Home » Kongkow » kongkow » "Semakin mudahnya ilmu didapat. Guru semakin tidak dihargai"(Gus Mus)

"Semakin mudahnya ilmu didapat. Guru semakin tidak dihargai"(Gus Mus)

- Kamis, 22 Februari 2018 | 16:24 WIB

Semua umat muslim tahu bahwa menuntut atau mencari ilmu itu wajib. Banyak sekali dalil yang menyatakan pentingnya mencari ilmu beserta keutamaanya. Setelah banyak mendengar dalil dalil tersebut, maka timbul beberapa pertanyaan di benak gue sebagai manusia awam.

"Mengapa manusia diwajibkan untuk mencari ilmu?"

"Bagaimana cara mencarinya?"

"Ilmu apa yang harus manusia cari?"

Yap, pertanyaan diatas adalah pertanyaan yang membutuhkan effort dan waktu yang agak lama untuk mendapatkan jawaban yang benar-benar pas di hati kecil gue. Gue mencoba membedah jawaban yang gue dapat dari para guru untuk dituangkan kedalam tulisan ini.

GOALS UTAMA DALAM MENCARI ILMU ADALAH MENGENAL ALLAH

"Kewajiban pertama manusia adalah mengenal Allah" (Kitab Matan Zubad karangan Syeikh Ibnu Ruslan)

Allah SWT telah memberikan kode keras bagi manusia agar dapat mengenal-Nya. Dalam hal ini, kode keras tersebut adalah Al-Quran dan Utusan. Al-Quran merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Kata-kata itu tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat kedua. Jelas disitu tertulis tidak ada keruaguan didalamnya. Lalu Allah juga mengutus seorang utusan atau Nabi pada tiap jamanya. Dalam hal ini, berarti manusia pada saat ini merupakan umat dari baginda Nabi Muhammad SAW.  Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlaq dan menjadi suri tauladan bagi umatnya. Jelas dalil itu tertuang didalam Al-Quran. Dan baru dalil itu yang gue tau. Jadi gue menyimpulkan kedua elemen ini yaitu Al-Quran dan Rasullulllah SAW merupakan kode keras dari Allah untuk manusia agar dapat mengenal-Nya.

Tugas kita sebagai umat islam adalah mengkaji dan membedah kedua kode itu. Tentu tidak mudah untuk memecahkan kode tersebut. Jika untuk memecahkan kode tersebut terbilang mudah, maka banyak manusia yang sudah menjadi Wali Allah SWT, bahkan neraka mungkin tidak akan laku karena mudahnya membedah kedua kode tersebut yang nyata-nyata datangnya dari sang Pencipta.

Untuk memecahkan kedua kode diatas, cara yang paling realistis adalah melalui penjelasan para Ulama yang telah mendedikasikan hidupnya untuk memecahkan kedua kode tersebut. Penjelasan dari kedua kode tersebut terangkum didalam kitab-kitab yang para Ulama karang. Ktab-kitab tersebut menjelaskan dengan gamblang dan jelas dari berbagai macam persepektif. Islam terkenal dengan 4 imam besar yang mempunyai mazhab. Imam Ghazali, Imam Syafi'I, Imam Hambali, dan Imam Hanafi.

Perbedaan mazhab itu bukan untuk memecah belah, justru perbedaan itu merupakan bukti dari fleksibilitas islam itu sendiri. Para imam besar tentu berpendapat berdasarkan hadits dan Al-Quran. Masih banyak ulama-ulama lain yang mengarang kitab yang tentunya bersandar pada Al-Quran dan Al-hadits. Kita tentu tidak hidup pada masa Rasulullah SAW, jaman khalifah, jaman tabi'in, maupun jaman tabi'ittabi'in. Kita hidup pada jaman berabad-abad setelahnya. Maka tidak dapat dipungkiri, kemungkinan besar kita tidak akan bisa memecahkan kedua kode tersebut tanpa bantuan para ulama.

Al-Quran dengan tata bahasa dan makna yang indah serta terangkumnya semua aspek aspek kehidupan  didalamnya, tentu tidak bisa ditafsirkan sembarangan. Pada sub sub tertentu mungkin kita bisa menafsirkanya. Tapi pada sub sub yang lain, membutuhkan ilmu tafsir yang jelas agar tidak salah tafsir dan tidak salah dalam memahaminya. Maka disinilah peran para ulama yang berusaha mentafsirkan ayat per ayat dari Al-Quran. Mulai dari asbabunnuzul ayat, fungsi ayat, d.l.l.

