Pernahkah terpikir, ketika kita makan rendang yang nikmat itu sebagai penyebab kita dijajah ratusan tahun lamanya? Lho ini bener, saya tidak mengada-ada kang! Meski tidak terkait langsung dalam lembar sejarah yang menyatakan rendang sebagai aktor utama kita di jajah bangsa Eropa, tapi bumbu-bumbu yang menjadi penyebab utama nikmatnya rendang itulah tersangka utamanya. Bumbu rendang yang terdiri dari berbagai macam rempah itulah yang merupakan sang El dorado (emas) yang jadi rebutan bangsa Eropa.
Rempah sang bumbu dapur, satu kata sederhana memang. Tapi siapa yang menyangka dibalik kata sederhana tersebut ternyata mampu menggerakkan penjelajahan dan kehidupan umat manusia sejak ratusan silam. Bahkan kemakmuran dan kekuasaan terbangun dan diruntuhkan demi kata yang sama, rempah. Rempah telah mengkontruksi ulang peradaban. Rempah bukan saja semata bumbu dapur yang memperkaya rasa kuliner, namun pengobatan, hingga ritual kebudayaan.
Tak terhitung karya sastra yang lahir bercerita tentang eksotisme dan asosiasi rempah dalam putaran romantisme peradaban manusia. Rempah telah menyihir manusia sebagai kekayaan harta dan jiwa, sejak beribu tahun silam yang lalu hingga saat ini. Maka tidak berlebihan jika kemudian rempah mempunyai julukan lain yakni emas dunia! El dorado.
Bisa dibayangkan, harga rempah-rempah yang diangkut dari Tidore sampai ke Eropa ketika itu bisa meningkat hingga 1.000%, bahkan terkadang lebih besar. Artinya, satu ruas jahe sama mahalnya dengan satu gram emas. Dengan harga yang demikian mahal, maka muncullah aura kemewahan pada rempah-rempah. Dapat dipahami bahwa kelangkaan dan tingkat kesulitan dalam memperoleh rempah-rempah menjadi faktor mahalnya komoditas Nusantara ini.
“Setelah menemukannya, saya berani mengatakan bahwa Hindia adalah wilayah terkaya di dunia ini. Saya bicara tentang emas, mutiara, batu berharga dan rempah-rempah, berikut perdagangan dan pasar yang mereka miliki. Karena semuanya itu tidak muncul begitu saja, saya menahan diri untuk tidak mengeksploitasinya” ~ Christoper Columbus, surat dari perjalanan ketiga, ditulis di Jamaika, 7 Juli 1503.
Paragraf di atas adalah kutipan pertama yang diterakan Jack Turner pada bab “Para Pencari Rempah” dalam bukunya Sejarah Rempah: Dari Erotisme sampai Imperialisme. Pembahasan mengenai “Cita Rasa yang Melayarkan Ribuan Kapal” di dalam buku itu seperti muasal mengarungi sejarah rempah itu sendiri.
Ribuan kapal telah berlayar sebelum pernyataan Columbus di atas, tetapi ribuan kapal kemudian tak mampu lagi menahan diri untuk tidak mengeksploitasi wilayah terkaya di dunia ini. Pembicaraan mengenai kolonialisme dalam buku-buku sejarah yang dipelajari di pendidikan dasar hingga menengah, seperti kabut pekat mengambang yang memburamkan cikal bakal semua peristiwa. Pengetahuan tentang rempah: hasil bumi dan pengetahuan bagaimana ribuan kapal pernah dilayarkan oleh nenek moyang bangsa. Ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki.
Lagu “nenek moyangku seorang pelaut” terdengar seperti gumam nyanyian tanpa imajinasi. Rempah tak pernah disadari sebagai sesuatu yang begitu berharga. Tak ada gambaran jelas bagaimana bumbu dapur itu bisa menimbulkan persengketaan dan peperangan. Tak terbayangkan bagaimana hal yang tampak begitu mudah ditemukan dalam keseharian dan berserak di sekitar kita, seolah menjadi sesuatu yang tak penting sekarang ini.
Bagaimana mungkin bumbu dapur bisa membentuk peta politik, mengubah garis batas negara, membentuk pola pikir dan kebijakan negara? Bumbu dapur ini tak mencerminkan hal-hal yang heroik bercitra kepahlawanan yang perlu diributkan apalagi direbutkan.
Pada abad ke 15, dimana Eropa tengah mengalami masa Renaissance sebuah kapal Portugis dipimpin Vasco da Gama mendarat di Kalkuta, dan masyarakat Eropa mulai terbuka matanya terhadap rahasia rempah-rempah. Selama ribuan tahun perdagangan rempah-rempah merupakan perdagangan tidak langsung dengan banyak penghubung sehingga masyarakat Eropa tidak mengetahui darimana asal rempah-rempah tersebut. Rempah-rempah permintaannya sangat tinggi sedangkan pasokannya dikontrol. Ketika Islam menguasai area Syiria, Persia dan Jazirah Arab perdagangan rempah-rempah berada dalam kekuasaan pedagang Arab/Islam.
