Selain menyimpan keindahan tiada duanya, Bromo juga memiliki daya tarik budaya yakni Upacara Kasada sebagai persembahan kepada Sang Hyang Widhi dan para leluhur. Tak sedikit wisatawan yang datang ke Bromo untuk menyaksikan upacara ini.
Upacara Kasada adalah hari raya adat Suku Tengger yang digelar setiap hari ke-14 di bulan Kasada dalam penanggalan Jawa. Dalam Upacara Kasada, suku Tengger melempar aneka sesajen berupa sayuran, buah-buahan, hasil ternak bahkan uang ke kawah Gunung Bromo.
Suku Tengger sendiri adalah pemeluk agama Hindu lama. Tidak seperti umat Hindu lainnya yang beribadah di candi-candi, Suku Tengger justru melakukan peribadatan di punden, danyang dan poten. Nah poten inilah yang menjadi tempat diselenggarakannya Upacara Kasada. Poten merupakan sebidang tanah di lautan pasir di kaki Gunung Bromo dan terdisi dari beberapa bangunan dan ditata dalam suatu komposisi.
Upacara Kasada dilakukan Suku Tengger sebagai bentuk rasa syukur atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah, memohon agar dijauhkan dari malapetaka, serta yang utama adalah sebagai peringatan pengorbanan Raden Kesuma, anak Jaka Seger dan Lara Anteng, penguasa Suku Tengger di zaman dulu.
Dalam upacara Kasada, masyarakat Suku Tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi dan peternakan yang ditata di tempat bernama ongkek. Mereka berbondong-bondong membawa sesajen ini ke kawah Gunung Bromo untuk kemudian dilemparkan ke dalamnya.
Uniknya, acara Upacara Kasada ini juga dimanfaatkan pengemis dan warga suku Tengger yang tinggal di pedalaman untuk berebut mendapatkan ongkek yang berisi sesajen tadi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang sengaja datang jauh-jauh hari dan membuat tempat tinggal sementara di Gunung Bromo.
Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui warga Suku Tengger supaya Upacara Kasada ini berlangsung khikmad. Upacara Kasada dimulai dengan pengukuhan sesepuh Tengger. Lalu ada pula pagelaran sendratari yang mengisahkan kehidupan Rara Anteng dan Jaka Seger di Desa Ngadisari.
Upacara Sukasada juga menjadi salah satu tes yang harus dilalui calon dukun. Jika calon dukun ini melakukan kesalahan dalam prosesi Upacara Kasada, maka ia akan gagal ditunjuk sebagai dukun.
Upacara Sukasada dilanjutkan tepat tengah malam, dimana pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di padang pasir Gunung Bromo. Seorang dukun sangat dihormati di kalangan suku Tengger karena merupakan pemimpin keagamaan. Maka dari itu, seorang dukun harus lulus ujian menghafal mantra-mantra sebelum dilantik.
Setelah itu, barulah ongkek tersebut dikorbankan di Puden Cemara Lawan dan dilempar ke kawah Gunung Bromo yang menandai puncak Upacara Kasada.
Sejarah Upacara Kasada
Upacara Kasada sebenarnya sudah digelar sejak zaman kerajaan Majapahit. Suku Tengger sendiri diyakini merupakan keturunan Rara Anteng (putri Raja Majapahit) dan Jaka Seger (putra Brahmana), sehingga penggabungan dua nama tersebut menjadi asal mula nama suku ini.
Asal mula upacara Kasada pun tak lepas dari kehidupan keluarga Rara Anteng dan Jaka Seger. Setelah bertahun-tahun menikah, mereka belum juga dikaruniai anak. Rara Anteng dan Jaka Seger kemudian memutuskan bertapa di Gunung Bromo memohon diberikan keturunan.
Di tengah pertaapaan tersebut, mereka mendapat petunjuk akan dikabulkan keinginan untuk memiliki keturunan dengan syarat anak bungsu mereka harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Pasangan ini menyetujui syarat tersebut dan dikaruniai 25 orang anak, dengan Kesuma sebagai si bungsu.
Tahun demi tahun dilalui, kesediaan mereka mengorbankan anak bungsu ke kawah Gunung Bromo pun ditagih. Namun mereka tidak tega sehingga terjadi malapetaka dan membuat bumi gelap gulita.
Setelah tahu janji yang diucap kedua orang, Kesuma si anak bungsu pun bersedia dikorbankan demi menyelamatkan negeri sehingga dunia kembali tenang.
Guna menghormati pengorbanan tersebut, warga Suku Tengger setiap tahunnya menggelar Upacara Kasada dengan melempar sesaji ke Kawah Bromo. Masyarakat Suku Tengger dikenal sangat taat kepada adat, tak heran Upacara Kasada ini tetap dilestarikan sampai sekarang.
Upacara Kasada pun membawa banyak manfaat bagi masyarakat suku Tengger itu sendiri. Selain sebagai ajang meminta keselamatan, Upacara Kasada juga mampu menyedot atensi wisatawan untuk datang menyaksikannya.
Pelaksanaan Upacara Kasada
Pada tradisi Kasada ini, ada sesaji yang harus disiapkan yang terdiri dari dua unsur yaitu kepala bungkah dan kepala gantung. Jika ada warga yang memiliki hajat khusus dan ingin mengajukan permohonan diwajibkan membawa kambing atau ayam sebagai bentuk persembahan. Upacara Kasada berlangsung mulai pukul 00.00 hingga dini hari. Persiapan dimulai dengan melakukan semeninga yaitu sejenis upacara untuk memberitahukan leluhur atau Dewa bahwa ritual segera dimulai. Kemudian, acara dimulai dengan berjalan beramai-ramai dari rumah dukun adat sampai ke Pura Luhur Poten dan berlanjut hingga ke Kawah Gunung Bromo.
Dukun yang Memimpin Upacara
Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan pemimpin dalam bidang agama. Dukun yang boleh memimpin Upacara Kasada harus bisa menghafal mantera yang jumlahnya sangat banyak. Nantinya dukun yang sudah terpilih akan memimpin rombongan masyarakat Tengger naik ke puncak Gunung Bromo sambil membawa sesaji menuju kawah. Sesaji ini merupakan bentuk persembahan kepada arwah nenek moyang mereka.
Makna dari Upacara Kasada
Menurut kepercayaan masyarakat tengger, upacara kasada memiliki makna bahwa Bromo merupakan pusat dunia. Hal ini berdasarkan penuturan warga sekitar bahwa pada zaman dahulu semua pembangunan rumah dan sanggar menghadap ke arah Gunung Bromo. Selain itu, ritual kasada ini merupakan bentuk identitas anak Tengger bahwa mereka sebagai keturunan asli Majapahit. Makna lain dari upacara Kasada yaitu sebagai bentuk penghargaan kepada alam Bromo untuk semua keindahan dan kebesarannya. Tidak heran jika masyarakat Suku Tengger juga sangat menjaga kebersihan kawasan Gunung Bromo. Sayangnya, banyak pengunjung yang masih saja buang sampah sembarangan.