Sedangkan Utusan (Rasulullah SAW) merupakan contoh bagi para umatnya. Dalam diri Rasullullah juga terdapat sumber hukum yang disebut Hadits, baik itu hadits qowli, hadits, amali, maupun hadits taqriri yang wajib kita pelajari. Peran Ulama dalam menjelaskan kehidupan Rasulullah dan Haditsnya juga sangat gamblang, mulai dari asbabul wurud hadits, fungsi hadits, d.l.l. Tentu lagi-lagi penjelasan tersebut dikarang melalui kitab-kitabnya. Maka bisa disimpulkan betapa vitalnya peran ulama dalam peradaban islam. Karena dengan jasa-jasa beliau kita bisa mendapatkan penjelasan yang sangat mudah dipahami dari dua kode yang datang dari Allah SWT. Dengan alasan-alasan tadi, maka muncul dalil yang menyatakan bahwa Ulama adalah pewaris nabi.

Penjelasan para ulama tentang Al-Quran dan Utusan dapat kita pelajari lewat seorang guru, atau yang dikenal sebagai ustadz, kiyai, habaib. Tentu guru tersebut sudah mendapat penjelasan dari gurunya, gurunya juga mendapat penjelasan dari gurunya, sehingga penjelasan tersebut telah turun temurun. Inilah yang disebut sanad.

Sanad merupakan garis ketersambungan sebuah ilmu dari seorang guru terhadap seorang murid. Ulama ulama terdahulu juga mempunyai seorang guru dalam proses pembelajaranya. Maka sudah seyogianya kita sebagai umat muslim mempunyai guru guna meneruskan tradisi ulama-ulama terdahulu. Guru yang menjelaskan tentang Al-quran dan Hadist, maupun yang menjelaskan penjelasan para ulama yang menjelaskan Al-quran dan Hadits. Ketika kita mempunyai guru, maka paling tidak kita dapat menghindari gagal paham.

Proses pencarian seorang guru memang berbeda. Karena seorang guru mempunyai ciri khas yang berbeda. Ini merupakan hal yang sangat teknis, bukan hal yang dasar. Kita bebas memilih guru yang mempunyai kecocokan gaya dengan kita. Selama Tuhanya masih Allah SWT, kitabnya masih Al-Quran, Nabinya masih nabi Muhammad SAW, maka tidak ada yang perlu didebatkan, tidak perlu merasa paling benar dan tidak perlu menyalah-nyalahkan.

Dengan penjelasan diatas, maka terjawablah pertanyaan gue tentang kewajiban seorang muslim untuk mencari ilmu dan cara mencarinya. Jawabanya adalah untuk mengenal Allah SWT. Caranya adalah belajar dengan guru (ustadz, kiyai, habaib) untuk mendapatkan penjelasan para ulama tentang Al-Quran dan Utusan (Rasulullah SAW), serta untuk membandingkan ilmu-ilmu yang kita dapat ditempat lain, yang tujuan akhirnya adalah ma'rifatullah atau mengenal Allah SWT.  

ILMU DALAM ISLAM YAITU TAUHID, FIQIH, DAN AKHLAQ TASAWUF

"Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh" Albert Enstein.

 

Pembagian ilmu menurut islam. Dok.pribadi

Pembagian ilmu menurut islam. 

Ilmu dalam islam secara umum terbagi menajdi tiga. Ilmu yang berkaitan dengan keimanan yaitu tauhid, ilmu yang berkaitan dengan islam yaitu fiqih, dan ilmu yang berkaitan dengan ihsan yaitu akhlaq tasawuf. Tiga elemen ilmu utama diatas adalah fondasi awal yang menjadi induk bagi ilmu ilmu lainya.

Berdasarkan jawaban yang gue dapat, ilmu fiqih adalah ilmu yang mempelajari hukum, rukun, syarat, dan tata cara ibadah dalam syariat islam. Ilmu tauhid adalah ilmu yang berkaitan dengan keimanan atau kepercayaan terhadap Allah SWT. Sedangkan ilmu akhlaq tasawuf adalah ilmu yang berkaitan dengan "rasa" ketika ibadah. Seseorang akan ditatar pada ranah akhlaq tasawuf untuk tidak pernah merasa benar, tidak menyalah-nyalahkan orang lain, tidak suudzon, tidak sombong, tidak ria, yang intinya kita ditatar agar terhindar dari penyakit-penyakit hati.

Adapun ilmu-ilmu lain yang dipelajari secara akademik dari SD, SMP, SMA, Sarjana, Pascasarjana, merupakan instrumen dari tiga elemen ilmu utama diatas. Namun, instrumen tersebut bukan berarti tidak penting. Justru semakin banyak instrumen-instrumen yang kita kuasai, maka kita semakin kaya akan instrumen yang akan bermuara pada tiga elemen ilmu diatas.

Gue mencoba membuat analisis kecil kecilan. Ilmu hitung atau yang biasa kita sebut matematika merupakan instrumen yang bermuara pada ilmu waris. Dalam hal ini, secara tidak langsung matematika akan bermuara pada ilmu fiqih. Karena ilmu waris dalam islam pasti membutuhkan ilmu hitung atau matematika. Ilmu waris tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa memahami ilmu hitung. Begitupun ilmu jual beli, ilmu sewa menyewa, maupun ilmu pinjam meminjam. Ilmu ilmu dalam fiqih tersebut membutuhkan instrumen matematika dalam prakteknya.