Sejak 2600 SM Mesir sudah mengimpor rempah-rempah untuk memberi makan pekerja Asia mereka yang sedang membangun piramida agar punya lebih banyak tenaga. Cengkeh juga sudah agak populer di Syiria sekitar waktu itu, tanaman yang hanya terdapat di satu pulau di Nusantara.
Di Eropa rempah-rempah terutama digunakan untuk pengawetan makanan. Panen yang gagal, makanan yang mulai rusak, hanya bisa dimakan jika diberi garam dan merica yang banyak. Pada tahun 408 kaum Visigoth meminta tebusan emas, perak dan merica agar mereka menghentikan mengepung Roma. Sebuah daftar harga abad ke 14 memperlihatkan harga satu pon pala adalah senilai tujuh ekor lembu gemuk. Waktu itu juga dikenal istilah ‘peppercorn rent’ yaitu membayar sewa kamar dengan merica saking harganya mahal.
Pedagang Arab sebagai perantara rempah-rempah ini berusaha agar orang Eropa tidak mengetahui asal muasal rempah-rempah. Pada abad ke 5 SM Herodotus tertipu oleh kisah pedagang arab yang mengatakan bahwa kayu manis berasal dari pegunungan di Arabia. Kayu manis ini dijaga oleh burung buas yang sarangnya terbuat dari kayu manis ditebing yang curam. Burung itu diberi umpan keledai segar dan ketika burung ini berusaha mengambil daging keledai dia terhempas ketanah, sehingga pedagang arab itu bisa naik mengambil sarang burung itu.
Ketika Turki jatuh ke Ottoman pada 1453, mereka menutup jalur rempah-rempah yang biasa dilalui arab ke Venesia, sehingga perdagangan harus melalui Mesir yang menaikkan pajak rempah-rempah sampai 30 %. Kelaparan akan rempah-rempah yang dimonopoli pedagang Mesir dan Venesia ini memaksa para raja-raja Eropa untuk mendanai kapal-kapal untuk berburu rempah-rempah langsung ke India. Sebetulnya secara khusus perjalanan diarahkan ke Selat Malaka, sebuah pusat perdagangan rempah-rempah dan konon gerbang menuju sebuah pulau rempah-rempah.
Pembiayaan perjalanan ini sangat beresiko karena hanya setengah dari kapal-kapal tersebut yang bisa kembali. Mereka meyakini ‘siapapun yang menguasai Malaka akan memegang tenggorokan Venesia’. Ketika penjelajah Portugis datang ke Lisbon dari India dengan membawa banyak rempah-rempah, Venesia dan Mesir tertegun, harga lada di Lisbon turun sampai seperlima harga di Venesia.
Petualangan mencari rempah-rempah juga dilakukan Spanyol. Alih-alih melewati jalur selatan memutari benua Afrika Christopher Columbus melewati jalur barat dan malah terdampar di benua baru Amerika. Untuk meyakinkan bahwa dia tidak gagal dia menamakan rakyat pribumi sebagai ‘orang India’ / Indian dan menamakan cabe sebagai ‘merica merah’ (red pepper) istilah yang membuat bingung sampai saat ini.
Paus Alexander IV membuat perjanjian Tordesillas yang membagi wilayah penjelajahan supaya tidak berebutan: Spanyol kearah barat, Portugis ke timur. Tapi Spanyol tetap ingin menemukan pulau rempah itu dan mengira-ngira bahwa berlayar terus ke barat pun bisa menuju ke pulau rempah lalu mengutus Ferdinand Magellan berlayar terus ke barat yang menjadikannya orang pertama yang berlayar mengitari bumi.
Dari lima kapal yang berlayar dari Eropa pada 28 November 1520, hanya tiga kapal yang tersisa. Selama 14 minggu diobang-ambing gelombang Laut Pasifik. Persediaan makanan telah menipis. Awak kapal hanya makan biskuit keras yang dicelupkan ke air keruh. Makanan kotor membuat mulut awak kapal menghitam akibat bakteri. Banyak juga yang tewas. Setelah mengarungi samudra hampir 90 hari dengan perbekalan yang tidak memadai, Megellan akhirnya tewas dalam pertempuran dengan penduduk Filipina, 6 Maret 1512.
Perjalanan kemudian dilanjutkan oleh sahabatnya Sebastian del Cano yang berhasil sampai di kepulauan rempah, Ternate dan Tidore. Kapal Victoria kembali pada tahun 1522 dengan berton-ton rempah. Del Cano diberi penghargaan oleh raja berupa lambang berhiaskan dua batang kayumanis, tiga pala dan dua belas cengkeh.
Dalam pelayaran mengelilingi bumi pada masa penjelajahan Eropa, pelayaran Magellan dapat disebut sebagai yang terhebat. Bersama 270 awak kapal, Magellan memulai pelayaran dari Pelabuhan Sanlucar de Barrameda pada 20 September 1519. Dengan satu tujuan: menemukan rempah-rempah di dunia baru.
