Seperti badai yang menerpa, Ujian Nasional alias UN pun akhirnya berlalu juga. Adik-adik dan teman-teman kita yang duduk di bangku SMA baru saja menuntaskan beban terberat kehidupan remaja mereka dan bersiap untuk beban yang jauh lebih berat. Sementara buat kita yang kini sudah kuliah atau bekerja, UN menjadi secuil kenangan tersendiri dalam memori kita.
Kalau kelas satu atau kelas 10 adalah masa di mana kamu meraba-raba minat dan bakatmu, sementara kelas dua alias kelas 11 adalah saatnya kamu all-out dengan kemampuanmu dalam kegiatan ekstrakulikuler. Mulai dari basket, dance, cheerleader, sampai seni musik, selama kelas dua kamu gak pernah absen untuk mewakili sekolahmu lewat ajang lomba dan pertandingan.
Tapi, momok UN udah menghantui sejak kamu menapaki gerbang kelas 12. Pengennya sih melambaikan tangan ke kamera, tapi sayangnya ini bukan ajang uji mengingat kenangan mantan. Alhasil, kamu pun mulai mundur teratur dari kegiatan ekskul demi madecer, masa depan cerah.
Itu tuh, buku kumpulan soal yang judulnya “Sukses Ujian Nasional Tahun 20xx, Dijamin Lulus 100%”, yang soalnya bisa sampai 10 tahun ke belakang. Tapi, ujung-ujungnya, tuh buku malah gak kepake, akhirnya cuma dijual kiloan bareng koran bekas.
“Maaak, gue mainnya kapaaan?”
Inilah fase di mana kegiatan belajarmu mulai overdosis dan kamu mulai sakaw sama liburan.
Gak cuma di sekolah, di tempat les juga diadakan try out ujian nasional secara berkala untuk mengetes kemampuanmu. Bukan rahasia lagi kalau tes try out tingkat kesulitannya biasanya jauh melebihi ujian yang sebenarnya.
Karena gak bisa ngerjain, kamu pun mulai pesimis sama masa depanmu. Apalagi kalau ada temanmu yang nyeletuk: “Apaan nih? Soalnya gampang banget!” Duh, rasanya pengen lari dari kenyataan!
Meski otak encer, percuma kalau bulatan di lembar jawaban ujian try-out gak bisa dibaca!
Makanya, benda paling penting yang kamu bawa ke mana-mana itu ada tiga: pensil 2B merk terkenal—kalau gak Setedler ya Fabir Kastil, penghapus yang merknya sama, plus rautan pensil.
Ya, karena teman-teman cewekmu di sekolah cuma itu-itu aja, bimbel pun akhirnya menjadi arena baru untuk nyari gebetan. Cinta lokasi pun menjadi hal yang wajar terjadi. Lumayanlah, buat penyemangat belajar. Syukur-syukur bisa jadi pacar.
Yang biasanya cuma ikutan Jumatan, sekarang rajin sholat berjamaah. Bahkan ada juga yang puasa Senin-Kamis. Yang ke gerejanya cuma ber-NaPas alias Natal Paskah, jadi rajin ke gereja tiap minggu, bahkan sampai ngadain doa Rosario.
Ah, seandainya UN itu diadakan tiap bulan, mungkin bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang taat beribadah.
Sebelum UN: “Bapak’e, Ibu’ne, maafin Bambang, ya. Mohon doa restunya.”
Setelah UN: “MWAHAHAHA, KINI AKU BEBAS KEMBALI BERBUAT MAKSIAT! Eh, Ibune. Nggih, Bu, ini saya mau berangkat ke pasar.”
Mulai dari orang tua, kakek nenek, kakak, adik, guru, satpam sekolah, sampai ibu kantin pun kamu mintai maaf. Kalau perlu, kamu ciumin tangannya satu-satu, termasuk tangan si gebetan. Selesai UN, ya bandel lagi.
“Cek IG kita ya Sist, eh, mohon doa restunya ya bapak-ibu, pakde-bude, om-tante, kakak-adik, kakek-nenek, dan teman-temanku semuaaa! Doain aku lulus yach!”
“Ini bapak emak gue ngapain sih ngasih nama panjang-panjang? Ngebuletin nama doang makan waktu setengah jam!”
Tanganmu mulai basah berkeringat, padahal lembar jawabannya kan gak boleh basah. Untung kamu udah nyiapin hairdryer dari rumah.
Lalu kamu pun terbangun dengan keringat dingin namun penuh syukur, ‘Fiuhh, untung cuma mimpi.’ Hayo ngaku, pernah mimpi kayak gini gak menjelang UN?
Niatnya sih mulia: semuanya pengen dirinya dan teman-temannya lulus UN. Alhasil, kalian pun udah menyiapkan kode-kode terenkripsi buat contek-contekan. Bahkan, yang biasanya pelit contekan pun jadi dermawan.
Udah jadi rahasia umum kalau di UN praktek kecurangan marak terjadi, bisa dari pihak siswa maupun sekolah. Pokoknya, yang kayak gini cukup dikenang aja, gak usah ditiru.
“Ah, elah, kayak gini doang sih gue juga bisa ngerjain. Ngapain mahal-mahal beli bocoran soal?”
Kelar UN, bukan berarti kamu lega. Kamu masih dibuat H2C alias harap-harap cemas sama hasilnya, plus kamu juga mesti menentukan jurusan dan universitas mana yang mesti diambil. Bingung, Cyiinn!
“Anjrit, si Bambang kok bisa gak lulus sih? padahal kerjasama kita udah kece.”
“Katanya, si Bambang keliru mbuletin jawabannya, semua jawabannya geser satu nomor.”
“Mblo, gue bakal kangen upil lo yang asin itu.”
“Gue juga bakal kangen sama kentut lo yang baunya ngalahin rendeman kolor itu! Hiks.”
Ya, dibanding dengan kehidupan orang dewasa yang kita punya sekarang, UN itu gak lebih dari secuil upil yang nempel di bibir. Kenyataan jauh lebih kejam, tapi juga lebih banyak hal serta pengalaman yang kita pelajari di sana daripada lewat buku teks pelajaran.
Nah, itulah hal-hal yang membuat kita selalu mengenang UN selamanya. Kalau kamu, apa yang paling membuat UN berkesan buatmu?