Ilmu fisika, biologi, kimia, merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk tentang fenomena alam dan seluk beluk tentang mahluk hidup. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu fisikia, biologi, dan kimia merupakan instrumen yang bermuara pada ilmu tauhid. Karena ketika mempelajari instrumen tersebut, kita semakin banyak mengetahui betapa Allah SWT maha sempurna dalam menciptakan sesuatu. Fenomena alam dan mahluk hidup yang terangkum dalam ilmu fisika, biologi, dan kimia, bukanlah fenomena sederhana, namun fenomena rumit yang harus diterjemahkan secara ilmiah oleh para ilmuwan.

Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang akan bermuara pada akhlaq tasawuf. karena ketika kita mengetahui etika atau tata cara berkomunikasi, maka secara tidak langsung kita akan lebih baik dalam mempraktekan etika dalam berkomunikasi/berinteraksi. Ujung dari ilmu komunikasi akan bermuara pada ilmu akhlaq tasawuf.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka seyogianya semakin banyak seseorang berilmu, maka semakin beriman pula kepada sang pencipta karena semakin banyak ia mengetahui akan kebesaran-kebesaran Allah SWT. Semakin baik juga akhlaqnya karena semakin banyak pengetahuan tentang akhlaq, dan semakin baik ibadahnya karena semakin banyak pengetahuan tentang rukun, syarat, dan hukum suatu ibadah dalam syariat islam.

Hal yang perlu ditekankan disini adalah ketiga elemen ilmu diatas harus dipelajari secara terus menerus, dipelajari dengan seimbang, dan tidak berat sebelah. Karena ketiga elemen ilmu tersebut mempunyai keterikatan pada proses ibadah dalam islam. Imam Malik berkata "Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam." ('Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).

Pada realitanya, ketika seseorang mempelajari fiqih tanpa tasawuf maka orang tersebut sangat mudah untuk menyalah-nyalahkan orang lain. Perasaan "merasa paling benar" inilah yang sangat dihindari dari akhlaq tasawuf. Sedangkan ketika seseorang mempelajari tasawuftanpa mempelajari fiqih, kemungkinan besar ibadah orang tersebut tidak akan sesuai syariat islam. Karena ia tidak mempelajari fiqih yang membahas tentang rukun, syarat, dan tata cara dalam beribadah yang sesuai syariat islam. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak dalil yang menekankan pentingnya menyeimbangkan pencarian tiga elemen ilmu tersebut.

Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang beramal tidak mengikuti perintah kami, maka akan ditolak."(HR Muslim).

Imam Malik berkata: "Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia"(Kitab Ihyaulumudin).

Imam Syafii berkata : "Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya akan ditolak sia-sia." (Matan Zubad, karangan Syeikh Ibnu Ruslan, juz I, hlm 2).

Perkataan-perkataan ulama diatas sejalan dengan sabda Rasulullah SAW. Perbedaanya adalah ulama dapat menyederhanakan apa maksud dari hadits tersebut. Maksud dari sabda nabi diatas dan perkataan ulama diatas lagi-lagi merupakan satu dari sekian banyak dalil yang menekankan betapa pentingnya mencari ilmu. Untuk dapat mengamalkan sesuatu atau untuk menjalan suatu ibadah, kita perlu mengetahui sebuah ilmu dari ibadah tersebut. Mulai dari hukum, syarat, dan tata caranya.

Syeikh Ibnu Mubarok seorang tabi'in berkata "barang siapa yang merasa telah berilmu, maka pada saat itu juga ia bodoh". Perkataan ulama tersebut juga sejalan dengan hadits baginda Rasulullah SAW yang mewajibkan manusia untuk mencari ilmu sepanjang hayat. Ketika seseorang telah merasa berilmu, maka sudah seharusnya ia semakin merasa bodoh, Karena secara tidak langsung seharusnya ia semakin menyadari bahwa masih banyak ilmu ilmu yang belum dipelajari, dan ilmu ilmu yang dimiliki sebelumnya ternyata belum cukup dan belum ada apa-apanya. Perasaan yang demikian ini yang seharusnya ditanamkan oleh seseorang, dengan tidak pernah merasa pintar, tidak pernah merasa habis masa untuk mencari ilmu.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka terjawablah sudah pertanyaan yang ada dibenak gue tentang apa ilmu yang harus dicari. Jawabanya adalah ilmu apapun penting. Kita boleh mencari sesuai dengan passion masing masing. Karena apapun ilmunya pasti akan bermuara pada 3 elemen inti ilmu yaitu fiqih, tauhid,dan akhlaq tasawuf. Namun, alangkah lebih bijak, kita sebagai muslim juga mempelajari ilmu tauhid, fiqih,dan akhlaq tasawuf itu sendiri, bukan hanya instrument-instrumenya.

Cari Artikel Lainnya