Bermain smartphone, game, nongkrong di kafe atau jalan-jalan di mall menjadi kegiatan yang gemar dilakukan remaja sekarang ini. Jarang sekali remaja sekarang terlihat membaca buku, novel, komik, atau sebagainya. Kalau pun membaca dari gadget, biasanya remaja lebih tertarik membaca artikel seputar dunia hiburan saja, dan selebihnya asik bermain sosial media.
Perpustakaan atau toko buku bukan menjadi tempat favorit bagi para remaja. Hal ini menunjukkan minimnya ketertarikan remaja dalam membaca. Padahal dengan membaca ada segudang manfaat yang diperoleh.
Secara psikologis, remaja yang terbiasa membaca umumnya terampil dalam bersosialisasi, bekerja, maupun berorganisasi. Bahkan juga berpotensi menjadi pemimpin yang disegani anggota-anggotanya. Sementara dari segi kognitif, remaja yang gemar membaca akan terasah kemampuan dalam berpikir logis, abstrak, kritis, dan kreatif.
Ketika seseorang terbiasa membaca, maka akan timbul keinginan untuk menulis, karena menulis dan membaca memiliki hubungan yang sangat erat.
Sebagai upaya dari Yustina Periyanti, salah satu guru Bahasa Indonesia di sebuah SMP swasta, Yustina secara konsisten membacakan cerita untuk siswa-siswinya sebelum kelas Bahasa Indoensia dimulai.
Buku cerita yang biasanya dibacakan mengandung nilai-nilai kehidupan, yang dikemas dengan bahasa sederhana dan mengandung unsur komedi. Hal ini dilakukannya agar menarik bagi siswa-siswinya.
“Saya mewajibkan mereka membaca buku, genrenya ilmiah sama fiksi. Judul bukunya bebas, jumlah halamannya minimal 150 halaman,” tutur Yustina.
Ia berharap lewat kebiasaan yang dilakukannya itu, tumbuh semangat membaca bagi siswa-siswinya. Selain itu ia juga berharap kosakata siswa-siswinya pun bertambah lewat kegiatan yang rutin dilakukannya di kelas.
Kenalkan Sastra dengan Cara Unik
Cara unik lainnya yang dilakukan Yustina di sekolah ialah mengenalkan sastra, khususnya puisi, dengan cara melakukan musikalisasi puisi. Banyak remaja yang menilai puisi ialah karya sastra sulit dengan diksi dan majas yang beragam.
Akhirnya hal itu mengakibatkan remaja malas membaca dan tidak akrab dengan dunia puisi. Namun Yustina menilai perpaduan antara puisi dan musik, membuat siswa-siswi remaja tertarik dan memiliki rasa ingin tahu terhadap puisi.
Siswa-siswi mengapresiasi kegiatan tersebut dengan mencari tahu terlebih dahulu makna dari puisi yang dipilihnya untuk kemudian dinyanyikan. Untuk dapat menemukan melodi yang tepat, maka remaja memang harus memahami terlebih dahulu isi puisinya, sehingga nanti bisa menyanyikannya dengan penghayatan atau penjiwaan yang tepat.
Dalam musikalisasi puisi tentu akan terdapat 2 kegiatan di dalamnya yakni membaca puisi dan menyanyikannya. Yustina pun merekomendasikan puisi karya Sapardi Djoko Damono, Hamid Jabar, Ajip Rosidi, dll untuk dimusikalisasikan oleh siswa-siswinya.
Tidak berhenti sampai di sana, ternyata Yustina juga mendorong siswa-siswinya tak hanya giat membaca, namun tergerak untuk menulis dengan hal sederhana lainnya.
“Saya menugaskan anak-anak untuk menulis buku harian,” ujarnya.
Cara ini memang terlihat sederhana, namun tentunya sangat menarik bagi siswa-siswi yang berada di usia remaja. Mereka dapat menulis kegiatan sehari-hari seputar sekolah, teman-teman, bahkan hobi atau aktivitas mereka.
Perhatian Yustina terhadap dunia literasi berdampak positif pada siswa-siswi di sekolahnya. Ada salah seorang siswanya bernama Albert Christian Fo yang semula tidak senang membaca, namun kini sangat giat membaca.
“Awalnya aku nggak suka baca. Nggak punya buku selain buku pelajaran sekolah. Tapi karena dukungan dari guru di sekolah sama orangtua jadi senang baca,” ungkapnya.
Bahkan ternyata Albert pun berpartisipasi aktif dalam sebuah buku yang diterbitkan dalam bentuk antologi esai mengenai pesona atau keindahan Indonesia. Buku itu terbit di Januari 2018.
Albert mengaku sempat kebingungan dan sulit dalam mencerna bahasa-bahasa baku dalam referensi yang ditemukannya lewat buku atau internet. Albert juga kesulitan dalam menentukan judul yang menarik.
Namun ia pun tak malu-malu untuk bertanya atau berdiskusi dengan guru Bahasa Indonesia. Remaja ini pun mengungkapkan, “menuangkan ide dengan tulisan membuat kita terlihat cerdas dan elegan,” begitu imbaunya di akhir cerita.
Siswa-siswi Terinspirasi
Kegiatan yang dilakukan Yustina di sekolahnya ini juga ternyata berdampak positif pada siswa lainnya, yakni Bellen. Ia membiasakan diri membaca mulai dengan berita online, artikel, dan cerita fiksi dari wattpad. Ia pun berpesan bagi remaja Indonesia lainnya, "jangan takut baca karena baca bikin pengetahuan luas. Mungkin nggak kerasa manfaatnya sekarang, tapi nanti. Membaca juga bikin pikiran kita lebih dewasa dari umur kita.”
Ada lagi Nicholas Adriel Tambunan yang mengatakan, “pandangan kritis dalam sebuah tulisan mencerminkan kepribadian kita yang objektif dan netral memandang sebuah masalah.” Jika seorang remaja mampu berpendapat seperti itu, maka remaja tersebut menggambarkan Indonesia di masa depan yang terbuka dan berwawasan dunia. Mereka pun mampu bersaing dengan sehat sebagai pelajar yang kelak menentukan masa depan bangsa.
Semoga tidak hanya siswa-siswi Yustina Periyanti saja yang terinspirasi untuk giat dalam hal membaca dan menulis. Namun semoga banyak remaja Indonesia, khususnya pembaca liputan6.com yang terinspirasi, tergerak dan termotivasi untuk membudayakan membaca dan menulis untuk masa depan Indonesia yang lebih maju.