS yang diberlakukan.
“Sementara, setiap tahun banyak guru yang memasuki masa pensiun, mutasi, atau penyebab lainnya yang membuat jumlah guru PNS semakin berkurang,” ujarnya.
Seorang Guru Garis Depan Sahril Anci bersama para muridnya di Manokwari Selatan, Papua Barat. Sahril merupakan GGD angkatan pertama yang ditugaskan ke Papua Barat.
Keterbatasan jumlah guru berstatus PNS itu disiasati pemerintah daerah dengan mengangkat guru honorer. Dengan demikian, proses pendidikan di wilayah tersebut tetap berlangsung. Hal itu menyebabkan persoalan kompetensi guru dipertanyakan, mengingat kualifikasi akademik guru honorer yang tidak seluruhnya sesuai dengan ketentuan.
“Untuk itu, persoalan guru ini perlu dijawab dengan model birokrasi yang berbelit-belit, agar tata kelola guru menjadi lebih efektif dan akuntabel,” katanya.
Oleh karena itu, PGRI mengusulkan sejumlah solusi jangka pendek dan jangka panjang, salah satunya kebijakan mengangkat guru honorer yang memenuhi persyaratan menjadi Aparat Sipil Negara (ASN).
Jika hal ini akhirnya menjadi kebijakan, maka pemerintah daerah sebagai pengambil keputusan harus benar-benar mengunci ini agar kepala sekolah tidak lagi mengangkat guru honorer. Tujuannya, ia melanjutkan, meningkatkan kualitas para guru.