Sekolah sederhana. Terletak di ujung jalan Desa Bambu, di tepi jalan raya menuju kota. Jika bus malam menuju Timur, letak sekolah tepat di sudut kanan belokan. Jika bus malam menuju Barat, letak sekolah di kiri belokan, tepat di sudut sebelah kiri jalan masuk Desa.
Taman Kanak-kanak Ceria atau T.K. Ceria. Nama sekolah itu. Plang berwarna hijau daun, bertulisan putih, kombinasi garis lingkar hijau tua di tulis dengan huruf cetak miring.
Ada ornamen kembang, dedaunan, buah-buahan, di plang TK Ceria. Benar cerah ceria, semua warna di sekolah itu sama dengan warna plang TK Ceria, juga di cat dasar hijau daun.
Tandika nama salah satu murid bertanya pada Ibu Guru berseragam sama dengan warna sekolah TK Ceria. “Bu Guru? Sekolah kita berwarna hijau daun dan hijau muda seperti balon?” Tandika suaranya nyaring ceria.
Teman-teman sekelas Tandika langsung riang gembira senda gurau, berlarian kian kemari kejar-kejaran di kelas. Kertas burung-burung beterbangan, bertepuk tangan, bernyanyi riang sesuka hati. Kelas meriah suara para murid pagi itu seperti biasanya.
“Anak-anak ku sayang. Tenang sebentar. Ibu Rien akan menjawab pertanyaan Tandika.” Kelas tak langsung bisa tenang, tidak semudah hujan langsung berhenti dari langit. Para murid masih gegap gempita riang gembira mereka seperti bercahaya di terpa matahari pagi dari jendela.
Tandika naik ke kursi juga berwarna hijau daun, menari-nari. “Nama saya Tandika, saya cantik ya Bu Guru.” Suara di kelas semakin riang gembira “Hore!” Suaranya khas dan nyaring para murid. Semua teman Tandika di kelas naik ke kursi, menari seperti Tandika.
Gembira! Masing-masing bergaya lucu-lucu berbeda-beda. Menirukan ucapan Tandika, menyebut nama masing-masing. Ibu Guru Rien, berlimpah kesabaran. Turut gembira bersama-murid-murid dengan senyum cinta dan kasih sayang.
“Anak-anakku sayang. Ayo! Turun semua dari kursi sayang. Kita menari di depan kelas bersama-sama.” Semua anak di kelas itu bersorak gembira, turun dari kursi, berlari-larian ke depan kelas berrebutan urutan ingin dekat dengan Ibu Guru Rien.
Ibu Guru Rien, memberi nada nyanyian gembira. “Ayo! Kita berbaris dua-dua. Di sini senang. Di sana senang. Di mana-mana hatiku senang. Ayo! Semua berbaris sambil tetap bergembira.”
Murid-murid mengatur diri masing-masing membuat dua barisan bersisian siswa dan siswi, tertib dan santun, sambil tetap bernyanyi. Ibu Guru Rien, turut berbaris sambil menari gembira bersama mereka.
Santo, anak lelaki di baris tengah menunjukkan ke lima jari tangan ke atas. “Ibu Guru! Ibu Guru! Kuku tangan saya bersih. Gigi saya bersih sudah gosok gigi.” Semua bertepuk tangan.
Ibu Guru Rien, mengangkat dua jempol, sambil menghampiri Santo, memberi ucapan memeluk Santo. Semua anak bertepuk tangan lagi.
Semua anak berrebutan memeluk Ibu Guru Rien. Kegembiraan itu ada di sekolah setiap hari. Juga di empat kelas lain. Belajar sambil bermain dasar-dasar angka, mengenal huruf, membaca huruf dan angka, mewarnai. Para Guru di TK Ceria, selalu ceria dalam iman bersahaja.
“Siap-siap anak-anakku sayang. Sebentar lagi kita akan keluar kelas berkunjung ke tempat penelitian Kakak mahasiswa ya. Melihat kegiatan membuat hidroelektrik, yaitu pembangkit listrik tenaga air, di sungai belakang sekolah. Ayo! Kita berbaris.” Para anada berbaris rapi di depan kelas keluar menuju lokasi.
Letak penelitian dan pembuatan hidroelektrik di sungai Desa Bambu tidak jauh dari TK Ceria. Letaknya enam ratus meter di belakang sekolah. Para murid bernyanyi riang gembira menuju lokasi.
Di lokasi pembuatan hidroelektrik. Kakak mahasiswa telah menyiapkan segala hal dengan seksama. Para murid TK Ceria duduk di bawah tenda berjarak cukup menghadap sungai, dapat melihat jelas kelengkapan turbin dari tempat mereka duduk.
Kakak mahasiswa menjelaskan dengan sabar di antara suara riuh para murid TK Ceria. “…jadi adik-adik, hidroelektrik adalah pembangkit tenaga listrik mengandalkan energi potensial air sungai itu. Adik-adik bisa melihat generator, dihubungkan ke turbin berporos pada baling-baling bambu sedang berputar. Digerakan secara kinetik oleh arus air sungai…”
Kegembiraan sampai pada sesi foto bersama. Waktu pulang tiba. Para murid dijemput keluarga masing-masing. Guru-guru TK Ceria mengabdi untuk pendidikan di desa mereka. Sumbangsih pendidikan untuk bangsa. Sekolah TK Ceria, hasil gotong royong warga Desa Bambu.
Malam. Ibu Guru Rien, melarikan motor dengan kecepatan tinggi. Menuju Puskesmas Kembang Seroja, tujuh kilometer dari Desa Bambu. Rien, bergegas ke ruang perawatan. “Tandika? Semoga baik-baik saja.” Sedih hati Rien. “Tuhan!” Ibu Guru Rien, melihat Tandika di infus ringan untuk menurunkan suhu panas tubuh Tandika.
Rana, di sampingnya memeluk Tandika. “Tadi panasnya tinggi sekali”. Suara Rana. Rien memeluk Rana sahabat sejak kecil, seerat persahabatan mereka.
Rana, tertidur lagi, kepalanya telungkup di bantal, di samping dengan Tandika. Rien, “Tuhan sembuhkan Tandika.” Doa Rien, di kalbu bening. Suara rumah ibadah di langit. Terasa ada banyak cinta.