Guru honorer harus mendapatkan perhatian karena telah memajukan pendidikan.
Kabar baik itu datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Wapres memastikan pemerintah akan mengangkat guru honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun ini. Hal ini disampaikan Wapres saat memberikan pengarahan di ajang Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 di Pusdiklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini bukan lagi janji.
Bahkan, pria asal Sulawesi Selatan yang akrab disapa JK ini sudah bicara dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang rencana pengangkatan guru honorer ini. Sekarang, Indonesia sedang mengalami kekurangan guru.
Menurut Jusuf Kalla, selama beberapa tahun terakhir jumlah guru yang pensiun lebih banyak ketimbang jumlah guru yang diangkat. Atas dasar inilah, pemerintah sepakat untuk mengangkat guru honorer menjadi PNS.
"Karena itu saya sudah bicarakan, dan Presiden sudah setuju untuk mengangkat guru (honorer) yang puluhan ribu itu, kita angkat, tidak menjadi soal," ujar Jusuf Kalla, Rabu (7/2).
Jusuf Kalla mengatakan, guru honorer harus mendapatkan perhatian. Bukan tanpa sebab. Mereka telah berjuang untuk memajukan pendidikan. Oleh karena itu pula, para guru honorer itu tidak selayaknya mendapatkan gaji yang rendah.
Berkaca dari kasus guru honorer SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Ahmad Budi Cahyanto (26) yang meninggal dunia akibat dianiaya muridnya, Wapres mengatakan, kemungkinan salah satu faktor guru itu dianiaya karena berstatus guru honorer. Guru honorer tidak dianggap berwibawa.
"Tentu kita sedih sekali mendengar guru dengan gaji yang Rp 400 ribu, kemudian pula mungkin karena kurang berwibawa karena gaji rendah, maka akhirnya dilawan muridnya. Tentu itu sedih sekali mendengarkan itu, karena itulah kita harus perhatikan," kata Wapres.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur sepakat untuk melakukan pembahasan revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa aturan yang harus jadi pertimbangan dalam revisi UU ASN adalah UU Tenaga Guru dan Dosen, UU Tenaga Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen PNS.
Dalam UU Tenaga Guru dan Dosen, terang Asman, syarat menjadi guru harus minimal S1. Sedangkan dosen minimal S2. Syarat pendidikan juga diatur dalam UU Tenaga Kesehatan, di mana untuk tenaga kesehatan minimal Diploma 3, kecuali tenaga medis.
PGRI kawal rencana pengangkatan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) akan mengawal rencana pemerintah mengangkat 250 ribu guru honorer menjadi PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Ketua PGRI Unifah Rosyidi mengayakan pengangkatan guru menjadi ASN tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tapi juga dapat meningkatkan mutu guru yang selanjutnya meningkatkan mutu pendidikan. Bila menjadi PNS maka guru dapat mengikuti sertifikasi yang diselenggarakan pemerintah. "Mengangkat itu misalnya dibayar pakai APBD, boleh. Dengan begitu, kemungkinan bisa ikut serifikasi. Mereka punya kesempatan juga," kata dia.
Sebenarnya, kata dia, berdasarkan UU Guru dan Dosen, pemerintah daerah bisa mengangkat guru, bila suatu daerah kekurangan guru. Aturan yang membatasi pemerintah daerah melakukan rekrutmen secara umum, semestinya tidak berlaku pada guru, karena mengacu pada UU Guru dan Dosen. "Boleh diangkat jika terjadi kekurangan guru," kata dia.
Ia menyatakan berdasarkan data pemerintah, Indonesia kekurangan ratusan ribu guru dan semuanya itu diisi oleh tenaga honorer. Unifah bercerita dirinya pernah melakukan pelatihan guru di Nusa Tenggara, dalam satu sekolah di sana, hanya satu orang yang ASN, yaitu kepala sekolah. Sedangkan tenaga pendidik lainnya adalah honorer.
"Guru honor itu dibayar pakai BOS, hanya 15 persen. Kita bicara mutu, kualitas, tapi kondisi kekurangan guru memprihatinkan," kata dia.