Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi defekasi, sensasi tidak puas atau tidak lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Proses defekasi dapat terjadi kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak defekasi. Penderita konstipasi biasanya juga perlu mengejan secara berlebihan sewaktu defekasi (Djojoningrat, 2006 dalam Sudoyo, dkk, 2006).
Konstipasi juga berarti pelannya pergerakan tinja melalui kolon. Kondisi ini sering berhubungan dengan sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon desendens yang menumpuk karena penyerapan cairan berlangsung lama (Guyton & Hall, 1996). Konstipasi dalam konsep diagnosa keperawatan diartikan sebagai penurunan frekuensi defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
Jenis konstipasi terdiri dari: konstipasi kolonik, konstipasi dirasakan/ persepsi (perceived constipation), dan konstipasi idiopatik. Defekasi yang tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeridisebut sebagai konstipasi kolonik.
Konstipasi persepsi adalah masalah subjektif yang terjadi bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan apa yang dirasakan orang tersebut sebagai normal (Doughty & Jackson, 1993, dalam Smeltzer & Bare, 2008).
Konstipasi idiopatik terjadi apabila tidak didapatkan penyakit organik yang menimbulkan konstipasi (Simadibrata, 2006, dalam Sudoyo, dkk, 2006).
Hasil konsensus nasional penatalaksanaan konstipasi di Indonesia tahun 2006 membagi konstipasi menjadi konstipasi primer dan konstipasi sekunder.
Konstipasi primer terdiri dari konstipasi dengan transit normal (konstipasi fungsional), konstipasi dengan transit lambat, dan disfungsi anorektal.
Konstipasi sekunder merupakan konstipasi yang disebabkan oleh penyakit lain, yaitu: penyakit endokrin dan metabolik, kondisi psikologis, kondisi miopatik, abnormalitas struktural, penyakit neurologis, kehamilan dan penyalahgunaan laksansia (Simadibrata & Makmun, 2006).
Gangguan fungsi yang meliputi: kelemahan otot abdomen, pengingkaran kebiasaan/ mengabaikan keinginan untuk defekasi, ketidakadekuatan defekasi (misalnya: tanpa waktu, posisi saat defekasi, dan privasi), kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan defekasi tidak teratur, dan perubahan lingkungan yang baru terjadi (LeMone & Burke, 2008; Wilkinson, 2005).
Psikologis/ psikogenik yang meliputi: depresi, stres emosional, dan konfusi mental (LeMone & Burke, 2008).
Farmakologis: penggunaan antasida (kalsium dan aluminium), antidepresan, antikolinergik, antipsikotik, antihipertensi, barium sulfat, suplemen zat besi, dan penyalahgunaan laksatif (Lewis, Heitkemper & Dirksen, 2000).
Mekanis: Ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid, megakolon (penyakit Hirschprung), gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pascaoperasi, kehamilan, pembesaran prostat, abses rektal atau ulkus, fisura anal rektal, striktur anal rektal, prolaps rektal, rektokel, dan tumor (Simadibrata, 2006, dalam Sudoyo, dkk, 2006; Wilkinson, 2005).
Fisiologis: perubahan pola makan dan makanan yang biasa dikonsumsi, penurunan motilitas saluran gastrointestinal, dehidrasi, insufisiensi asupan serat, insufisiensi asupan cairan, pola makan buruk (Smeltzer & Bare, 2008; Wilkinson, 2005).