Guru honorer dinilai lebih piawai mengajarkan siswa tentang literasi. Keseriusannya bahkan melebihi guru PNS yang notabene dibayar negara. Demikian kata Dewi Utami, Pokja Gerakan Literasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam diskusi literasi di Perpustakaan MPR RI.
“Saya prihatin saat melihat kondisi literasi di daerah-daerah. Buku-buku bacaan siswa semuanya lusuh. Padahal bantuan pemerintah ke daerah untuk mendongkrak literasi sangat banyak. Saya jadi tidak mengerti dananya digunakan untuk apa,” katanya.
Yang membuat Dewi terharu, saat melihat bagaimana perjuangan guru-guru honorer di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) untuk mengajarkan literasi kepada muridnya. Sangat berbeda dengan guru PNS yang seolah tidak peduli apakah bukunya bagusnya untuk siswa.
“Ini fakta yang saya temukan di lapangan. Saya melihat sendiri bagaimana guru honorer di Papua mengajarkan siswa tentang literasi dengan menggunakan bahasa ibu. Ada juga yang menggunakan media berupa kerajinan khas daerahnya,” bebernya.
Dia menambahkan, ini jadi tantangan bagi para penulis dan penerbit bagaimana membuat buku yang berisi bahasa ibu. Indonesia dengan keragamannya memiliki banyak bahasa ibu yang bisa diangkat dan dibuatkan buku akan memerkaya kosakota siswa.