Kisah Magellan hanya sebagian kecil dari yang digambarkan Jack Turner dalam bukunya. Buku hasil penelitian pria kelahiran Australia ini menarik. Jika selama ini dalam pelajaran sejarah Indonesia para siswa harus menerima bahwa tujuan imperialisme adalah gold, glory, dan gospel, secara tidak langsung Jack mengemukakan bahwa gold juga berarti rempah-rempah.
Dari sini Pada 1511 Portugis merebut Malaka. Dari penyelidikan disana mereka mengetahui pulau rempah kecil yang merupakan satu-satunya tempat sumber dari pala dan kemiri, pulau kecil bernama Banda. Sampai sekarang pala merupakan bahan penting dalam resep rahasia Coca Cola. Sepanjang abad ke 16 Spanyol dan Portugis berebut untuk bisa memperoleh pengaruh diarea ini.
Kerajaan di Maluku, Ternate dan Tidore yang terbilang masih bersaudara pun saling berperang. Portugis berhasil mengadu domba kerajaan keluarga ini, mengangkat Sultan untuk keuntungan mereka. Portugis akhirnya menjadi pemain utama dalam perdagangan cengkeh. Belanda yang galau ingin turut serta berhasil menjadi distributor Portugal untuk Eropa bagian utara dan barat. Ketika Potugal jatuh ke Spanyol pada 1580, Belanda tidak lagi menjadi distributor mereka dan perdagangan dikuasai Spanyol dan menaikkan harga disemua benua.
Belanda tidak mau tinggal diam. Dengan pengalaman mengetahui seluk beluk perdagangan rempah, pada tahun 1602 mereka membentuk the Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC (Perusahaan Belanda India Timur) - asosiasi pedagang untuk mengurangi kompetisi, mengurangi resiko dan memperbesar skala ekonomi. Negara-negara Eropa yang lain juga membentuk East India Company yang anggotanya mulai dari Portugis, Swedia sampai Austria. Tapi tidak ada yang bisa menandingi kesuksesan VOC.
Pada tahun 1670 perusahaan ini merupakan perusahaan terkaya di dunia dengan dividen kepada pemegang sahamnya mencapai 40 %. Pegawainya 50.000 orang, 30.000 'centeng' dan 200 kapal yang sebagiannya bersenjata. Rahasia suksesnya: 'Mereka tidak punya keberatan terhadap apapun.' Tujuan pertama VOC adalah Banda. Banda tidak pernah mengijinkan Portugis atau Spanyol mendirikan benteng. Sultannya sangat netral dan ingin berdagang dengan siapapun.
Jan Pieterszoon Coen berhasil meyakinkan sultan Banda bahwa dia diutus Tuhan untuk memonopoli perdagangan pala dengan cara memenggal setiap pria berusia limabelas tahun keatas. Coen membawa tentara bayaran Jepang untuk menyiksa pemimpin desa dan kepalanya ditusuk di tiang. Populasi di pulau itu sebelumnya 15.000 orang dan 15 tahun setelah kedatangan VOC tinggal 600 orang. Dari berlayar menjadi memenggal demi rempah-rempah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa negara ini dibentuk berdasarkan luas area penguasaan negara lain. Penjajahan Belanda. Ratusan kerajaan dibentuk menjadi satu. Sepertinya, tak ada satu negara pun yang begitu beragam seperti Indonesia ini.
Kita harus mengakui, sejarah bangsa Indonesia tak bisa lepas dengan yang namanya rempah-rempah sang El dorado. Karena rempah-rempahlah bangsa Eropa tergiur menjajah Nusantara. Karena el dorado ini juga rakyat pribumi seolah tikus yang mati di lumbung padi, kepemilikan terhadap kekayaan alam Nusantara yang direbut paksa. Justru menjadi budak di negeri sendiri.
El dorado inilah yang menjadi alasan utama penjelajah bangsa Eropa mencapai India dan Maluku. Karena biang sedap rendang ini jugalah kongsi dagang Belanda tergiur oleh kemolekan Maluku, hingga kemudian hari kompeni ini menjadi bumbu utama sejarah perjalanan bangsa ini.
Mungkin, dengan menelusuri sejarah rempah ini, kita akan menemukan pencerahan atas kaburnya sejarah yang kita pelajari selama ini. Dengan kembali menyusuri masa silam dan bagaimana semua aspek kehidupan bekerja pada masa itu, kita mungkin bisa lebih mengenali diri sendiri dan apa yang kita miliki.
Meski sedikit terlambat, sepertinya kita harus menciptakan pengetahuan yang berbasis pada keterpisahan tanah tempat kita berpijak bersama-sama ini. Bangsa kepulauan. Bersandar pada pengetahuan lama dan tua yang pernah ada dan pernah membuat kita disebut bangsa yang maju dan kaya.
Karena itu, memulai dengan membongkar sejarah rempah adalah titik awal yang tepat, di mana sejarah kita sebagai bangsa modern bermula. Membahasnya melalui sejarah—baik sejarah ekonomi, politik, kebudayaan, maupun sejarah maritim—bisa jadi pemantik bagi penelusuran pengetahuan yang lebih luas lagi.