Pidato selalu diawai dengan salam dan basa-basi, sebagaimana yang mayoritas orang lakukan. Namun beberapa orang, terutama yang beragama muslim, menutup pidatonya dengan kalimat yang terbilang khas, yaitu “wabillahi taufiq wal hidayah”. Dari mana kalimat itu sebenarnya? Dan bagaimana kalimat itu bisa akhirnya digunakan. Dilansir dari berbagai sumber, berikut inilah sejarahnya!
Menurut penjelasan Gus Dur di acara peringatan hari lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMMI) ke-46, dulunya ulama-ulama NU sepakat menggunakan kalimat “wabillahi taufiq wal hidayah” sebagai ucapan penutupan dan Nahdliyin (warga NU) wajib mengikutinya.
Namun ternyata setelah musim kampanye pemilut tahun 70-an, Golkar menggunakan ucapan itu untuk menutup seiap pidato kampanyenya. Sehingga Gus Dur mengatakan bahwa Golkar meminjam kalimat ucapan ini dari NU dan belum dikembalikan.
Kalimat khusus ala NU yang sering digunakan untuk penutup pidato maupun pengakhiran pesan ini memiliki arti harfiah: “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Dengan arti yang terbilang general itu, sebenarnya kalimat ini bisa digunakan oleh siapa pun.
Menurut berbagai sumber, Kiai Ahmad berasal dari Kendal, Jawa Tengah. Awalnya ia menciptakan kalimat khas ini untuk NU. Namun karena “wabillahi taufiq wal hidayah” sudah digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka ia merasa NU kehilangan ciri khasnya. Sehingga ia menciptakan ucapan penutup baru, yaitu: “Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq”. Menurutnya, ucapan ini sulit diikuti oleh mereka yang bukan orang NU.
Kiai Ahmad dalam NU dikenal mulai dari ranah daerah sampai PBNU. Ia pernah menduduki Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Syuriah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah dan Mustasyar PBNU. Kiai Ahmad adalah pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal.
Kiai Ahmad juga merupakan distributor majalah Berita NO (Nadhlatoel Oelama), yang terbit tahun 1930. Beliau sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab, yang umumnya ditulis dalam Bahasa Jawa (bertuliskan Arab Pegon). K.H. Ahmad Abdul Hamid meninggal dunia pada tanggal 14 Februari 1998.
Itulah sejarah di balik kata “wabillahi taufiq wal hidayah” yang mungkin sudah sering kamu ucapkan di akhir pidato atau pesan, tapi kamu tidak mengerti latar belakangnya. Karena sekarang kamu sudah tahu, jadi lebih tenang menggunakannya kan? Karena konteks kalimatnya pun sangat baik. Teruslah menyebarkan pesan positif ya. Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!